Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif Bersama Ketua IDI Jambi Deri Mulyadi: 'Bicara Pandemi Tidak Mungkin One Man Show
Peran dokter selama pandemi Covid-19 menjadi satu di antara hal penting dalam penanganan Covid-19. Sembari merayakan Hari Ulang Tahun IDI
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Peran dokter selama pandemi Covid-19 menjadi satu di antara hal penting dalam penanganan Covid-19. Sembari merayakan Hari Ulang Tahun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ke-70,
Tribunjambi.com mengundang Ketua IDI Wilayah Provinsi Jambi, Dr. dr. Deri Mulyadi, Sp.OT, SH, MH.Kes, M.Kes dalam wawancara ekslusif, membahas peran IDI dalam penanganan Covid-19 di Provinsi Jambi.
Berikut rangkuman wawancara jurnalis Tribunjambi.com, Mareza Sutan A J bersama Ketua IDI Jambi.
Tribun: Apa yang melatarbelakangi Bapak masuk kedokteran?
Dr Deri: Saya belum pernah terpikir menjadi dokter. Malah kuliah pertama saya di Fakultas Teknik, jurusan Teknik Industri. Tahun kedua, saya disuruh orang tua ambil kedokteran. Mungkin itulah jalan hidup saya, saya bukan orang tepat untuk menjadi seorang insinyur.
Tribun: Bagaimana sulitnya kuliah di kedokteran?
Dr Deri: Sangat sulit sekali. Saya pernah kuliah di Fakultas Teknik, juga pernah kuliah di Fakultas Hukum.
Ini yang saya rasakan menyita kehidupan saya untuk harus fokus ke sekolah itu. Dari sana saya menjalani dan menghayati profesi seorang dokter itu.
Tribun: Apa pengalaman menarik di awal-awal menjadi dokter yang berkesan?
Dr Deri: Saya pikir semua yang berkesan, semua yang saya tangani. Tapi yang sangat berkesan sekali ketika kita bisa membantu orang yang sudah susah, yang sudah tertimpa musibah, dan dia tidak punya apa-apa. Itu yang sangat berarti sekali bagi kita, dan khususnya juga bagi pasien itu.
Tribun: Sebagai dokter spesialis ortopedi, bagaimana peranan dalam penanganan Covid-19?
Dr Deri: Kapasitas kita sebagai dokter bedah, kalau ada pasien kecelakaan yang kena corona, ya tetap kita tolong. Pasien, walau sudah reaktif rapid, sedangkan kondisinya sudah emergency, ya harus kita tolong. Kita harus tetap menolong, dan kita tetap pakai pelindung diri.
Baca juga: Peneliti Ungkap Ada Hubungan Antara Diabetes Tipe 2 dan Parkinson
Baca juga: Pjs Gubernur Jambi Tetapkan UMP Provinsi Jambi Tahun 2021 Tak Naik, Segini Nominalnya
Baca juga: Tak Sembarangan, Ternyata Begini Cara Merawat Tanaman Hias Lidah Mertua Agar Tidak Rusak
Tribun: Pernah terjadi di Jambi? Apa tantangannya?
Dr Deri: Pernah. Satu sisi ya, kita ngeri-ngeri sedap. Kita juga takut tertular. Tapi kita bismillah saja. Harus berilmu dan beriman. Berilmu dalam artian kita pakai pelindung diri. Beriman di sini, apa yang kita lakukan semoga menjadi amal ibadah.
Tribun: Bagaimana membagi waktu antara pekerjaan yang padat sebagai dokter, dengan keluarga?
Dr Deri: Kata kuncinya disiplin. Kita harus membagi waktu kita.
Pagi subuh, kita harus betul-betul mengoptimalkan waktu kita. Saya terus terang saja, sebagai seorang dokter, waktu untuk anak-anak juga tidak begitu banyak. Kebetulan istri saya bukan dokter, jadi saya menitipkan kepada istri saya tercinta untuk bisa membesarkan, untuk bisa melayani anak-anak saya
Tribun: IDI merupakan organisasi profesi. Apa tujuan dan keuntungan seorang dokter tergabung di IDI. Apakah setiap dokter wajib masuk jadi anggota IDI?
Dr Deri: Secara normatif, seorang dokter harus bergabung dengan IDI. Artinya, ketika dia praktik, dia mesti punya organisasi profesi, dan dapat rekomendasi dari organisasi profesi untuk praktik. Bahkan surat tanda registrasi dan surat izin praktik juga rekomendasi dari IDI. Makanya boleh dikatakan 99 dokter anggota IDI.
Secara hukum juga memang begitu rule-nya, karena yang mengayomi seluruh dokter umum dan dokter spesialis adalah IDI. Ketika ada yang bermasalah, IDI juga melakukan pembinaan. Selain itu, IDI juga berperan dalam edukasi, sebagai pendidikan berkelanjutan sebagai seorang dokter.
