Berita Nasional
Natuna Dilirik China, Indonesia Bereaksi Saat Negeri Panda Ajak Buat Proyek Ini di Wilayah NKRI
Natuna Dilirik China, Indonesia Bereaksi Saat Negeri Panda Ajak Buat Proyek Ini di Wilayah NKRI
TRIBUNJAMBI.COM - Negeri Tirai Bambu atau Negeri Panda kini tengah jadi sorotan dunia karena sikap arogansinya yang main klaim sendiri wilayah di luar negaranya.
Selain dari Amerika Serikat, banyak negara di kawasan Asia Tenggara bahkan wilayah lainnya yang menjadi kesal dan mendadak bermusuhan dengan China.
Tetapi Indonesia tidak termasuk di antaranya negara-negara itu.
Pasalnya Indonesia sendiri punya hak. Khususnya yang berkaitan dengan Pulau Natuna.
Sehingga Beijing tak berhak ikut campur di atasnya.
• Penulis Naskah Samudra Cinta Jadi Sasaran Amuk Fans, Gegara Keakraban Rangga Azof dan Cut Syifa
• Ramalan Kesehatan Zodiak Sabtu (5/9) - Taurus Terganggu Sakit Kepala, Sagitarius Hindari Stres
• Laporkan Penggunaan Kata Anjay, Nikita Mirzani Akui Kagum Pada Sosok Lutfi Agizal, Kenapa?
• Cek di cekbansos.siks.kemsos.go.id Untuk Dapat Bansos Rp 500 Ribu, Cair Mulai September 2020
Kendati demikian arogansi China atas Laut China Selatan tak pernah habis.
Proposal pembangunan bahkan masih terus diajukan demi memperlancar agendanya.
Dikutip tribunjambi.com dari Sosok.ID dan The Interpreter pada Senin (31/8/2020), “pembangunan bersama” jelas merupakan istilah yang salah ketika China tidak memiliki saham legal di wilayah Indonesia.
Indonesia telah lama memperjelas posisinya sebagai negara non-penggugat di Laut China Selatan, dengan menyatakan kepentingan utamanya dalam perselisihan tersebut adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut dengan bertindak sebagai perantara yang jujur.
• Cek di cekbansos.siks.kemsos.go.id Untuk Dapat Bansos Rp 500 Ribu, Cair Mulai September 2020
• Panduan Daftar Kartu Prakerja Gelombang 7, Siapkan KTP & KK Login di prakerja.go.id
• Kisah Kelam Artis Lidya Pratiwi, Siapa Sangka Sudah 7 Tahun Bebas dari Penjara dan Berganti Nama
Namun hal ini tidak menghentikan China untuk berusaha menjerat Indonesia dalam visinya sendiri untuk Laut China Selatan.
China telah mengajukan beberapa proposal pembangunan bersama di Laut China Selatan sejak 2017, terutama ditujukan ke Filipina dan Vietnam.
Tapi Indonesia juga jadi unggulan.
China mengusulkan pembentukan Spratly Resource Management Authority (SRMA), dengan keanggotaan tidak hanya dari negara penuntut yang bersengketa, yaitu Brunei, China, Malaysia, Vietnam, dan Filipina, tetapi juga Indonesia.
Huaigao Qi dari Universitas Fudan berpendapat dalam sebuah artikel yang diterbitkan tahun lalu di Journal of Contemporary East Asian Studies bahwa tujuan China adalah memainkan peran konstruktif dalam mempromosikan wilayah yang damai dan stabil.
Serta mengembangkan hubungan baik dengan negara-negara pesisir lainnya dan mengurangi China- Persaingan AS di wilayah yang disengketakan.
Namun dengan mengajukan Indonesia bergabung dengan SRMA, tampaknya Beijing belum mendengar pesan dari Jakarta.
Penerbitan serangkaian catatan diplomatik antara kedua negara baru-baru ini membuat jelas Indonesia waspada terhadap niat China, dan memang demikian.
• Siapa Sebenarnya Rio Tengker? Orang Dekat di Kehidupan Nagita Slavina Namun Tak Pernah Tersorot
• Ingat Pesinetron Revi Mariska? Pemain Drama Kolosal Ini Sempat Diduga Depresi, Ini Kabar Terbarunya
• Video Bocah SD Bikin Tulisan dengan Spasi Terlalu Jauh Saat Ditanya Alasannya Disuruh Ibu Jaga Jarak

Indonesia tidak boleh melibatkan proposal apa pun dari Beijing terkait dengan pembangunan bersama di Laut China Selatan.
Posisi Indonesia jelas bahwa ia bukan penggugat atas fitur apa pun di Laut China Selatan, sehingga tidak ada batasan maritim yang tertunda dengan China.
Meskipun demikian, China secara sepihak bersikeras bahwa zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia dan landas kontinen di lepas pantai Pulau Natuna tumpang tindih dengan klaim China yang disebut "sembilan garis putus-putus".
Indonesia secara konsisten menolak klaim China.
• Anak Nyaris Dimangsa Buaya, Ayah Rela Terjun ke Sungai hingga Duel Sengit, Begini Endingnya!
• Diceraikan Istri saat Stroke, El Ibnu Bertemu Cinta Pertamanya, Tangis Pecah Mantan Ngajak Balikan
• Rizky Febian dan Anya Geraldine Mengaku Sudah Merasa Nyaman Satu Sama Lain
Putusan pengadilan internasional tahun 2016, yang menegaskan bahwa "garis sembilan garis putus-putus" China tidak memiliki dasar hukum internasional yang mendukung posisi Indonesia.
Untuk alasan ini saja, tidak ada dasar bagi Indonesia untuk bergabung dalam perjanjian pembangunan apapun dengan China.
Namun lebih dari itu, untuk menciptakan pembangunan bersama di wilayah yang disengketakan, China diharuskan memiliki klaim yang sah berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Bekerja sama dengan China sama saja dengan memvalidasi klaim Laut China Selatan, sebuah langkah yang akan sepenuhnya bertentangan dengan kepentingan Indonesia.
China tidak pernah menanggapi permintaan diplomatik Indonesia yang meminta klarifikasi melalui sembilan garis putus-putus.
Dalam artikelnya, Huaigao menulis bahwa Beijing sengaja mempertahankan ambiguitas tentang koordinat dan dasar hukum dari garis putus-sembilan dalam upaya untuk menghindari eskalasi dalam sengketa dan menjaga hubungan dengan penuntut ASEAN.
• Prakiraan Cuaca Hari Ini (5/9/2020), Peringatan Dini di 24 Wilayah, Berpotensi Cuaca Ekstrem
• Lionel Messi Tak Jadi Tinggalkan Barcelona, Tahun Depan Hengkang Gratis?
• Geger Mayat Waria Tergantung di Bak Mandi Salon Bangkalan Madura
Ini tampaknya interpretasi yang murah hati, bahkan jika dia mengakui bahwa jika China mengambil tindakan militer lebih lanjut di wilayah yang disengketakan, hubungannya dengan penuntut ASEAN akan memburuk.
Tidak ada alasan untuk mengharapkan kebijakan ini agar sembilan garis putus-putus akan segera berubah.
Dan selama masih ada ambiguitas tersebut, tidak ada kemungkinan itikad baik dari China dalam menegosiasikan usulan pembangunan bersama dengan Indonesia.
Berdasarkan hukum internasional, Indonesia berhak atas hak berdaulat atas ZEE-nya di perairan sekitar Pulau Natuna, dan berhak atas sumber daya yang ada di daerah tersebut.
Jika Indonesia menyetujui proposal pembangunan bersama di bawah SRMA, kemungkinan besar Indonesia akan kehilangan hak kedaulatannya di dalam ZEE ini karena akan ada "Otoritas Manajemen Sumber Daya" untuk mengatur eksplorasi wilayah pengembangan bersama.
Setelah serangkaian insiden dengan China di Laut Natuna Utara dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Joko Widodo memperkuat posisi Indonesia di kawasan ini dengan fokus pada tiga program utama: wisata bahari, energi, dan pertahanan.
Jakarta lebih baik fokus mengembangkan Kepulauan Natuna sendiri, daripada bergabung dengan China.
Perilaku Tiongkok dalam mengawal kapal penangkap ikan ilegal ke ZEE Indonesia di Natuna sering meningkat seiring dengan meningkatnya penegakan hukum di Indonesia.
Publik Indonesia semakin melihat China sebagai ancaman.
• Chord Kunci Gitar Kamu yang Terbaik Raffi Ahmad, Ada Lirik dan Video Klip
• Pemerintah Indonesia Gelontorkan Rp 37 Triliun Untuk Pengadaan Vaksin Covid-19
• TERLENGKAP! Ramalan Zodiak Hari Ini Sabtu 5 September 2020, Karir, Asmara, Keuangan, Kesehatan
Jika pemerintah berbalik dan tiba-tiba memulai pembangunan bersama dengan Beijing di daerah tersebut, kemungkinan besar pertentangan yang meluas bakal digaungkan.
Salah satu alasan ini saja akan menimbulkan pertanyaan mengenai kearifan Indonesia dalam mengupayakan pembangunan bersama di Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara.
Secara keseluruhan, RI jelas alasan untuk menolaknya.
(Rifka Amalia)
(Artikel ini sudah tayang di sosok.id dengan judul "Lancang! Tiongkok Ajak RI Lakukan Pembangunan Bersama meski Natuna Bukan Milik China, Indonesia Jadi Incaran Demi Misi di Laut China Selatan")
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE: