Higienitas Jadi Perioritas Menghindari Bangkrut
Pandemi Covid-19 benar-benar memukul bisnis di Jambi. Banyak pengusaha merumahkan karyawannya, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pandemi Covid-19 benar-benar memukul bisnis di Jambi. Banyak pengusaha merumahkan karyawannya, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja, karena omzet tergerus ke titik rugi. Penurunan drastis omzet ini juga dialami Jenanne Ferbrianti, pengusaha bakmi ayam khas Bangka di Kota Jambi.
Dikisahkan Jenanne Ferbrianti, ketika terjadi peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Jambi, mulai April 2020, ruko tempatnya berjualan makanan sangat sepi, nyaris tanpa pengunjung. Omzet melorot tajam, hanya tersisa sekitar 20 persen dari biasanya.
Kondisi ini benar-benar membuatnya pusing. Muncul keinginan menutup usahanya, tapi tak tega bila melihat tiga orang karyawannya jadi pengangguran. Kondisi ini semakin dipersulit kontrak ruko yang juga harus ia perpanjang segera.
"Kondisi yang tak pernah kita duga sebelumnya, namun itulah kondisi yang harus kita hadapi. Pilihannya adalah menyerah atau kita berinovasi agar bertahan," kata perempuan yang biasa dipanggil Aisyah tersebut, Senin (19/10/2020).
Pilihan menyerah segara dicoretnya. Aisyah memilih berinovasi. Ia meyakini bisnis makanan terimbas lebih rendah dibandingkan bisnis lain. Bagaimana agar makanan yang ia jual tetap bisa dinikmati orang tanpa khawatir terpapar virus corona dari makanan tersebut, itulah yang ia pikirkan.
"Akhirnya kami mengubah cara melayani konsumen, yaitu dalam pengemasan. Metode tradisional kami tinggalkan, terlebih untuk pesanan melalui aplikasi pesan antar makanan," tutur Aisyah.
Usahanya bermitra dengan beberapa aplikasi yang menyediakan jasa antar makanan, termasuk GoFood, bagian dari layanan Gojek.
Cara tradisional yang ia maksud adalah kemasan makanan yang hanya menggunakan kantong plastik dan kertas pembungkus. Kemasan yang demikian Aisyah ganti menggunakan kemasan cup. Bumbu dan mi dibuat terpisah. Metode ini berhasil.
Aisyah menyebut terjadi peningkatan omzet sejak saat itu. Tampilannya menjadi lebih meyakinkan bahwa makanan yang di dalamnya benar-benar higienis. Model kemasan cup ia pertahankan selama beberapa bulan.
Kemudian muncul masukan dari beberapa konsumennya, agar kemasannya diganti yang lebih praktis tapi tetap hiegenis. Tujuannya agar harga bisa lebih murah, dan juga bisa tahan lama.
Aisyah kemudian berinovasi mengganti kemasan cup dengan kemasan plastik tebal transparan, tetap memisahkan mi dan bumbunya.
Ia juga membuat mi beku, yaitu membuat mi divakum, yang bisa disimpan seminggu.
"Pakai kemasan cup, hanya bisa satu porsi mi di dalamnya, harganya Rp 10 ribu. Saya ubah dengan kemasan plastik tebal yang bisa memuat tiga porsi. Saya jual Rp 25 ribu," tuturnya.
Tujuannya, agar konsumen bisa mendapatkan dengan harga lebih murah dan tetap hiegenis. Semua pengemasannya menggunakan sarung tangan.
Aisyah bilang, inovasi ini tak terlepas juga dari aplikasi yang jadi mitranya, yang memang meminta para mitra meningkatkan higienitas sebagai prioritas.