Siapa Sebenarnya Anak Anarko, Ngajak 'Main' Polisi Bola Kasti Isi Zat Kimia saat Demo

Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana, mengatakan massa yang membuat kericuhan itu diduga merupakan kelompok Anarko.

Editor: Duanto AS
(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)
Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di Patung Kuda, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Demonstrasi berakhir ricuh. 

TRIBUNJAMBI.COM - Kelompok anak Anarko dituding membuat kericuhan saat demonstrasi UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di Patung Kuda, Jakarta Pusat.

Awalnya, demonstrasi Anak NKRI dan PA 212 pada Selasa (13/10) berjalan lancar.

Setelah dua kelompok itu membubarkan diri sekira pukul 16.00 WIB, datang massa liar ratusan orang.

Mereka berasal luar yang membuat kerusuhan.

Ratusan orang itu terlibat bentrok dengan polisi yang masih berjaga di sekitar Patung Kuda.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana, mengatakan massa yang membuat kericuhan itu diduga merupakan kelompok Anarko.

"Anak-anak Anarko ini yang kemudian bermain. Tadi kurang lebih sekitar 600-an. Awalnya mereka berupaya memprovokasi. Kita coba bertahan, tidak terpancing, tetapi mereka terus melempari. Kemudian kami melakukan upaya pendorongan dan melakukan penangkapan,” kata Nana.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tak Netral? Buruh Was-was Lakukan Uji Materi UU Cipta Kerja, Ini Selanjutnya

Baca juga: Anak-anak Ditangkap Polisi Diduga Jadi Provokator, Rekaman Kelompok Anarko Terbongkar

Baca juga: Kronologi Kerusuhan di Monas Jakarta, Ada yang Jadi Provokator dan Jadi Perusuh

Nana mengatakan saat kericuhan terjadi, massa perusuh melempari polisi menggunakan sejumlah barang.

Bahkan, ada yang melemparkan zat kimia ke arah polisi.

Zat kimia yang dibalut dalam ke dalam bola kasti itu ditemukan polisi di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat.

Lantas siapa sebenarnya Anarko?

Melansir Tribun Jogja, akademisi lulusan Magister Filsafat UI, Agung Setiawan mengungkap anarko merupakan salah satu jenis perjuangan dari anarkisme.

Anarko tak selalu terkait dengan kekerasan.

Kata anarki berakar dari bahasa Yunani, yaitu anarcho, yang bisa diartikan tanpa penguasa atau pemimpin.

“Anarkisme bisa dipahami sebagai sebuah sikap berfikir dan bertindak (isme) yang menolak (a-) gagasan tentang otoritas sentral (narko) tanpa batas yang cenderung menindas demi kepatuhan warganya,” kata Agung saat dihubungi, Jumat (9/10/2020) malam.

Dalam catatan sejarah, anarkis pertama yang tercatat sejarah dalam tradisi intelektual dan gerakan politik adalah Pierre Joseph-Proudhon pada pertengahan abad ke-19.

Istilah anarkis bukan berarti baru muncul pada era tersebut.

Menurut Agung, istilah ini sudah menjadi semangat zaman pada era sebelumnya, yaitu pada masa Revolusi Perancis.

“Selain itu geliat semangat yang sama bisa dilacak hingga para pemikir Inggris, Jerman, Rusia bahkan para pemikir dari Timur seperti Zhuang Zhou dan Laozi,” tambahnya.

Bahkan mengkritik otoritas tanpa batas dari pemerintah yang tergolong anarkisme sudah dilakukan dan menjadi gaya hidup para pemikir Yunani.

Agung menyebutkan, kemunculan partisipan anarkis biasanya tidak muncul dari kalangan yang kurang berpengalaman secara intelektual.

Kelompok Anarko memiliki peran dan tanggung jawab kritiknya yang sangat besar guna mengevaluasi tatanan otoritas.

Otoritas yang dimaksud adalah otoritas yang mulai cenderung oligarki dengan adanya kelompok kepentingan dominan yang menjadi kelas penguasa.

“Tidak hanya itu intimidasi kekuasaan melalui alat alat kekerasan yang dilakukan otoritas juga dikritik tajam oleh anarkisme,” ujarnya.

Menurut Agung, anarko bukan istilah terpisah dan selalu melekat pada objek dan memiliki taktik serta strategi perjuangannya.

Ia memberikan contoh perjuangan anarkis tanpa kekerasan oleh Mahatma Gandhi, Leo Tolstoy (sastrawan rusia) dan Henry David Thoreau (sastrawan Amerika) disebut sebagai anarcho-pacifism.

“Perjuangan anarkis dalam sistem ekonomi dan pasar bebas disebut sebagai anarcho-capitalism (libertarian). Perjuangan anarkis melalui media seni identik dengan anarcho-situationism,” tambahnya.

Anarkisme memiliki banyak bentuk dan jenisnya. Yang paling awal dalam kemunculan nya adalah anarkisme individualis dan anarkisme kolektif.

Demo penolakan UU Cipta Kerja di Jalan Medan Merdeka Barat berlangsung rusuh, Rabu (13/10/2020).
Demo penolakan UU Cipta Kerja di Jalan Medan Merdeka Barat berlangsung rusuh, Rabu (13/10/2020). ((KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO))

“Tapi yang baru serta akan selalu kita kenal hanya istilah anarko saja,” kata Agung.

Dari perkembangan sejarah, anarko merupakan tradisi para kaum intelektual.

Agung menyebutkan, individu tak berpendidikan yang mengaku sebagai anarko.

“Nah sistem kelompok untuk anarko kan ga make sense sama perjuangannya apalagi kalau ada pimpinan karena akan muncul penyosokan yang dihindari dalam anarko,” ujar dia.

Ada juga anarko yang beberapa kali disebut polisi yaitu anarko sindikalisme.

Para penganutnya disebut anarko sindikalis. “Kalau memang benar anarko sindikalis ya harus dari buruh dan tujuannya menghidupkan nilai-nilai manusia dan demokratis terhadap hak haknya,” ujar Agung. (*)

Baca juga: Siapa Sebenarnya A1, Ketua Anarko Sindikalis yang Ditangkap Polisi di Jakarta Selatan? Tatoo A

Baca juga: Polisi Ungkap Pelaku di Balik Kerusuhan Demo Tolak UU Cipta Kerja di Bandung, Nama Anarko Disebut

Baca juga: Peneliti Sebut Kerusuhan Demo UU Cipta Kerja Teroganisir dan Terbagi 6 Klaster

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved