UU Cipta Kerja
Tuntutan Buruh Soal UU Cipta Kerja yang Tak Terjawab Oleh Jokowi, Persilakan Ajukan Uji Materi ke MK
Gelombang unjuk rasa penolakan disahkannya UU Cipta Kerja, membuat Presiden Joko Widodo buka suara.
TRIBUNJAMBI.COM - Gelombang unjuk rasa penolakan disahkannya UU Cipta Kerja, membuat Presiden Joko Widodo buka suara.
Aksi unjuk rasa buruh dan mahasiswa digelar tiga hari berturut-turut untuk menolak pengesahan UU tersebut, Presiden Jokowi akhirnya memberi pernyataan pada Jumat (9/10/2020) sore, dari Istana Kepresidenan Bogor.
Hoaks versi Jokowi
Presiden Jokowi memaparkan sejumlah disinformasi serta hoaks soal UU Cipta Kerja sekaligus menyampaikan bantahan.
Misalnya terkait penghapusan upah minimun provinsi, upah minimum kabupaten, dan upah minimum sektoral provinsi dihapus.
"Hal ini tidak benar. Faktanya upah minimum regional tetap ada," kata dia.
• Daftar Nama 575 Anggota DPR RI 2019-2024, Lengkap dengan Janji Mereka Dulu, dari Jambi Ada 8 Orang
• Luhut Tahu Penunggang Demo Tolak UU Cipta Kerja, Kaitkan Dengan Calon Presiden 2024
• Kenapa Duduk Betrand Peto Disamping Sarwendah Mendadak Disorot, Rambut Kakak Thalia Onsu Kok Gitu?
Kemudian, soal upah minimum dihitung per jam, Presiden Jokowi juga menegaskan hal itu tak benar. Kemudian kabar bahwa semua cuti dihapus, itu pun tidak benar. "Hak cuti tetap ada dan dijamin," kata dia.
Selanjutnya, Presiden Jokowi membantah kabar bahwa perusahaan akan bisa melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak melalui UU Cipta Kerja.
"Kemudian juga pertanyaan, benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lain hilang? Yang benar jaminan sosial tetap ada," ujar dia.
Mengenai kewajiban bisnis mengantongi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), Kepala Negara juga menegaskan bahwa ketentuan itu tak dihapuskan.

"Amdal tetap ada. Bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," ujar dia.
Presiden Jokowi sekaligus menyebut, ada berita bahwa UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan.
"Ini juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus," tegas dia.
Sayangnya, ia tidak menyertakan secara terperinci pasal pada UU Cipta Kerja dan perbandingannya di UU Ketenagakerjaan.
Presiden Jokowi menegaskan, UU Cipta Kerja dibutuhkan untuk menciptakan investasi dan membuka sebanyak-banyaknya lapangan pekerjaan.
• Chord Kunci Gitar dan Lirik Lagu Manusia Setengah Dewa Iwan Fals, Menjadi Manusia Setengah Dewa
• Nathalie Holscher Terima Telfon Berkali-kali Sampai Sebut Kalimat Ini, Sule : Maafin Ya
• Perlakuan Sule kepada Bopak Berujung Teguran KPI ke Santuy Malam, Ini Nasib Acara Kekasih Nathalie
UU Cipta Kerja juga dibutuhkan untuk menyederhanakan sistem perizinan berusaha yang diyakini bisa juga mencegah praktik korupsi.
Hal-hal yang tak terjawab Namun, Presiden Jokowi sama sekali tak menjawab tuntutan demonstran bahwa UU itu harus dibatalkan melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Ia menyebut, aksi demonstrasi muncul disebabkan oleh disinformasi dan hoaks. "Saya melihat unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Presiden Jokowi.
Ia pun menegaskan, akan segera membuat peraturan turunan UU Cipta Kerja berupa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.

Aturan turunan ini dijanjikan akan rampung dalam tiga bulan. Presiden sekaligus berjanji akan melibatkan masyarakat dalam menyusun aturan turunan ini.
"Kita pemerintah membuka dan mengundang masukan-masukan dari masyarakat dan masih terbuka usulan-usulan dan masukan dari daerah-daerah," kata dia.
Ia juga mempersilahkan pihak yang menolak UU Cipta Kerja untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi, kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," kata dia.
• 22 Kader PDI Perjuangan Tasikmalaya Membelot, Pilih Dukung Cakada Yang Diusung Gerindra dan Demokrat
• Walhi Minta Pemerintah Unggah Draft UU Cipta Kerja, Nur: Kita Lihat Siapa Yang Benar dan Salah
• Lowongan Kerja 4 Perbankan Indonesia untuk Beragam Posisi, Simak Persyaratannya
Selain itu, Presiden Jokowi juga tidak menyinggung pasal-pasal pada naskah final UU Cipta Kerja yang diprotes buruh.
Diketahui, perwakilan buruh sempat bertemu Kepala Negara untuk memaparkan pasal- pasal yang dinilai merugikan buruh.
Hal itu terjadi saat Presiden Jokowi memanggil dua bos buruh ke Istana pada Senin (5/10/2020), atau tepat di hari pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Kedua pentolan buruh yang dipanggil, yakni Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea.

"Kami menyampaikan pasal-pasal mana yang kami anggap merugikan dan sudah pasti menyengsarakan buruh Indonesia," kata Andi sehari usai pertemuan dengan Jokowi.
Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) juga sebelumnya menemukan delapan poin dalam UU Cipta Kerja yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak buruh.
• Akhirnya Rizki DA Hanya Pasrah Tak Berkutik Saat Tahu Ayah Kandung dari Bayi di Perut Nadya Mustika
• Membandingkan Hoaks yang Beredar Dengan Bantahan Jokowi Soal Isi UU Cipta Kerja
• Presiden Jokowi Dinilai Walhi Belum Baca Draf UU Cipta Kerja
Misalnya, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dapat terus diperpanjang sehingga memungkinkan pekerja menjadi pegawai kontrak seumur hidup.
Kemudian, pasal yang semakin membuka peluang perusahaan melakukan praktik outsourcing.
Dalam UU Ketenagakerjaan, praktik hanya dibatasi pada jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan produksi.
Namun dalam UU Cipta Kerja batasan itu dihapus. Lalu, batasan maksimal jam lembur dari awalnya maksimal tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.
Selain itu, uang pesangon yang dikurangi dari 32 kali dikurangi menjadi 25 kali
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tuntutan Buruh soal UU Cipta Kerja yang Tak Terjawab Jokowi...",