Tragedi G30S PKI
Anak Jenderal Ahmad Yani Bongkar Satu Peristiwa yang Tak Ditampilkan di Film G30S PKI, Ini Kisahnya
Dia mengungkapkan, mengatakan ada sejumlah peristiwa jelang Hari Kesaktian Pancasila itu yang tak ditampilkan di Film Pengkhiatanan G30S/PKI.
TRIBUNJAMBI.COM - Tepat hari ini atau setiap 30 September, peristiwa G30S PKI selalu diingatkan dengan berita dan kisah 55 tahun silam yang viral di media sosial.
Tidak hanya itu, satu di antaranya melalui Film Pengkhianatan G30S/PKI yang sempat tak tayang lagi di televisi.
Peristiwa tragis itu kembali dikisahkan oleh putra Jenderal Ahmad Yani, Untung Mufreni A Yani.
Dia mengungkapkan, mengatakan ada sejumlah peristiwa jelang Hari Kesaktian Pancasila itu yang tak ditampilkan di Film Pengkhiatanan G30S PKI.
• Disorot Dunia, Dua Film Ini Produksi Luar Negeri Kisahkan G30S PKI dari Sudut Pandang yang Berbeda
• Dokumen Rahasia Dibongkar CIA, Setelah G30S PKI, Catatan Sejarah Kekejaman Terburuk Abad ke-20
• Seluruh Kronologi Penculikan dan Pembunuhan Sejumlaah Jenderal TNI Saat G30s PKI, Ada yang Langsung
Namun mulanya Untung menegaskan film garapan Arifin C Noer itu 98 persen sesuai dengan peristiwa terbunuhnya sang ayah.
"Kalau mengenai film yang di rumah, memang ya seperti itu," ucap Untung, dikutip TribunJakarta.com (grup Banjarmasinpost.co.id) dari YouTube TV One, pada Rabu (30/9/2020).
"98 persen akurat ya," imbuhnya.
Ia kemudian membeberkan namun ada beberapa peristiwa di film G30S/PKI yang ditampilkan tak sesuai dengan kejadian sesungguhnya.
Sesudah menembak Jenderal Ahmad Yani, di film G30S/PKI Pasukan Cakrabirawa menggontong tubuh sang jenderal keluar dari rumah dengan memegang tangan dan kakinya.
Padahal dalam peristiwa sesungguhnya, Pasukan Cakrabirawa menyeret kaki Jenderal Ahmad Yani, dari ruangan makan hingga ke pinggir jalan.
Untung mengatakan, kala itu ayahnya diperlakukan bagai binatang.
"Yang tidak akurat itu waktu bapak diseret dari dalam ruangan makan, ke pinggir jalan di Jalan Krakatau," ucap Untung.
"Kalau di film itu tangan diangkat, kaki diangkat,"
"Kalau yang aslinya, ya tangan tidak diangkat, diseret langsung seperti menyeret binatang,"
"Itulah yang terjadi," imbuhnya.
Tak cuma itu, Untung mengatakan di film juga tak ditampilkan saat ia dan saudara-saudaranya mengikuti Pasukan Cakrabirawa saat menyeret tubuh Jenderal Ahmad Yani.
Menurut Untung kala itu sempat terjadi peristiwa tarik-menarik.
• Datang ke Ponpes Al Ikhlas Bungo, Al Haris Minta Didoakan KH Imam Khusairi
• Kejanggalan Pernikahan Elly Sugigi, Baru Akad Nikah dengan Aher Namun Sudah Ngaku Ngidam, Kok Bisa?
• UPDATE Kasus Covid-19 di Jambi, Bulan September Bertambah 211 Kasus
• Anggota Polda Jambi Meninggal Akibat Covid-19, Sempat Dirawat Dua Minggu
"Waktu bapak diseret dari ruangan makan, dan kami mengikuti semua dari belakang," kata Untung.
Saat ingin menyusul Jenderal Ahmad Yani keluar rumah, Untung menjelaskan Pasukan Cakrabirawa mengacungkan senjatanya.
Mereka mengancam akan menembak anak-anak Jenderal Ahmad Yani, jika berani melangkahkan kaki keluar dari rumah.
"Dua yang di belakang itu pintu kamar mereka dipegang oleh anggota Cakrabirawa, supaya tidak bisa keluar," ujar Untung.
"Saat kami di pintu belakang, salah satu Cakrabirawa sudah siap dengan senjatanya,"
"Dan membentak kami, "kalau keluar akan ditembak," itu memang begitu,"
"Ada yang tidak terfilmkan," imbuhnya.
Walau saat peristiwa berdarah itu terjadi dirinya masih berusia 11 tahun, Untung mengaku masih bisa mengingat semuanya dengan detail.
Ia mengatakan kenangan buruk tersebut tak akan pernah bisa melupakannya sampai menutup mata.
