Kolonep Moeng Danjen Kopassus Legendaris, Meski Hanya Bawa Pisau Komando Harus Menang
Perubahan warna baret Kopassus itu memiliki cerita tersendiri, di tengah kondisi Republik Indonesia yang masih berumur muda.
Kolonep Moeng Danjen Kopassus Legendaris, Meski Hanya Bawa Pisau Komando Harus Menang
TRIBUNJAMBI.COM - Namanya Kolonel Moeng, Kopassus legendaris yang tertib.
Kala itu, nama pasukan elite TNI AD ini masih RPKAD, Resimen Para Komando Angkatan Darat.
Pada masa Kolonel Moeng, pelatihan untuk anggota Para Komando dirintis. Pada masa itu juga, terjadi perubahan warna baret Kopassus dari cokelat menjadi merah darah.
Perubahan warna baret Kopassus itu memiliki cerita tersendiri, di tengah kondisi Republik Indonesia yang masih berumur muda.
• Cuma Pakai Jins Biru Kopassus Datang, Misi Rahasia Tak Pakai Baret Merah Andalan
• Jenderal di Pentagon Kaget Kopassus Keluarkan Tenaga Dalam, Kertas Tak Sobek saat Berdiri
• Kisah 7 Kopassus dan Misteri Hutan Papua, Kejutan di Lembah X saat Temuan Kaki dengan Sepatu
Siapa sebenarnya Kolonel Moeng?
Nama Kolonel Moeng Pahardimulyo terkenal di pasukan khusus TNI sejak 1960-an. Saat itu, Komando Pasukan Khusus atau Kopassus masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat ( RPKAD).
Kolonel Moeng merupakan komandan yang terkenal keras dan disiplin. Dia dikenal gemar menerapkan hidup sederhana.
Jejak karier di RPKAD (Kopassus):
Danyonif Linud 305/Tengkorak (1949 - 1953)
Komandan RPKAD (1958 - 1964)
Pangkat terakhir: Mayor Jenderal TNI (Purn.) i
Tempat tanggal lahir: Yogyakarta, 11 Januari 1925
Meninggal: Jakarta, 28 Desember 2012
Moeng pernah menjabat sebagai Komandan RPKAD dengan pangkat letnan kolonel, yang pelantikkannya berlangsung di Manado pada 3 Agustus 1958.
Moeng saat itu langsung terjun ke medan operasi memimpin RTP 1 untuk Merebut Kota Tondano.
Dalam masa kepemimpinan itu terjadi perubahan baret prajurit dari warna cokelat (seperti baret Artileri) menjadi warna merah. Pada masanya juga, diciptakan pakaian pakaian dinas lapangan (PDL) loreng khusus "darah mengalir", mengantikan seragam PDL loreng lama yang digunakan prajurit para komando.
Dia memiliki prinsip yang sangat keras. Setiap prajurit Kopassus, walau hanya bersenjata sebilah pisau komando, harus bisa memenangkan pertempuran.
Kolonel Moeng juga berpesan supaya pasukan khusus bisa survive ketika sedang berada di hutan selama berhari-hari hanya berbekal pisau komando.
Dalam soal survival, Kolonel Moeng memang bukan hanya bisa memberikan perintah. Dia langsung memberikan contoh nyata.
Bikin kaget
Suatu kali, Kolonel Moeng melaksanakan inspeksi ke lokasi pendidikan siswa komando di Citatah, Bandung, Jawa Barat.
Dalam suatu latihan survival, siswa komando berhasil menangkap ular sanca.
Setelah dikuliti, ternyata terdapat sekira 20 telur di dalam perut ular sanca itu.
Telur sanca berbentuk untaian seperti batang rokok berderet memanjang itu masih terbungkus balutan lemak yang tebal.
Kolonel Moeng lalu mengambil enam untaian telur sanca dan lemaknya, lalu menelannya mentah-mentah dalam sekejap.
Semua siswa komando dan para instrukturnya hanya bisa terbelalak melihat ‘keganasan’ Kolonel Moeng saat menelan untaian telur sanca.
Para siswa dan pelatih hanya bisa menjawab, ‘Siap...!’, ketika diperintahkan untuk menelan telur-telur sanca yang masih terbalut lemak dengan cara seperti dilakukan oleh Kolonel Moeng. (Intisarionline/Sumber: Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009)
Letnan Jenderal TNI (Purn) Sintong Hamonangan Panjaitan atau biasa dirujuk Sintong Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 4 September 1940.
Minat Sintong pada bidang militer muncul saat berumur tujuh tahun yang pada saat itu rumahnya kerap terkena bom P-51 Mustang Angkatan Udara Kerajaan Belanda. Itu membuatnya ingin masuk angkatan udara.
Dia merupakan TNI lulusan Akademi Militer Nasional (kini Akademi Militer) tahun 1963.
Kariernya di militer:
Penasihat Militer Presiden BJ Habibie
Sesdalopbang (Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan)
Pangdam IX/Udayana
Danjen Kopassus
Sintong Pandjaitan menerima 20 perintah operasi/penugasan di dalam dan luar negeri selama karier militernya. Dia tersandung lantaran peristiwa Santa CruZ di Dili.
Pada 1969, Sintong dikutsertakan dalam upaya membujuk kepala-kepala suku di Irian Baratuntuk memilih bergabung bersama Indonesia dalam Penent uan Pendapat Rakyat.
Berbagai prestasi Sintong di kesatuan khusus TNI-AD ini mengantarkannya ke kursi Komandan Kopassandha di periode 1985-1987, menggantikan Brigjen Wismoyo Arismunandar.
Sintong Panjaitan merupakan pemimpin Grup-1 Para Komando yang terjun dalam operasi pembebasan kontra terorisme dalam peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla, 31 Maret 1981.
Saat itu pangkatnya letnan kolonel. Walaupun terdapat dua korban jiwa (satu pilot dan satu anggota Para Komando), operasi tersebut dinilai sukses oleh pemerintah Indonesia karena selamatnya seluruh awak dan penumpang pesawat yang lain, sehingga ia beserta tim-nya dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat.
Ikuti ksah-kisah pasukan elite TNI AF Kopassus di tribunjambi.com.
• Baret Merah Kopassus Dibantingnya dan Perwira TNI pun Terdiam, Cuma Sosok Ini yang Berani Lakukannya
• CERITA Unik Mahaguru Pelempar Pisau Kopassus, Saking Jagonya, Pohon Randu Tak Ada yang Selamat
• Ini yang Bakalan Dirasakan Para Calon Anggota Kopassus, Dilepas Tanpa Bekal Di Nusakambangan