Soal Penyegelan di Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan, Liona NS: Hormati Budaya Asli

Menurut Liona, menjadi jelas Pemerintah Kabupaten Kuningan dan sekelompok masyarakat dan atau oknum ormas intoleran melakukan suatu kekeliruan besar

Editor: Duanto AS
(KOMPAS.com/ MUHAMAD SYAHRI ROMDHON)
Makam sesepuh Sunda Wiwitan yang disegel Pemda Kuningan karena dianggap tugu, Selasa (21/7/2020). 

TRIBUNJAMBI.COM - Persekusi dan penyegelan bakal makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat menjadi sorotan banyak pihak.

Pemerintah Kabupaten Kuningan menyegel situs tersebut pada Senin (10/7/2020) lalu.

Dr iur Liona Nanang Supriatna, SH, MHum, pakar hak asasi manusia yang juga putera asli Cigugur, berpendapat Larangan dan Penyegelan Pembangunan Makam Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) di Cigugur oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan dan sekelompok oknum ormas intoleran, menunjukan hilangnya kepercayaan diri akan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia khususnya di bidang hak budaya.

Promo Tiket Kereta Api Jelang Idul Adha 2020 - Perhatikan Rute dan Waktunya

Putin Siapkan Rudal Hipersonik, Mulai Gelisah Lantaran Trump akan Lakukan Ini di Perairan Eropa

Liona yang saat ini menjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, mengatakan kelompok masyarakat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) di Cigugur – Kuningan kembali mengalami perlakuan diskriminatif dan intoleransi.

"Tindakan restriktif pemerintah Kabupaten Kuningan serta penggerudukan ke lokasi pemakaman masyarakat Adat Karuhun Urang oleh kelompok oknum masyarakat dan atau ormas intoleran adalah tindakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila, UUD NRI 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, disingkat ICESCR) 1966 yang telah diratifikasi oleh Indonesia," ujarnya, Minggu (26/7/2020).

Menurut alumnus PPRA 58 Lemhannas RI ini, tindakan restriktif dan penggerudukan adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan sikap asli bangsa Indonesia yang selalu melekat dalam dirinya yakni memiliki tanggapan indera atau ungkapan rasa kasih sayang/cinta kasih sesama anak bangsa, memiliki pemikiran atau rasionalitas budi baik, selalu bertindak konkrit, jelas dan nyata demi mengupayakan hidup rukun dengan siapapun untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila.

"Nilai-nilai hak asasi manusia khususnya hak budaya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari substansi UUD 1945 dan hal tersebut menjadi bagian penting bagi bangsa Indonesia sebagai suatu negara demokrasi konstitusi. Tindakan restriktif dan penggerudukan terhadap makam masyarakat Adat Karuhun Urang jelas sangat bertentangan dengan prinsip tanggung jawab negara dalam memajukan kebudayaan nasional, Pasal 32 UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya," ujar Liona N Supriatna yang juga adalah Presiden Bandung Lawyers Club Indonesia.

Menurut Liona, menjadi jelas Pemerintah Kabupaten Kuningan dan sekelompok masyarakat dan atau oknum ormas intoleran melakukan suatu kekeliruan besar, dan mengalami krisis kepercayaan diri terhadap budaya sendiri.

"Lagipula Kelompok Keperayaan Adat Karuhun Urang telah hidup atau eksis bahkan sebelum Indonesia lahir," lanjutnya.

Masyarakat Indonesia adalah bagian dari masyarakat dunia, terlebih Indonesia telah meratifikasi beberapa Kovenan atau Perjanjian Internasional, salah satunya adalah kovenan internasional yang mengatur tentang hak ekonomi, sosial dan budaya.

Dalam kovenan ini ditegaskan bahwa Negara-negara pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya; menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapannya; memperoleh manfaat dari perlindungan atas kepentingan moral dan material yang timbul dari karya ilmiah, sastra atau seni yang telah diciptakannya.

Liona yang juga Ketua Presidium ISKA bidang hukum dan hak asasi manusia menjelaskan lebih lanjut bahwa langkah-langkah yang harus diambil oleh negara pihak pada kovenan ini untuk mencapai perwujudan sepenuhnya dari hak ini, harus meliputi pula langkah-langkah yang diperlukan guna melestarikan, mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Kronologi Peristiwa Mencekam 27 Juli 1996, Kantor PDI Dijaga Pasukan Anti Huru-hara

"Dengan demikian masyarakat Indonesia harus dapat menjunjung tinggi hak kebudayaan ini agar Negara Indonesia terhindar masuk pada katergori negara yang paling buruk penghormatan terhadap hak asasi manusia," katanya.

“Pemerintah Daerah Kuningan seharusnya bersikap dan bertindak melalui kebijakan-kebijakan yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan kultural atau budaya, kearifan lokal, kearifan tradisional, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai moral dan norma-norma yang bernilai tinggi mencitrakan nasionalitas kebangsaan dan lokalitas khas daerah Kuningan, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila bukannya malah menggusurnya,” pungkas Liona yang juga Penasihat Lawyers Social Indonesia

Mengutip kompas.com, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta tak ada persekusi sepihak dalam insiden penyegelan bakal makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan.

Dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Jumat (24/7/2020), pria yang akrab disapa Emil ini meminta Bupati Kuningan untuk segera menyelesaikan polemik tersebut agar tak menimbulkan kesalahpahaman.

"Terkait masalah area pemakaman masyarakat Sunda Buhun di Kuningan, Bupati Kuningan sudah diarahkan agar memediasi kesalahpahaman antara berbagai pihak," ujar Emil, sapaan akrabnya, Jumat sore.

Kasus 13 Karyawan PetroChina Positif Covid-19, Sekda Tanjabbar Imbau ASN Patuhi Protokol Kesehatan

Ia berharap permasalahan tersebut bisa segera diselesaikan secara musyawarah untuk menghindari adanya konflik berkepanjangan.
"Selama tidak ada aturan hukum yang dilanggar, tidak boleh ada tafsir dan persekusi sepihak. Karena ini adalah negeri Pancasila," jelasnya.

Seperti diberitakan, bakal makam sesepuh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Desa Cisantana, Kecamtan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat disegel pemerintah daerah setempat pada Senin (10/7/2020).

Makam tersebut rencananya akan digunakan untuk Pangeran Djatikusumah (88) dan istrinya.

Menurut Kepala Satpol PP Kabupaten Kuningan Indra Purwantoro, bangunan makam yang ia sebut tugu tersebut tidak memiliki izin.

Pihaknya mengklaim telah tiga kali mengirimkan surat peringatan dan hingga Senin pihak Akur Sunda Wiwitan tak dapat menunjukkan surat izin.

“Ini sudah sesuai SOP Satuan Pamong Polisi Praja. Kita sudah tiga kali menyampaikan surat peringatan." "Setelah surat peringatan ketiga, belum dapat menujukan legalitas perizinan, SOP kami ya dilakukan penyegelan,” kata Indra kepada Kompas.com saat ditemui di kantornya Senin siang (20/7/2020).

Indra mengatakan telah mempersilakan pihak Akur Sunda Wiwitan untuk mengajukan izin ke dinas terkait.

Sebelum Tewas, Istrinya Sering Minta Tolong Karena Sering Disiksa Suaminya

Jika tujuh hari setelah penyegelan tak bisa menunjukkan surat izin, Indra mengatakan Satpol PP akan memberi waktu 30 hari pada Akur Sunda Wiwitan untuk membongkar sendiri bangunan tersebut.

Jika 30 hari tak segera dibongkar maka Satpol PP yang akan melakukan pembongkaran. Indra mengatakan tindakan yang dilakukan Satpol PP merujuk pada Perda Kabupaten Kuningan Nomor 13 tahun 2019 tentang penyelenggaraan IMB, dan juga Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Satpol PP.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved