Kepercayaan Mistis Malam 1 Suro - Kembalinya Arwah Leluhur hingga Larangan Keluar Rumah

Bagi sebagian masyarakat, Malam 1 Suro diyakini memiliki mistis. Dalam kepercayaan sebagian masyarakat Jawa, Malam 1 Suro dipandang memiliki makna

Editor: Suci Rahayu PK
Ilustrasi malam 1 Suro 

4. Tidak Boleh Melakukan Kegiatan di Malam Suro

Banyak orang disekitar kita menyakini, bahwa banyak melakukan kegiatan saat malam suro juga dikaitkan dengan kesialan.

Masyarakat luas yang nekat melakukan tidak meraih hasil yang diinginkan.

Misalnya, memancing saat malam hari.

Apabila nekat, dalam semalam saat mancing, tak akan mendapat ikan satupun.

Mirip Mata, Ini Fenomena Misteri Penampakan Awan Raksasa di Nagan dan Aceh Barat Diungkap BMKG

Bandingkan Pacar Nagita Slavina dan Raffi Ahmad Sebelum Menikah, Ternyata Jumlahnya Jauh

5. Malam 1 Suro adalah Lebarannya Makhluk Gaib

Kisah ini pasti sudah kerap terdengar di telinga kita, sebagian masyarakat pada masa lalu mempercayai jika Malam 1 Suro merupakan lebaran bagi makhluk gaib sehingga banyak di antara mereka yang keluar dari tempat persinggahan masing-masing.

Anehnya mitos ini kerap dikaitkan dengan adanya penampakan serta gangguan makhluk halus di malam tersebut.

Entah darimana awal mitos ini muncul yang jelas mitos tersebut hingga kini masih banyak dipercaya.

Percaya atau tidak, semua kembali ke pribadi masing-masing.

Bubur Suro, Sajian Khas Peringatan Malam 1 Suro

Tanggal 1 Suro (1 Muharram dalam tarikh Islam atau 1 Asyura) diperingati oleh masyarakat Jawa dengan cara khas dan dilaksanakan secara turun-temurun selama berabad-abad.

Seperti halnya dalam tradisi dan budaya yang lain, setiap ritual pelintasan (rites of passage) selalu diiringi dengan elemen kuliner sebagai lambang.

Masyarakat Jawa menghadirkan bubur suran atau bubur suro pada malam menjelang datangnya 1 Suro atau malam Tahun Baru Islam 1 Muharram.

Dalam konsep Jawa, setelah lewat pukul empat petang dianggap sudah memasuki hari baru esok.

Harus diingat, bubur suro bukanlah sesajen yang bersifat animistik.

Bubur suro syarat dengan lambang, dan karenanya harus dibaca, dilihat, dan ditafsirkan sebagai alat (uba rampe dalam bahasa Jawa) untuk memaknai 1 Suro atau Tahun Baru yang akan datang.

Bubur suro dibuat dari beras, santan, garam, jahe, dan sereh.

Rasanya gurih dengan nuansa asin-pedas tipis.

Di atas bubur ini ditaburi serpihan jeruk bali dan bulir-bulir buah delima, serta tujuh jenis kacang.

Yaitu kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kedelai, kacang merah, kacang tholo, kacang bogor – sebagian digoreng, sebagian direbus.

Diakhiri dengan beberapa iris ketimun dan beberapa lembar daun kemangi.

Bayangkan, bauran elemen bahan dan bumbu yang menghadirkan berbagai tekstur.

Klethik, klethuk, kriuk, krenyes … Hmm!


Ilustrasi bubur suro (YouTube/Kreasi Culinary Banyuwangi)
Ilustrasi bubur suro (YouTube/Kreasi Culinary Banyuwangi)

Lauk yang umum dipakai untuk mendampingi bubur suro adalah opor ayam yang mlekoh serta sambal goreng labu siam berkuah encer dan pedas.

Campuran itu menjadikan bubur suro sangat bergizi.

Sebagai uba rampe, bubur suro tidak hadir sendiri.

Ada lagi uba rampe lain berbentuk sirih lengkap, kembar mayang, dan sekeranjang buah-buahan.

Hadirnya sirih lengkap melambangkan asal-usul dan penghormatan atau pengenangan kita kepada orang tua dan para leluhur – khususnya yang telah mendahului kita.

Sirih lengkap – biasanya diletakkan dalam bokor kuningan atau tembaga – selalu hadir sebagai kelengkapan dalam ritual pelintasan Jawa dengan makna yang sama.

Di Tanah Melayu, kita juga melihat tradisi sekapur sirih ini untuk menyambut tamu yang datang berkunjung.

Kembar mayang yang hadir pada peringatan 1 Suro berbeda dengan kembar mayang yang kita lihat pada upacara pernikahan masyarakat Jawa.

Disebut kembar mayang karena memang terdiri atas dua vas bunga.

Masing-masing vas berisi tujuh kuntum mawar merah, tujuh kuntum mawar putih, tujuh ronce (rangkaian) melati, dan tujuh lembar daun pandan.

Kenapa harus serba tujuh?

Tujuh melambangkan jumlah hari dalam seminggu.

Maknanya, dalam hidup setiap hari, kita harus selalu punya tekad dan keberanian untuk bertindak (dilambangkan dengan mawar merah).

Tetapi, semua tindakan itu harus dilandasi dengan niat yang bersih dan benar, seperti dilambangkan oleh mawar putih.

Akhirnya, semua tindakan itu harus mampu mengharumkan dunia umat manusia, seperti dilambangkan dengan rangkaian bunga melati dan daun pandan.

Sekeranjang buah-buahan juga diisi dengan tujuh jenis buah, dan masing-masing terdiri atas tujuh butir, misalnya: tujuh jeruk, tujuh salak, tujuh rambutan, dan lain-lain.

Maknanya adalah agar semua pekerjaan dan tindakan menghasilkan buah yang manis dan bermanfaat bagi sesama.

Di Tasikmalaya dan Garut, ada beberapa kelompok masyarakat yang juga merayakan tradisi 10 Muharram ini dengan bubur sura.

Yang pada intinya terdiri atas bubur merah dan bubur putih yang masing-masing disimpan secara terpisah.

Bubur merah dan bubur putih ini kemudian diusung ke masjid desa bersama hahampangan (berbagai makanan kecil) untuk disantap berjemaah.

  ( tribunjambi.com )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved