Berita Jambi

Sepi karena Corona, Sepi karena Penertiban, Cerita Orang-orang di Gang Siku 3 Bulan Pascapenertiban

Ada 356 bangunan yang dibongkar, 7 Juni lalu. Kini, hanya jalan kosong yang disisipi kendaraan-kendaraan terparkir yang tersisa.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN
Kondisi Gang Siku terkini. Sejak datangnya pagebluk, ditambah lagi penertiban lapak di kawasan Gang Siku, penumpang makin sepi. Mereka terpukul dua kali. 

Sepi karena Corona, Sepi karena Penertiban; Cerita Orang-orang di Gang Siku Tiga Bulan Pascapenertiban

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sekitar tiga bulan lalu, Pemerintah Kota Jambi menertibkan lapak-lapak di sekitaran Gang Siku.

Ada 356 bangunan yang dibongkar, 7 Juni lalu. Kini, hanya jalan kosong yang disisipi kendaraan-kendaraan terparkir yang tersisa.

Aprizal sedang duduk bersama dua temannya di bawah teriknya matahari siang awal September. Sudah sejak pagi menunggu, baru dua penumpang yang diantarnya.

Padahal, dulu mereka bisa mengantar jauh lebih banyak penumpang sembari menunggu waktu zuhur masuk.

Sejak datangnya pagebluk, ditambah lagi penertiban lapak di kawasan Gang Siku, penumpang makin sepi. Mereka terpukul dua kali.

"Sudah sepi karena corona, tambah lagi sepi karena ditertibkan. Jadi, makin sepi," katanya, Selasa (1/9/2020).

Rute Penerbangan Jambi-Batam Segera Beroperasi, Maskapai Usulkan ke Pihak Bandara Mulai 4 September

Awali dengan Modal Rp180 Ribu, Eka Raup Omzet Jutaan dari Sambal Endes

Rute Penerbangan Jambi-Batam Segera Beroperasi, Maskapai Usulkan ke Pihak Bandara Mulai 4 September

KPU Provinsi Jambi akan Gunakan Sistem Zonasi Saat Pendaftaran Bakal Calon Gubernur

Sebelum penertiban, kawasan tersebut cukup padat. Pedagang mau pun pengunjung pasar acap memanfaatkan jasa ojek untuk mengangkut barang.

Tapi sejak ditertibkan, mobil sudah bisa masuk. Ojek hanya menunggu, jika ada penumpang yang mau diantar.

Aprizal juga bilang, biasanya ada sekitar 10-15 pengojek yang mengetem di sana. Belakangan, sebagian ojek memilih untuk mencari kerja di tempat lain yang lebih pasti.

Ada yang berdagang, ada juga yang menjadi kuli bangunan.

Katanya, lebih pasti. Penghasilan yang diterima pun, bisa lebih besar dari pada mengojek, apa lagi setelah digebuk pagebluk.

"Pernah cuma satu orang sehari. Cuma dapat Rp25.000, karena lumayan jauh. Padahal anak istri juga perlu makan," curahnya.

Tidak jarang mereka mesti menahan selera, mengingat uang yang didapat harus dibawa pulang. Belum lagi jika ada utang dan cicilan motor yang belum lunas.

Di sisi lain, sebagian pedagang mengaku diuntungkan penertiban tersebut. Anggi, satu di antara pedagang pakaian mengaku, omzetnya bertambah.

Lagi pula, biaya untuk mengangkut barang dari dan ke kiosnya, kini dapat diminimalisir.

"Mobil, motor, sudah bisa masuk. Lebih mudah sekarang," ujarnya.

Namun pedagang lain seperti Mama Ica justru merasa lebih diuntungkan saat ada lapak-lapak di tengah jalan Gang Siku itu.

Sebab, cerita dia, secara tidak langsung itu memancing pembeli untuk datang ke tokonya. Belum lagi kadang ada pedagang di lapak yang kekurangan barang, memasok barang dari tokonya.

"Sebenarnya jadi lebih ramai kalau ada lapak-lapak kayak kemarin. Kita tidak anggap mereka pesaing, karena justru kadang rezeki itu dari mereka juga," kenangnya.

Sayangnya, keramaian yang dulu memadati sekitaran Gang Siku, kini berganti.

Pedagang yang sebelumnya menjajakan jualan di lapak-lapak yang berjejer di sana, kini banyak mencari peruntungan di tempat lain.

Kawasan tengah jalan yang sempat lompong beberapa waktu lalu, kini justru terisi kendaraan-kendaraan yang didominasi roda empat yang diparkirkan di sana.

Lapak-lapak pedagang berganti wajah jadi mobil-mobil mengilap.

Sebelum dibongkar, kios dan lapak itu menjadi tempat berjualan aneka barang kebutuhan, mulai dari pakaian, sandal dan sepatu, tas, mainan, barang pecah belah, hingga kuliner.

Idel, pedagang minuman yang sempat berjualan di sana, kini sedikit menyingkir. Dia menuruti kebijakan pemerintah untuk tidak menempati tengah jalan Gang Siku tersebut.

Dia bersyukur, tidak termasuk di antara yang digusur. Namun, pascapenertiban, pembelinya pun ikut sepi.

Menegakkan gerobak dorongnya sejak sekitar pukul 10.00 WIB, biasanya dia pulang sore hari dengan dagangan yang sudah habis.

Aneka buah dan minuman sudah ludes dibeli pengunjung pasar. Tapi sekarang, dia sering membawa pulang dagangannya karena masih bersisa.

"Kalau ditanya pendapatan turun, jauhlah kayaknya. Apa lagi karena corona ini kan, ditambah lagi sekarang di sini makin sepi. Terasa nian," selanya.

Namun hidup terus berjalan. Sudah lima tahun dia mengadu nasib dengan berjualan. Segalanya tetap disyukuri.

Meski pekerja informal seperti mereka juga jarang mendapat perhatian, setidaknya masih ada penghasilan yang bisa dibawa pulang.

"Rezeki itu sudah ada yang atur, yang penting dijalani dululah," tuturnya. (Tribunjambi.com/ Mareza Sutan A J)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved