Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja

Puluhan Mahasiswa Bungo Sampaikan 8 Poin Penolakan UU Cipta Kerja, Geruduk Kantor Dewan

Puluhan mahasiswa geruduk kantor DPRD Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, sampaikan penolakan Undang-undang Omnibus Law.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Nani Rachmaini
tribunjambi/darwin sijabat
Puluhan mahasiswa geruduk kantor DPRD Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, sampaikan penolakan Undang-undang Omnibus Law, Jumat (9/10/2020). 

Puluhan Mahasiswa di Bungo Sampaikan 8 Poin Penolakan UU Cipta Kerja,  Geruduk Kantor Dewan

TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BUNGO - Puluhan mahasiswa geruduk kantor DPRD Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, sampaikan penolakan Undang-undang Omnibus Law, Jumat (9/10/2020).

Kedatangan rombongan mahasiswa dari perhimpunan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dipimpin Ketua Cabang, Hidayat.

Menuju kantor DPRD, mahasiswa itu mendapatkan pengawasan ketat dari kepolisian ke depan kantor.

Hidayat, selaku Ketua PC PMII Bungo menyampaikan poin yang menjadi penolakan terhadap UU Cipta Kerja adalah sebagai berikut.

Pertama, PC PMII Bungo sangat Kecewa karena DPR RI dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemi Covid-19 dan tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan Covid-19, justru membuat regulasi yang merugikan buruh dan rakyat.

Tetapi, justru membuat regulasi yang menguntungkan para investor dan pengusaha karena proses perizinan yang disederhanakan.

Ke dua, PC PMII Bungo mengatakan DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja, dengan dalih mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.

Ketiga, PC PMII Bungo merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi regulasi.

Sebab, pemerintah dan DPR berkilah bahwa UU Cipta Kerja akan memangkas banyak aturan yang dinilai over regulated.

Namun, faktanya nantinya akan banyak pendeligasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama menghambat pelaksanaan kegiatan yang ada didalam UU Cipta Kerja.

Keempat, PC PMII Bungo mengatakan DPR dan Pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil khsusunya buruh, sebab terdapat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial yang ada di dalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.

Yakni Pasal 59 terkait Kontrak tanpa batas, Pasal 79 hari libur dipangkas, Pasal 88 mengubah terkait pengupahan pekerja, Pasal 91 aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.

Pasal 169 UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK), jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

Kelima, PC PMII Bungo miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja menghapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA).

"Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), tanpa izin lainnya," lanjutan poin kelima.

Keenam, PC PMII Bungo berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance).

Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan diakal-akali dengan UU Cipta Kerja.

"UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance)."

"Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan diakal-akali dengan UU Cipta Kerja," bunyi bagian poin ke enam

PC PMII Bungo kecewa Undang - Undang Cipta Kerja menghilangkan poin keberatan rakyat
mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai AMDAL.

Sangat jelas di sini, DPR dan Pemerintah berpihak kepada kepentingan korporasi dan oligarki tanpa peduli dengan kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat.

Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia yaitu ‘mensejahterakan rakyat.

Ke delapan, PC PMII Bungo sangat kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.

Hal ini termuat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.

"PC PMII Bungo mendesak kepada DPR-RI untuk membatalkan Undang - Undang Cipta Kerja, dan Memohon DPR-RI untuk mengkaji kembali Undang - Undang cipta kerja tersebut dan Kami juga menuntut supaya Presiden mengeluarkan (PERPPU) serta tidak menandatangani Rencana Undang Undang Cipta Kerja Menjadi Undang - Undang," bunyi poin sembilan mengawali.

Meskipun, secara otomatis bila tidak ditandatangani oleh Presiden tetap akan menjadi Undang-Undang dan terkait hal tersebut.

Pada unjuk rasa itu langsung diterima oleh pimpinan DPRD Bungo yang dikawal oleh pihak kepolisian, Satpol PP.

Bahkan anak sekolah yang hendak masuk dalam aksi damai itu langsung diantisipasi dan dibubarkan.

(Tribunjambi.com/ Darwin Sijabat)

Bobol Cafe, Gasak Minuman Bermerek Senilai Rp 9 Juta, Warga Palmerah Diringkus

PENTING! Vaksin Covid-19 Belum Tersedia, Ketua MPR Ajak Warga Patuhi Protokol Kesehatan

Waktu Pernikahan Sule & Nathalie Holscher, Cuma Sosok Ini yang Mengetahuinya, Konsep Pesta Sederhana

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved