Pilkada di Jambi
Analisis Pilkada Sungai Penuh, Melawan Kotak Kosong atau Calon Boneka, Menciderai Demokrasi
Namun, karena incumbent yang maju melalui jalur independen di Pilkada Tanjabtim justru menyisakan banyak partai politik untuk mengusung calon
Penulis: Hendri Dunan | Editor: Duanto AS
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pilwako Sungai Penuh dengan calon tunggal yang ada dianggap menciderai demokrasi di Sungai Penuh.
Potensi munculnya calon tunggal dalam Pilkada Sungai Penuh benar-benar membuat publik mengalihkan perhatiannya kesana.
Sebab, sebelumnya potensi calon tunggal lain juga bisa muncul di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Namun, karena incumbent yang maju melalui jalur independen di Pilkada Tanjabtim justru menyisakan banyak partai politik untuk mengusung calon penantang.
• Pilwako Sungai Penuh - Masih Terbuka Peluang Mengubah Komposisi Dukungan, Panas
• Pilkada Tanjab Barat - UAS Tes Kesehatan di Kota Jambi, Begini Kondisinya
• Gugat Harta Gogo Gini, Mantan Suami Jenita Janet Dianggap Tak Punya Malu
Sementara itu, di Pilwako Sungai Penuh yang terjadi justru sebaliknya.
Aksi borong partai yang membuat partai tersisa tidak bisa mengusung calon lain.
Dr Pahrudin HM, MA, Dosen STISIP Nurdin Hamzah mengatakan memang akan ada calon tunggal hal itu akan menciderai demokrasi yang ada.
Dan partai politiklah yang kemudian dituntut bertanggung jawab atas kejadian ini.
"Banyak penomena menarik di Pilkada Serentak di Jambi. Ini mengindikasikan bahwa partai menunjukan pragmatisme. Partai gagal dalam perkaderan. Kalau pun ada kader, Karena pragmatis kader ditinggalkan," ujar Dr Pahrudin, Senin (7/9/2020).
Dosen STISIP Nurdin Hamzah ini mengatakan melihat pramatismenya di Pilwako Sungai Penuh.
Sehingga menjadi agak sulit ada perubahan komposisi partai.
"Karena mereka menganggap terus ngapain, buang-buang tenaga, sudah pasti kalah, sulit untuk menang. Itulah yang mungkin dipikirkan oleh mereka kalau ingin mengubah komposisi," terangnya.
Sikap pragmatis tadi ditunjukan partai dengan melihat bahwa peluang untuk menang tidak ada ada.
Mendingan bergabung dengan yang sudah ada.
Mengapa mengubah komposisi partai itu tidak mungkin.
Sebab waktunya juga terlalu mepet untuk lawan bersosialisasi dengan segala macam cara, apalagi berpikir bisa menang.
"Saya pikir itu tidak mungkin dilakukan saat ini," katanya.