"Sampai saya menutup mata," ucap Untung.
"Ya itulah yang terjadi di rumah, kalau di lubang buaya juga ada saksinya," imbuhnya.
• Diberi Nasihat Netizen, Begini Reaksi Rizki DA Jawab Isu Nadya Hamil Duluan Sebelum Nikah dengannya
• VIDEO Erick Thohir Ngaku Tak Bahagia Jadi Menteri BUMN, Blak-blakan Ungkap Gaji Rp19 Juta
• Mata Najwa Malam Ini Live Streaming Trans 7 Mendadak Bahas Pilkada 2020, Ada Apa? Gara-gara Terawan?
Ditonton 699.282 Orang di Bioskop
Diberitakan Harian Kompas, Senin (31/12/1984), menurut data PT Perfin yang dibeberkan direktur utama Zulharmans penonton film ini mencapai 699.282 penonton.
Kemudian film itu mulai muncul di televisi nasional pada 1985 bertepatan dengan peristiwa 30 September.
Selain itu juga menjelang Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober.
Penulis Arswendo Atmowiloto di Harian Kompas, Rabu (2/10/1985) menyebutkan, film yang diputar di TVRI itu menggambarkan rencana busuk PKI sejak 13 Januari 1965 di Desa Kanigoro, kabupaten Kediri sampai puncaknya menjelang tanggal 1 Oktober 1965.
Setelah itu juga menceritakan operasi penumpasan di bawah pimpinan Jenderal Soeharto sampai dengan operasi pemulihan keamanan dan ketertiban.
Film itu banyak dibicarakan sebagai film terlaris, terpanjang, dan isi ceritanya yang bersifat dokumenter.
Arswendo menyebutkan, TVRI sebagai pengelola tidak bisa menolak untuk memutarnya.
Disebutkan juga perbendaharaan film sejarah masih langka saat itu dan pemerintah melalui departemen yang ada bisa memproduksi.
Selain itu juga bisa menyiarkan lewat jaringan televisi.
"Barangkali juga kalau bukan Arifin C. Noer sutradaranya, akan lain bentuknya. Barangkali kalau bukan PPFN, kecil kemungkinannya bisa diproduksi seperti yang kita lihat sekarang ini," tulis Arswendo.
Film berdurasi 271 menit itu kemudian diputar setiap tahunnya di TVRI hingga 1998.
Berhenti Tayang di TV
Dikutip Harian Kompas, 24 September 1998, Menteri Penerangan (Menpen) saat itu Muhammad Yunus mengritik film yang disebut-sebut menghabiskan dana Rp 800 juta dalam pembuatannya itu.
Saat itu dia menyampaikannya dalam Rapat Kerja antara Menpen dengan Komisi I DPR di Jakarta, Rabu (23/9/1998).
Muhammad Yunus juga menegaskan, pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, Serangan Fajar menurutnya tidak sesuai lagi dengan dinamika reformasi.
"Karena itu, tanggal 30 September mendatang TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan lagi film Pengkhianatan G30S/PKI," ujarnya.
Sebagai gantinya, Deppen bekerja sama dengan Depdikbud untuk mempersiapkan sebuah film yang terdiri dari tiga episode.
Film berjudul Bukan Sekadar Kenangan itu disutradarai Tatiek Mulyati Sihombing.
Alasan penghentian penayangan film "Pengkhianatan G30S/PKI" juga ditulis dalam Harian Kompas, Rabu (2/9/1998).
Dirjen RTF Deppen Ishadi SK menyatakan, film Pengkhianatan G30S/PKI tidak lagi diputar di layar TV.
Alasannya, film itu sudah terlalu sering diputar sehingga kemungkinan besar membosankan pemirsa.
"Karena terlalu sering diputar, filmnya juga sudah kabur," ujarnya sambil tersenyum.
• Disorot Dunia, Dua Film Ini Produksi Luar Negeri Kisahkan G30S PKI dari Sudut Pandang yang Berbeda
• Ada Apa Didalam Seri Terbaru Produk Apple, Iphone 12, dari Spesifikasi hingga Harga Jual Indonesia
• Kok Bisa Ular Suka Berada di Tempat Lembab dan Teduh, Pernah Tahu? Ini Alasannya, Simak di Sini
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Ungkap Kejadian yang Tak Ditampilkan di Film G30S/PKI, Anak Jenderal Ahmad Yani: Diseret Bagai Hewan
Artikel ini telah tayang di banjarmasinpost.co.id dengan judul Peristiwa yang Tak Ditampilkan di Film G30S/PKI Diungkap Anak Jenderal Ahmad Yani, Ini Kisahnya, https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/09/30/peristiwa-yang-tak-ditampilkan-di-film-g30spki-diungkap-anak-jenderal-ahmad-yani-ini-kisahnya?page=all
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: