Korsel, Jerman, Hong Kong, Jepang, AS & Singapura Resesi Karena Covid-19, Ekonomi Indonesia Ambruk?
Resesi atau kemerosotan merupakan suatu kondisi saat Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara menurun atau saat pertumbuhan ekonomi riil bernilai
TRIBUNJAMBI.COM - Wabah virus corona Covid-19 memberikan dampak yang signifikan atau pukulan telak terhadap berbagai bidang kehidupan, tak terkecuali ekonomi.
Berbagai negara di dunia pun dihadapkan dengan momok resesi ekonomi.
Bahkan saat ini, sudah ada lima negara besar dunia yang sudah terperosok ke jurang resesi.
Resesi atau kemerosotan merupakan suatu kondisi saat Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara menurun atau saat pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Dampak resesi antara lain bisa mengakibatkan penurunan seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan.

Jika ekonomi mengalami penurunan secara drastis, hal ini disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse).
Berikut adalah daftar enam negara yang sudah secara resmi jatuh ke jurang resesi:
• Uang Rp 546 Miliar Milik Djoko Tjandra Sudah Disita, Wakil Jaksa Agung: Saya Telah Lakukan Eksekusi
• Giring Nidji Dianggap Nekat Maju Capres 2024, Pengamat Sebut Belum Banyak Pengalaman Politik
Perekonomian Korea Selatan mencatat resesi teknis pertama sejak 2003 pada kuartal Juni.
Pembatasan aktivitas akibat dari pandemi virus corona menekan kegiatan ekonomi dan permintaan global.
Melansir Reuters, bank sentral Korsel mengatakan, tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) Korsel mengalami penurunan sebesar 3,3% yang disesuaikan secara musiman pada kuartal Juni.
Sebagai perbandingan, pada kuartal sebelumnya PDB Korsel menurun 1,3%. Kontraksi tersebut jauh lebih buruk daripada kontraksi 2,3% yang terlihat dalam jajak pendapat Reuters.
Ekspor barang dan jasa dari negara dengan perekonomian yang bergantung pada perdagangan ini anjlok 16,6%, atau mencatat angka terburuk sejak kuartal terakhir 1963.
Itu merupakan hampir 40% dari PDB nominal negara tahun lalu.
Konsumsi swasta, yang menghasilkan hampir setengah dari PDB negara itu, bagaimanapun, naik 1,4% berdasarkan basis kuartal-ke-kuartal, naik dari penurunan 6,5% pada kuartal Maret.
Dari tahun sebelumnya, ekonomi Korsel menyusut 2,9% pada periode April-Juni, secara tajam membalikkan ekspansi 1,4% yang terlihat pada tiga bulan sebelumnya.
Penurunan ini juga lebih curam dari penurunan 2,0% yang diperkirakan dalam jajak pendapat Reuters.
2. Jerman
Ekonomi Jerman mengalami kontraksi pada tingkat tertajam atau menembus rekor rekor pada kuartal kedua karena runtuhnya belanja konsumen, investasi perusahaan, dan ekspor selama puncak pandemi Covid-19.
Kondisi itu menghapus angka pertumbuhan ekonomi selama hampir 10 tahun.
Reuters memberitakan, kantor Statistik Federal mengatakan output domestik bruto di ekonomi terbesar Eropa itu menyusut 10,1% dalam basis kuartal-ke-kuartal dari April hingga Juni setelah revisi kontraksi 2,0% dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Penurunan ini merupakan yang paling curam sejak badan statistik mulai mengumpulkan data pertumbuhan triwulanan pada tahun 1970 dan lebih buruk dari kontraksi 9% yang diprediksi oleh para ekonom dalam jajak pendapat Reuters.
"Sekarang sudah resmi, ini adalah resesi seabad," kata ekonom DekaBank Andreas Scheuerle.
• Amien Rais Bentuk Partai Baru Tolak Kembali Bergabung ke PAN, Disebut Sudah Tidak Nyaman
• Promo Indomaret 26 Agustus-1 September 2020 - Produk Susu, Kebutuhan Dapur, Snack, Personal Care
3. Hong Kong
Ekonomi Hong Kong mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam satu dekade pada tahun 2019 ketika terjadi protes anti-pemerintah yang disertai kekerasan dan tarif perdagangan antara Washington dan Beijing pada kuartal terakhir tahun lalu.
Melansir Reuters, ekonomi Hong Kong menyusut 0,4% yang disesuaikan secara musiman pada Oktober-Desember dari kuartal sebelumnya, versus kontraksi 3,0% yang direvisi pada Juli-September.
Secara tahunan, ekonomi menyusut 2,9%, dibandingkan dengan penurunan 2,8% yang direvisi pada kuartal ketiga.
Untuk keseluruhan tahun 2019, produk domestik bruto riil mengalami kontraksi sebesar 1,2%, penurunan tahunan pertama sejak 2009.
4. Jepang
Perekonomian Jepang tergelincir ke dalam jurang resesi untuk pertama kalinya dalam 4,5 tahun pada kuartal I 2020. Kondisi ini menempatkan Jepang pada jalur kemerosotan terdalam pascaperang ketika krisis virus corona merusak bisnis dan konsumen.
"Sudah hampir pasti bahwa ekonomi mengalami penurunan yang lebih dalam pada kuartal saat ini," kata Yuichi Kodama, kepala ekonom di Meiji Yasuda Research Institute. "Jepang telah memasuki resesi besar-besaran."
Data produk domestik bruto (PDB) resmi menunjukkan, ekonomi terbesar ketiga di dunia itu mengalami penurunan tahunan sebesar 3,4% pada kuartal pertama 2020.
Sebelumnya, Jepang terakhir kali mengalami resesi di paruh kedua 2015.
5. Singapura
Ekonomi Singapura mengalami kontraksi rekor pada kuartal kedua 2020.
Kondisi itu menyebabkan resesi dan menempatkan negara yang bergantung pada perdagangan tersebut pada kemerosotan terburuk yang pernah terjadi tahun ini ketika wabah virus corona mengekstraksi banyak kerugian pada bisnis.
Produk domestik bruto (PDB) anjlok dengan rekor 41,2% dalam tiga bulan yang berakhir Maret, berdasarkan basis tahunan kuartal ke kuartal, data awal dari Kementerian Perdagangan dan Industri.
Pencapaian tersebut lebih buruk daripada ekspektasi ekonom yakni 37,4% penurunan dalam jajak pendapat Reuters.
Secara year on year, PDB menukik 12,6% dibandingkan perkiraan ekonom yang mematok angka PDB di 10,5%.
Sektor manufaktur tumbuh 2,5% dari tahun lalu, terutama karena lonjakan output di sektor biomedis, meskipun itu masih lebih rendah dari kenaikan 8,2% pada kuartal pertama.
Kemerosotan PDB kali ini merupakan yang kedua kalinya secara berturut-turut bagi Singapura.
Pada kuartal I 2020, ekonomi Singapura menurun 0,3% tahun-ke-tahun (yoy) dan 3,3% kuartal-ke-kuartal. Ini memenuhi definisi untuk resesi teknis.
6. Amerika Serikat
Perekonomian Amerika Serikat jatuh ke jurang resesi pada kuartal II 2020 setelah mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif 32,9%.
Pada kuartal I 2020, negara adidaya ini mengalami kontraksi 5% pada ekonominya.
Tingkat konsumsi rumah tangga merosot 25%, sementara indeks harga konsumen anjlok 1,5%.
Bisa dikatakan, ini merupakan periode terburuk perekonomian AS, bahkan bila dibandingkan dengan periode Depresi Besar.
Untuk perbandingan saja, kuartal terburuk perekonomian AS selama Krisis Keuangan Global tahun 2008 adalah minus 8,4% pada kuartal IV-2008.
• Baim Wong Panik Saat Tahu Banyak Karyawannya Reaktif Covid-19, Hasil Tes Swab Massal Bikin Syok!
• BMKG Prediksi 10 Wilayah Ini Akan Alami kemarau Panjang, Ada yang Sampai 3 Bulan Tanpa Hujan
• Jaksa Agung Bantah Video Call Dengan Jaksa Pinangki Setelah Djoko Tjandra Bayar 100 Juta Dollar
Indonesia Kian Dekat Resesi
Ancaman resesi kian nyata.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III mendatang berada di kisaran 0 persen hingga minus 2 persen.
Adapun untuk keseluruhan tahun 2020, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di kisaran -1,1 persen hingga positif 0,2 persen.
Jika proyeksi tersebut terealisasi, artinya Indonesia menghadapi pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut
Dengan demikian, maka kondisi perekonomian RI masih dalam kategori resesi teknis.
"Kalau indikator di Juli, di kuartal III, terjadi down side risk, suatu risiko nyata. Kuartal-III di kisaran 0 persen hingga negatif 2 persen," jelas Sri Mulyani ketika memberikan paparan dalam konferensi pers APBN KiTa, Selasa (25/8/2020).
Bendahara Negara itu menjelaskan, kinerja perekonomian pada kuartal III tidak sesolid yang dibayangkan.
Nyatanya, kinerja ekspor dan impor, hingga indikator tingkat produktifitas manufaktur serta sektor keuangan justru kembali ke zona negatif pada periode Juli 2020 ini.
Sri Mulyani pun mengatakan, kunci utama untuk mengerek kinerja perekonomian pada kuartal III adalah investasi dan konsumsi domestik.
"Kalau tetap negatif meski pemerintah sudah all out maka akan sulit untuk masuk ke zona netral tahun ini," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun mengatakan, Presiden Joko Widodo telah meminta beberapa menteri untuk fokus pada indikator investasi yang sempat mengalami kontraksi cukup dalam, yakni sebesar -9,61 persen.
Di sisi lain, dari sektor konsumsi, selain bansos yang digelontorkan pemerintah, juga diperlukan dorongan dari kelas menengah dan atas.
"Outlook kita sangat tergantung konsumsi dan investasi, dan pemerintah akan melakukan berbagai kebijakan untuk mengembalikan confident itu," jelas Sri Mulyani.
Berita ini tayang di Kontan dengan judul: Daftar enam negara dunia yang terperosok ke jurang resesi dan Kompas dengan judul Resesi Kian Nyata, Sri Mulyani Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Minus 2 Persen",