Siswa SMPN di Jakarta Barat Setengah Tahun Tak Masuk Sekolah Karena Tak Mampu Beli Smartphone
Sudah hampir setengah tahun Aditya Akbar tidak dapat mengikuti pelajaran daring. Remaja berusia 13 tahun itu tidak bisa belajar lantaran tidak punya
TRIBUNJAMBI.COM, PALMERAH - Sejak pandemi virus corona kegiatan belajar mengajar dialihkan dengan sistem daring.
Sudah hampir setengah tahun Aditya Akbar tidak dapat mengikuti pelajaran daring.
Remaja berusia 13 tahun itu tidak bisa belajar lantaran tidak punya smartphone.
Siswa kelas VII SMPN 286 itu mengaku sampai tidak dapat ikut ulangan tengah semester (UTS), lantaran tidak punya smartphone.
Baca juga: VIRAL Perwira Marinir Dibegal Saat Bersepeda di Jalan Medan Merdeka Barat, Polisi: Masih Kami Cek
Baca juga: HEBOH Video Anak Ajak Ibunya Main TikTok, Mendadak Masuk Pesan Aku Hamil, Begini Reaksi Sang Ibu
Baca juga: Sempat Terdengar Dua Kali Ledakan di Gudang Penyimpanan Minyak di Kenali Asam Bawah
Ayahnya yang seorang buruh bengkel harus dirumahkan karena pandemi Covid-19.
Semenjak itu pemasukan keluarga Aditya tidak menentu.
Baca juga: Dicemooh Pamer Pusar Saat Hamil, Rahayu Saraswati Banggakan Putranya Beri Hormat Prabowo
Terkadang, ayah Adit hanya menerima panggilan reparasi motor atau barang elektronik rusak.
Namun, tidak jarang keluarga itu tidak memiliki pemasukan harian, lantaran tidak ada permintaan reparasi.
Hal itulah yang membuat Aditya tidak mampu membeli smartphone.
Baca juga: Hari Perama Operasi Zebra Siginjai 2020, Polres Batangari Tilang Belasan Pengendara
"Mulai terkena imbas belajar daring sudah sejak kelas VI SD."
"Dulu ada handphone tapi sekarang tidak ada karena rusak," ujar Aditya, ditemui perwarta di rumah petaknya, Senin (26/10/2020).
Smartphone Aditya sudah rusak sejak ia mulai masuk SMP.
Baca juga: Kapolres Muaro Jambi Ungkap Delapan Sasaran Operasi Zebra Siginjai 2020
Ia pun memaklumi ketika ayahnya tidak dapat memberikan smartphone baru untuk belajar online.
Hal itu karena kondisi pemasukan keluarga yang tidak menentu imbas pandemi Covid-19.
Walhasil, sejak semester awal, Aditya tidak pernah ikuti pelajaran di kelasnya.
Baca juga: Libur Panjang Maulid Nabi dan Cuti Bersama, Jasa Marga Perketat Protokol Kesehatan di Rest Area
Bahkan untuk memberi tahu sekolah saja ia tidak bisa, lantaran keluarga tidak memiliki satupun alat komunikasi.
Maka, Adit memutuskan tidak ikut UTS.
Pihak sekolah lalu mendatangi rumah Adit di RT 10 RW 7 Nomor 41, Jalan Cempaka Bawah, Kota Bambu Utara, Palmerah, untuk mengonfirmasi ketidakhadiran Adit.
Baca juga: BREAKING NEWS Dua Desa di Kerinci Nyaris Bentrok, Diduga Persoalan Tanah, Puluhan Orang Bawa Tombak
"Jumat (23/10/2020) lalu dari pihak sekolah datang ke sini, karena saya tidak ikut sekolah daring dan ulangan," ungkap Adit.
Menurut Adit, saat itu ayahnya pun sudah menjelaskan kondisi ekonomi keluarganya terimpit lantaran pandemi Covid-19.
Pihak sekolah pun tidak dapat berbuat banyak atas kesulitan yang dihadapi Adit.
Baca juga: SIAPA Sangka! Pangeran Abdul Azim Semasa Hidup Ternyata Dekat dengan Adik Perempuan Michael Jackson
Mereka berharap orang tua mengupayakan untuk membelikan Adit smartphone agar bisa kembali sekolah.
"Katanya kalau bisa harus beli smartphone biar bisa terus belajar," ucap Aditya.
Aditya bukan tidak ingin belajar.
Penyuka mata pelajaran IPA itu hanya tidak memiliki pilihan lain setiap kali melihat kondisi keuangan keluarganya.
Bocah yang bercita-cita menjadi polisi itu hanya pasrah jika tidak dapat lanjut sekolah karena tak memiliki smartphone.
"Enggak tahu harus bagaimana. Pasrah saja," ucap Adit lesu.
Baca juga: BREAKING NEWS Dua Desa di Kerinci Nyaris Bentrok, Diduga Persoalan Tanah, Puluhan Orang Bawa Tombak
Hasil survei Wahana Visi Indonesia dan Kemendikbud menunjukkan mayoritas guru di Indonesia lebih memilih model pembelajaran jarak jauh.
Education Team Leader Wahana Visi Indonesia Mega Indrawati mengatakan sebanyak 95 persen guru memilih pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran campuran.
"Soal strategi belajar dari 95 persen guru setuju akan pembelajaran jarak jauh atau blended learning," ucap Mega dalam webinar Suara Guru, Kamis (22/10/2020).
Sementara guru di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) lebih memilih pembelajaran jarak jauh luring (luar jaringan) dibanding daring (dalam jaringan).
Mega menduga hal ini kemungkinan karena keterbatasan akses dan infrastuktur untuk pembelajaran secara daring.
"Sementara guru untuk anak berkebutuhan khusus cenderung memilih pembelajaran daring," ungkap Mega.
Selain itu, hasil survei ini juga menemukan bahwa guru dalam mengatasi masalah dalam kegiatan belajar mengajar memilih berkonsultasi dengan teman sejawatnya di satu sekolah atau sekolah lain.
Sementara guru di daerah 3T cenderung kurang memiliki akses ke komunitas guru di satuan pendidikan.
Terkait dengan kebutuhan pembelajaran yang efektif, dan pemanfaatan teknologi informasi, sebanyak 40 persen guru menyatakan butuh pelatihan.
"Terkait TIK, 40 persen guru 3T dan guru yang usianya lebih tua butuh pelatihan dasar TIK," kata Mega.
Selain itu, guru di daerah 3T juga lebih membutuhkan kompetensi Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS) sebanyak 54 persen. Sementara 31 persennya membutuhkan kompetensi tentang kurikulum.
Bagi guru di wilayah non 3T, kompetensi psikosisial lebih dibutuhkan. Guru pendidikan khusus juga membutuhkan kompetensi psikologis untuk mempersiapkan peserta didik.
Survei dilakukan kepada 27.046 guru dan tenaga kependidikan di 34 provinsi seluruh Indonesia. Survei dilakukan pada 18 Agustus hingga 5 September 2020.
Responden guru dari wilayah Non 3T 95 persen dan 3T 5 persen. Sebanyak 74 persen merupakan guru dari pendidikan umum, sementara 26 persen dari pendidikan khusus atau inklusi.
Berdasarkan wilayah, 52 persen responden guru berasal dari daerah risiko penularan Covid-19 tinggi, dan sisanya dari wilayah Covid-19 dengan penularan rendah.
Wahana Visi Indonesia dan Kemendikbud juga melakukan Diskusi Kelompok Terarah yang melibatkan 47 orang perwakilan asosiasi guru, serta guru dari wilayah 3T, SLB dan kepala sekolah. (Desy Selviany)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Tak Mampu Beli Smartphone, Siswa SMPN di Jakarta Barat Ini Sudah Setengah Tahun Tak Masuk Sekolah