Tribun: Apa kontribusi yang telah IDI berikan kepada masyarakat Jambi?
Dr Deri: Kita belum begitu banyak berbuat kepada daerah, karena dari keterbatasan kawan-kawan dan juga koordinasi dengan pemerintah daerah yang belum begitu optimal. Tapi apa pun, alhamdulillah, saya sudah dua periode sebagai ketua IDI, kita selalu berusaha bersama stakeholder, bersama pemerintah daerah, agar selalu bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Dalam organisasi pun kita selalu melaksanakan ekspedisi kesehatan.
Kita rutin melakukan ekpedisi kesehatan, kita agendakan.
Dulu masa Zumi Zola jadi gubernur, kita ke Suku Anak Dalam, ke Bukit Dua Belas di Sarolangun. Terus juga ke Sabak, juga kegiatan lain yang perhatiannya kepada masyarakat se-Provinsi Jambi. Kita kemas, ada pengobatan massal, ada penyuluhan, bedah kecil seperti sunatan. Itu yang dilakukan kepada masyarakat di daerah terpencil. Kita juga menyumbangkan pakaian-pakaian bekas bagi yang membutuhkan.
Tribun: Apa rencana IDI Jambi ke depan, agar lebih dekat dengan masyarakat?
Dr Deri: Ke depan saya berharap IDI ini bisa berkembang juga dengan isu pendidikan, bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran. Elaborasinya akan lebih bagus, karena di sana ada profesi, juga ada pendidikan, yang nantinya juga akan lebih luas lagi kita memberikan menfaat kepada masyarakat banyak. Kita sudah memberikan pemdidikan awal bersama Fakultas Kedokteran, dan berharap ini berlanjut lagi ke depannya.
Tribun: IDI bersuara keras tentang penanganan Covid-19 di Jambi yang dianggap masih belum maksimal. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dr Deri: Kita bicara suatu hal, kita bicara tentang kemanusiaan, yang harus kita perjuangkan bersama. Bagi saya ini tidak main-main, karena menyangkut nyawa manusia dan eksistensi manusia. Untuk mengatasi ini, harus bersama-sama. Kita juga sebagai tenaga kesehatan berpikir, ini juga masalah menyelamatkan diri kita sebagai tenaga kesehatan. Makanya, kita juga harus lebih aware.
Kalau nanti kita sebagai lini depan sudah bergelimpangan, bagaimana dengan masyarakat banyak. Itu yang kita sampaikan pada pemerintah, agar betul-betul serius dan selalu bersama-sama. Kami selalu siap selama 24 jam untuk mengatasi ini, dan butuh dukungan dari semua pihak.
Tribun: Sejauh ini, bagaimana keterlibatan IDI dalam penanganan Covid-19 di Jambi?
Dr Deri: Terus terang, saya agak sedih. Ini juga masalah pada birokrasi kita yang belum bisa berkoordinasi dan berkomunikasi dengan para stakeholder. Mereka mungkin bicaranya, one man show. Saya sudah sering sampaikan, ketika bicara pandemi, itu tidak mungkin one man show. Itu yang menghambat penyelesaian secara holistik, secara keseluruhan.
Kita ngomongnya preventif, kuratif, rehabilitatif. Itu punya peran masing-masing.
Apakah mungkin satu orang menyelesaikan semua peran? Tidak mungkin. Itu peran harus kita bagi semua, dan itu harus ada tim yang kuat dan komunikasinya bagus.
Tribun: Sudah seberapa dilibatkankah IDI sebagai organisasi profesi yang diisi orang-orang profesional?
Dr Deri: Saya masih berpikir hanya sebatas SK doang, secara tertulis saja. Tapi dalam implikasinya, dalam pelaksanaannya tidak optimal.
Padahal kami sebenarnya kan, tidak ada interest. Tidak dilibatkan atau dilibatkan, tetap survive.
Sekarang pun kalau kami tidak dilibatkan, kami tetap berpikir bagaimana menyelamatkan kawan-kawan dan masyarakat.
Kami lakukan swab mandiri secara berkala, kami langsung ambil keputusan untuk berkolaborasi dengan Universitas Andalas untuk melakukan swab mandiri. Ini juga langkah sebagai ketua IDI dan program mitigasi dari pusat untuk menyelamatkan kawan-kawan. Malah kita mengajak untuk berkolaborasi dengan organisasi profesi yang lain, kayak perawat, bidan, agar sama-sama bisa terbantu.
Tribun: Peran apa yang ingin diambil IDI dalam penanganan kasus Covid-19, baik untuk pencegahan maupun penanganan pasien?
Dr Deri: Kita tidak usah banyak bicara. Bagi kami dari IDI, kami menyelamatkan kawan-kawan (tenaga medis) dulu yang di lini depan, baik di Puskesmas, di UGD, kalau mereka butuh untuk pemeriksaan swab mandiri. Dalam artian mereka seperti ada gejala, merasa terkontaminasi, mereka juga perlu untuk screening rutinitas, kami siap untuk sediakan.
Tribun: Tentang Swab mandiri untuk Nakes dan Dokter. Bagaimana kelanjutannya, dokter?
Dr Deri: Sebetulnya kita sudah melaksanakan sejak tiga bulan lalu, tapi khusus bagi daerah Jambi wilayah barat. Karena Jambi ini kan, yang wilayah barat seperti tertinggal. Yang di sini pun belum bagus dalam penanganan screeningnya, testnya, apa lagi kawan-kawan di wilayah barat.
Misalnya, ketika Sarolangun sudah meningkat, kita sudah kerja sama secara parsial dengan Universitas Andalas.
Saya masih berharap Pemda untuk lebih proaktif. Tapi di sisi lain, saya dituntut oleh kawan-kawan. Ya sudah, kita inisiasi atas nama IDI Wilayah Jambi bekerja sama dengan Universitas Andalas. Makanya, kemarin sudah dikirim PTM, kemarin sudah mulai. Di Muara Bungo sudah, Sarolangun sudah, mudah-mudahan dalam minggu ini kita bantu swab di Kota Jambi.
Tribun: Dari kelemahan dalam pencegahan dan penanganan selama ini, apa solusi yang bisa dilakukan bersama dalam penanganan Covid-19 di Jambi?
Dr Deri: Kita mulai dengan baik saja.
Kita bicara kemanusiaan sekarang ini. Jadi, kalau masih berbicara proyek ni, ini kami, itu sudah salah niat dari awal. Kita luruskan niat kita. Karena tidak ada manusia yang sempurna, termasuk IDI. Ini harus bersama-sama kita lakukan, dan kami siap bantu.
Tribun: Sudah berapa banyak dokter yang terpapar virus corona di Jambi hingga kini?
Dr Deri: Tadi malam (1/11/2020), paparan dari tim mitigasi wilayah Jambi, lebih kurang 29 terkonfirmasi. Banyaknya dokter umum dan dokter internship atau dokter magang yang di rumah sakit. Selain itu, ada sekitar 5 dokter spesialis juga.
Tribun: Menurut IDI, mengapa hal ini bisa terjadi? Bukankah tenaga medis sudah pakai APD?
Dr Deri: Tadi malam kita sudah survei, (itu terjadi karena) mulai dari APD yang tidak lengkap, tertular dari orang di sekitarnya, kemudian protokol kesehatan yang tidak begitu diperhatikan.
Justru dokter umum seperti di IGD yang banyak kena.
Mulai dari APD mereka tidak lengkap, faktor kelelahan juga, pasien yang dirawat juga daerahnya di daerah rawan covid.
Tribun: Apakah masyarakat yang memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan sudah lebih terbuka menyampaikan keluhannya?
Dr Deri: Dengan kondisi sekarang ini, masyarakat masih ada yang merasa takut menyampaikan keluhan saat memeriksakan. Itu manusiawi, tapi kan harus pastikan dulu.
Maka dari itu, mereka sebaiknya datang ke fasilitas kesehatan, (untuk mengetahui) apa mereka kena covid atau tidak. Justru kalau mereka mendiamkan dan ternyata covid kan lebih repot lagi.
Tribun: Bagaimana persepsi masyarakat terhadap tenaga medis saat ini? Apa masyarakat sudah lebih terbuka?
Dr Deri: Not bad. Masyarakat sudah bisa paham. Kalau dulu seolah-olan kita menjadi episentrum penularan
Sekarang kita sama-sama jaga diri.
Tribun: Apa harapan dan imbauan Ketua IDI kepada para tenaga medis yang berjuang di garis depan dalam penanganan pasien Covid-19, juga kepada masyarakat?
Dr Deri: Kita tidak boleh putus asa. Kalau putus asa, kita kalah dari Covid-19, kita akan bergelimpangan semuanya. Kita terapkan sesuai dengan protokol kesehatan, kemudian juga berdoa, karena berdoa juga sangat penting sekali. Secara spritual, kita kembali ke Tuhan .
Kami di IDI, tetap berkoordinasi dengan siapa pun, trutama pemerintah agar lebih solid lagi. Kemarin kata Pak Gubernur (Ir Restuardy Daud, red), minggu ini akan ada koordinasi baru lagi, dan akan dibentuk lagi dengan SK yang baru. Semoga ke depan semakin baik lagi pelayanan ke masyarakat.
(Tribunjambi.com/ Mareza Sutan A J)
Baca juga: Kebocoran Air PDAM Kerinci Capai 50 Persen, Petugas Lakukan Razia, Ditemukan Sambungan Ilegal
Baca juga: Pjs Gubernur Jambi Tetapkan UMP Provinsi Jambi Tahun 2021 Tak Naik, Segini Nominalnya
Baca juga: Daftar Online Kartu Prakerja Gelombang 11 Klik https://www.prakerja.go.id, Dapatkan Rp3.550.000