Berita Jambi
Sepi karena Corona, Sepi karena Penertiban, Cerita Orang-orang di Gang Siku 3 Bulan Pascapenertiban
Ada 356 bangunan yang dibongkar, 7 Juni lalu. Kini, hanya jalan kosong yang disisipi kendaraan-kendaraan terparkir yang tersisa.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Nani Rachmaini
Lagi pula, biaya untuk mengangkut barang dari dan ke kiosnya, kini dapat diminimalisir.
"Mobil, motor, sudah bisa masuk. Lebih mudah sekarang," ujarnya.
Namun pedagang lain seperti Mama Ica justru merasa lebih diuntungkan saat ada lapak-lapak di tengah jalan Gang Siku itu.
Sebab, cerita dia, secara tidak langsung itu memancing pembeli untuk datang ke tokonya. Belum lagi kadang ada pedagang di lapak yang kekurangan barang, memasok barang dari tokonya.
"Sebenarnya jadi lebih ramai kalau ada lapak-lapak kayak kemarin. Kita tidak anggap mereka pesaing, karena justru kadang rezeki itu dari mereka juga," kenangnya.
Sayangnya, keramaian yang dulu memadati sekitaran Gang Siku, kini berganti.
Pedagang yang sebelumnya menjajakan jualan di lapak-lapak yang berjejer di sana, kini banyak mencari peruntungan di tempat lain.
Kawasan tengah jalan yang sempat lompong beberapa waktu lalu, kini justru terisi kendaraan-kendaraan yang didominasi roda empat yang diparkirkan di sana.
Lapak-lapak pedagang berganti wajah jadi mobil-mobil mengilap.
Sebelum dibongkar, kios dan lapak itu menjadi tempat berjualan aneka barang kebutuhan, mulai dari pakaian, sandal dan sepatu, tas, mainan, barang pecah belah, hingga kuliner.
Idel, pedagang minuman yang sempat berjualan di sana, kini sedikit menyingkir. Dia menuruti kebijakan pemerintah untuk tidak menempati tengah jalan Gang Siku tersebut.
Dia bersyukur, tidak termasuk di antara yang digusur. Namun, pascapenertiban, pembelinya pun ikut sepi.
Menegakkan gerobak dorongnya sejak sekitar pukul 10.00 WIB, biasanya dia pulang sore hari dengan dagangan yang sudah habis.
Aneka buah dan minuman sudah ludes dibeli pengunjung pasar. Tapi sekarang, dia sering membawa pulang dagangannya karena masih bersisa.
"Kalau ditanya pendapatan turun, jauhlah kayaknya. Apa lagi karena corona ini kan, ditambah lagi sekarang di sini makin sepi. Terasa nian," selanya.
Namun hidup terus berjalan. Sudah lima tahun dia mengadu nasib dengan berjualan. Segalanya tetap disyukuri.
Meski pekerja informal seperti mereka juga jarang mendapat perhatian, setidaknya masih ada penghasilan yang bisa dibawa pulang.
"Rezeki itu sudah ada yang atur, yang penting dijalani dululah," tuturnya. (Tribunjambi.com/ Mareza Sutan A J)