Ternyata, Aceh Pernah Dua Kali Ajukan Jadi Negara Bawahan Turki Utsmani, Tapi Ditolak
Kesultanan Aceh ternyata pernah mengajukan diri untuk menjadi negara vassal (bawahan) kekhalifahan Turki Utsmani/Ottoman.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Kesultanan Aceh ternyata pernah mengajukan diri untuk menjadi negara vassal (bawahan) kekhalifahan Turki Utsmani/Ottoman.
Kejadian tersebut diungkapkan oleh Prof Oman Fathurahman, Filolog UIN Jakarta.
Prof Oman Fathurahman mengatakan, tetapi (permintaan Kesultanan Aceh) itu ditolak karena sejumlah pertimbangan.
"Jika Aceh disetujui sebagai vassal, nanti yang lain minta juga.
Turki tidak mau Nusantara menjadi bagian dari sistem pemerintahannya.
Tetapi untuk menjadi saudara iya, semangatnya adalah semangat keagamaan," kata Oman dalam diskusi daringnya, Selasa (25/8/2020).
• Lagi, Jasa Raharja Cabang Jambi Salurkan Bantuan Bina Lingkungan
• Polisi Masih Cari Siapa Pelaku Pembakaran Lahan PT Kharisma Yang Terletak di Desa Kemingking Dalam
• Niat Puasa Tasua & Asyura, Puasa Sunnah yang Dapat Hapus Dosa Setahun
Meski tidak menjadikan Aceh sebagai negara vassal, kata dia, Turki tetap berkomitmen membantu mengirimkan bantuan militer saat diminta.
Terbukti ada suplai bala militer dari Turki saat Aceh meminta untuk melawan tentara kolonial.
Dari sejumlah manuskrip yang diteliti, Oman mengatakan Aceh memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan Turki Utsmani tetapi tidak ada riwayat sebagai negara vassal.
Alih-alih kesultanan lain di Nusantara menjadi negara vassal Turki, Oman mengatakan Aceh merupakan kesultanan Nusantara yang paling dekat dengan kekhalifahan Utsmani tetapi tidak sukses menjadi negara bawahan.
• Usai Pesta Miras Lima Muda-mudi Meregang Nyawa, Polisi Tangkap Tersangka Penjual Miras,
Pada abad 16 Aceh pernah mengajukan diri sebagai negara vassal dan di abad 19 kembali meminta tetapi Turki tetap menolak.
Turki, kata dia, beranggapan tidak ada keuntungan signifikan jika menjadikan Aceh sebagai negara vassal.
Selain itu, Aceh juga beberapa kali dipimpin oleh pemimpin perempuan (sultanah) yang bertentangan dengan prinsip kekhalifahan.
Setidaknya, kata dia, mulai abad 14, Aceh memiliki empat sultanah yang menjadi persoalan sulitnya menjadi bagian dari kekhalifahan yang patriarkis.
"Dari penelitian juga tidak ada skrip yang menyebut Nusantara bagian dari Utsmani, termasuk di Aceh. Soal Aceh bagian Turki itu bertentangan dari nilai kekhalifahan, seperti syarat pemimpinnya harus laki-laki," kata dia.