Hari Pahlawan 10 November, Mengenang Perjuangan Sultan Thaha Saifuddin
Satu di antara tokoh Jambi yang telah diangkat sebagai pahlawan nasional adalah Sultan Thaha Saifuddin.
TRIBUNJAMBI.COM - Mari kita kenang pahlawan Jambi, menyambut hari pahlawan 10 november tahun ini. Satu di antara tokoh Jambi yang telah diangkat sebagai pahlawan nasional adalah Sultan Thaha Saifuddin.
Sultan Thaha Saufuddin diangkat sebagai pahlawan nasional Jambi yang telah membumi dari negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, melalui Keputusan Presiden Rapublik Indonesia (Kepres RI) no 079 TK/ 1977.
Baca juga: Chord Gitar dan Lirik Lagu Los Dol - Denny Caknan, los Dol Ndang Lanjut Lehmu Whatsapp-an
Baca juga: Chord Kunci Gitar Terlatih Patah Hati, Terima Kasih Kalian Barisan Para Mantan
Baca juga: Chord Kunci Gitar Sampai Jumpa - Endank Soekamti, Awal Kan Berakhir Terbit Kan Tenggelam
Baca juga: Chord Kunci Gitar Ingin Lekas Memelukmu Lagi, Takkan Mudah untuk Diriku Meninggalkan Dikau Sendiri
Baca juga: Chord Gitar dan Lirik Lagu Aku Masih Sayang - ST12, Aku Sungguh Masih Sayang Padamu
Catatan yang dimiliki Tribun Jambi, reporter sempat mengunjungi Museum Perjuangan Rakyat Jambi. Di sana, kisah perjuangan Sultan Thaha Saifuddin terungkap.
Dia adalah keturunan ke-17 dari Ahmad Salim (Datuk Paduko Berhalo) dan Putri Selaras Pinang Masak. Sultan Thaha dilahirkan pada 1816 di Keraton Tanah Pilih Jambi.
Ayahnya adalah seorang Raja di Kejaraan Melayu Jambi, bernama Sultan Muhammad Fachrudin. Pahlawan yang dikenal dengan kegigihannya berjuang di Tanah Jambi itu memiliki nama kecil Raden Thaha Jayadiningrat.
Menginjak usia remaja, Raden Thaha sudah menonjolkan karakter sebagai seorang pemimpin. Anak Raja Kerajaan Melayu Jambi itu merupakan sosok yang berpendirian Teguh dan tegas dalam mengambil keputusan, bersikap terbuka, lapang dada, berjiwa kerakyatan, dan taat menjalankan agama Islam.
Tidak sampai di sana, untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang ajaran agama Islam, Raden Thaha menuntut ilmu agama di Kesultanan Aceh. Selama dua tahun, dia memperdalam ajaran Islam. Dari sanalah, selain mendapatkan ilmu agama, dia juga mendapatkan pendidikan tentang kebangsaan.
Konon, saat itu Belanda sudah menjadi musuh kesultanan Aceh dan Jambi. Dengan semangat dan tekad itu, Sultan Aceh kemudian menyematkan nama imbuhan padanya, yakni Saifuddin.
Kata itu diambil dari bahasa Arab yang berarti 'pedang agama'. Sejak saat itulah, Raden Thaha mulai dikenal dengan nama Raden Thaha Saifuddin.
Kembali dari perantauannya, Raden Thaha yang pulang dari Aceh disambut tulus oleh ayahnya, Sultan Muhammad Fachruddin. Dia diberi kepercayaan sebagai duta keliling yang tugasnya mempererat hubungan persahabatan dan ukhuwah Islamiyah dengan kerajaan-kerajaan sahabat di Malaya, Tumasik (Singapura), juga di Patani (Siam).
Baca juga: Waspada, Prakiraan Cuaca Jambi Awal Pekan November di Provinsi Jambi Banyak Terjadi Hujan Petir
Baca juga: VIDEO Haji Bolot Ternyata Diam-diam Miliki 30 Rumah & 13 Mobil, Kalahkan Raffi Ahmad
Baca juga: Kasus Pengeroyokan, 50 Anggota TNI Langsung Datangi Polres saat Ketua Komunitas Moge Temui Kapolres
Baca juga: Wali Kota Jambi Bakal Kembali Bertugas, Berharap Fasha Berbagi Pengalaman Usai Sembuh dari Covid-19
Baca juga: VIDEO Pengunjung Stadion Jakabaring Dikejar Babi Hutan, Warga Berlarian lalu Naik Pagar
Dalam lawatannya jualah, Raden Thaha Saifuddin sekaligus menimba pengalaman dari tempat yang dia kunjungi.
Pada tahun 1841, ayahnya wafat. Tahtanya diserahkan kepada pamannya, Abdurrahman Zainuddin. Raden Thaha Saifuddin diangkat sebagai Pangeran Ratu (putra mahkota) dengan gelar Pangeran Ratu Jayadiningrat sekaligus Perdana Menteri.
Dalam menemban tugasnya itulah, dia mencanangkan agar seluruh rakyat pandai membaca Alquran dan menulis aksara Arab. Tidak hanya itu, dia juga turut memajukan pertanian, perkebunan, peternakan, dan pengelolaan hasil hutan serta mengintensifkan penambangan emas.
Semua kegiatan itu dipertanggungjawabkan kepada pepatih dalam, pepatih luar, dan jenang. Raden Thaha naik tahta ketika Sultan Abdurrahman Zainuddin wafat. Dia dinobatkan sebagai raja Kerajaan Melayu Jambi.
Dalam pidato pengukuhannya, dia menyatakan rasa tidak senang terhadap Belanda. Itu pula yang menjadi alasan Sultan Thaha Saifuddin membatalkan semua perjanjian yang telah dibuat sultan-sultan terdahulu.