Hanya 2 Smelter Baru yang Beroperasi, Dampak Covid-19 pada Pengiriman Barang dan Tenaga Ahli

Hilirisasi tambang mineral melalui fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) kembali meleset dari target. Tambahan smelter baru pada tahun ini

Editor: Fifi Suryani
zoom-inlihat foto Hanya 2 Smelter Baru yang Beroperasi, Dampak Covid-19 pada Pengiriman Barang dan Tenaga Ahli
Shutterstock
Ilustrasi: smelter

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Hilirisasi tambang mineral melalui fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) kembali meleset dari target. Tambahan smelter baru pada tahun ini saja dipastikan berkurang dari rencana awal.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengungkapkan, semula target akan ada tambahan 4 smelter baru yang beroperasi di tahun ini.

Namun, yang masih memungkinkan untuk bisa beroperasi tahun ini hanya ada 2 smelter.

Adapun, keempat smelter yang awalnya dijadwalkan beroperasi tahun ini, pertama, smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 64.655 ton Feronikel.

Kedua, smelter timbal PT Kapuas Prima Coal (KPC) di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dengan kapasitas produksi 22.924 ton timbal bullion.

Ketiga, smelter nikel PT Arthabumi Sentra Industri di Morowali, Sulawesi Tengah yang akan menghasilkan 72.965 ton Nikel Pig Iron.

Keempat, smelter mangan yang dibangun oleh PT Gulf Mangan Grup di Kupang, Nusa Tenggara Timur yang akan memproduksi 40.379 ton ferromangan.

Dari keempat proyek smelter itu, hanya smelter FeNi Antam dan timbal KPC yang dijadwalkan bisa selesai dalam periode kuartal III atau kuartal IV tahun ini.

"Untuk target 2020 dari 4 smelter menjadi 2, yaitu KPC dan Antam. Dua lainnya mundur ke tahun depan," kata Yunus saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/6).

Mundurnya smelter nikel PT Arthabumi terjadi karena dampak Covid-19 yang membuat arus pengiriman barang dan juga tenaga ahli menjadi terhambat. "Sedangkan Gulf Mangan karena masih moratorium," sebut Yunus.

Secara umum Yunus mengatakan wabah Covid-19 sangat berpengaruh terhadap pengerjaan proyek smelter dan membuatnya menjadi terhambat. "Barang, peralatan dan tenaga ahli yang berasal dari negara produsen teknologi mengalami keterlambatan dalam penyelesaian dan pengirimannya," terang Yunus.

Alhasil, target capaian smelter hingga tahun 2022 pun meleset dari target. Berdasarkan hasil evaluasi atas kewajiban yang harus dilaksanakan para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Yunus menyebutkan, ada 4 smelter yang tidak memenuhi kewajiban dan kelanjutan proyeknya tidak jelas.

Sehingga, target dikurangi dari 52 menjadi 48 smelter. "Karena 4 smelter tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban. Tidak hanya kewajiban progresnya yang tidak terpenuhi, tapi juga kewajiban lainnya seperti laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)," ungkap Yunus.

Yunus memang tidak membeberkan secara detail proyek smelter dari perusahaan mana saja yang tidak melanjutkan pengerjaan. Yang jelas, 4 smelter itu terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi.

Saat ini, sudah ada 17 smelter yang beroperasi. Terdiri dari 11 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Berarti, masih ada 31 proyek smelter yang saat ini dalam proses pengerjaan.

Halaman
123
Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved