Jurnalis Dipukul dan Ditahan Saat Liput Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, Ini Kata Mabes Polri
Markas besar kepolisian RI menanggapi adanya tindakan represif aparat terhadap profesi wartawan dan pers mahasiswa ketika meliput aksi unjuk rasa.
TRIBUNJAMBI.COM - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan adanya tindakan represif terhadap profesi jurnalis karena personel pengamanan diklaim dalam kondisi yang chaos saat aksi unjuk rasa itu mulai berlangsung ricuh.
Markas besar kepolisian RI menanggapi adanya tindakan represif aparat terhadap profesi wartawan dan pers mahasiswa ketika meliput aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) kemarin.
"Kita seharusnya menjunjung dan melindungi wartawan, tapi karena situasinya chaos dan anarkis anggota juga melindungi dirinya sendiri. Kita saling kerja sama saja di lapangan," kata Argo di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
• Padahal Hanya Bersin, Video Tiktok Gadis Cantik Ini Ditonton 6 Juta Kali Dapat 440 Like, Ternyata
• Bukan Jantung, Hasil Otopsi Kematian Gajah Yanti di Taman Rimba, Dugaan Teracun
• Mendadak Instagram Kahiyang Dibanjiri Protes Netizen Soal UU Cipta Kerja, Respon Bobby Nasution
"Kalau ketemu anggota tunjukin identitas yang jelas nanti bisa diberitahu teman-teman mencari berita, disampaikan saja bahwa saya seorang wartawan sedang meliput, nanti di belakang dan akan dilindungi," jelasnya.
Dalam beberapa kasus, para jurnalis sejatinya telah menunjukkan identitasnya saat ditindak represif oleh aparat. Namun, tetap mendapatkan tindakan kekerasan oleh aparat.
Menurut Argo, pihaknya akan menyelidiki kabar tersebut untuk diklarifikasi lebih lanjut.
"Nanti kita akan kroscek dulu kejadiannya seperti apa, tapi setiap pengamanan kami sudah memberi imbauan dan mengingatkan semua agar tidak terjadi salah paham," pungkasnya.
• Tidak Perlu Obat! Inilah 13 Cara Mudah Menghilangkan Tahi Lalat Secara Alami
Diberitakan sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat ada tujuh jurnalis yang diduga menjadi korban kekerasan anggota Polri dalam unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di Jakarta, Kamis (8/10/2020) kemarin.
"Jumlah ini bisa bertambah dan kami masih terus menelusuri dan memverifikasi perkara," kata Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani, dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020).
Jurnalis CNNIndonesia.com, Tohirin, mengaku kepalanya dipukul dan ponselnya dihancurkan polisi ketika ia meliput demonstran yang ditangkap kemudian dibogem di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
"Ketika itu dia tak memotret atau merekam perlakuan itu," ujar Asnil.
• Mesum dengan Pacar, Mahasiswi ini Lupa Nonaktifkan Kamera, Padahal Lagi Kuliah Online
Asnil mengatakan, polisi tak percaya kesaksian Tohirin, lantas mereka merampas dan memeriksa galeri ponselnya. Polisi marah ketika melihat foto aparat memiting demonstran.
"Akibatnya, gawai yang ia gunakan sebagai alat liputan itu dibanting hingga hancur, maka seluruh data liputannya turut rusak," kata Asnil.
“Saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul, beruntung saya pakai helm,” kata Thohirin--ditirukan Asnil--yang mengklaim telah menunjukkan kartu pers dan rompi bertuliskan ‘Pers’ miliknya ke aparat.
Sementara, Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di daerah Thamrin, juga jadi sasaran polisi. Ia merekam polisi yang diduga mengeroyok demonstran.