Tak Puas UU Cipta Kerja? Presiden Jokowi Blak-blakan, Sarankan Uji Materi ke MK
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan pihak-pihak yang tidak puas dengan sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - UU Cipta kerja yang baru saja disahkan menuai kontroversi.
Gelombang protes dan unjuk rasa muncul di berbagai daerah di Indonesia.
Aksi penolakan terhadap pengesahan UU yang dinilai merugikan pekerja tersebut masih terus bergulir.Demikian disampaikan Presiden dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, (9/10/2020).
"Dan kalau masih ada, jika masih ada ketidakpuasan terhadal undang-undang Cipta Kerja ini silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui mahkamah konstitusi."
"Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu," kata Presiden.
Termasuk, menurut Presiden, mereka yang menolak keberadaan Undang-undang Cipta Kerja yang draf usulannya diserahkan ke DPR pada 20 Februari lalu itu."Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK," katanya.
Presiden menegaskan bahwa Undang-undang Cipta Kerja disusun untuk memperluas lapangan kerja.
Selain itu aturan aturan dalam UU Cipta Kerja juga bertujuan untuk memperbaiki kehidupan para pekerja.

"Juga penghidupan bagi keluarga mereka (pekerja)," pungkasnya.
Sebelumnya Presiden telah memimpin rapat terbatas membahas Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) dengan para Gubernur secara virtual pada Jumat pagi, (9/10/2020).
Dalam rapat tersebut Presiden mengatakan telah menegaskan kepada para gubernur mengenai perlunya Undang-undang Cipta Kerja.
Menurut Presiden UU Cipta Kerja diperlukan karena setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja."Apalagi di tengah pandemi. Terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak Pandemi Covid-19," kata Presiden dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Jumat, (9/10/2020).
Menurut Presiden UU Ciptaker dibuat agar tercipta lapangan kerja yang luas terutama yang bersifat padat karya.
Karena saat ini sebanyak 87 persen dari total penduduk yang bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dan 39 persen berpendidikan sekolah dasar.
Oleh karena itu diperlukan penciptaan lapangan kerja baru terutama yang sifatnya padat karya.
