Contoh DKI Jakarta, Mencuat Digelar Pilkada Asimetris, Tito: Biar Gubernur Tak Beban Balikkan Modal

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavia sempat melontarkan usul pilkada asimetris atau usul tidak sepenuhnya pilkada dilakukan secara langsung beberapa wak

Editor: Rahimin
kompas.com
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian 

TRIBUNJAMBI.COM - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavia sempat melontarkan usul pilkada asimetris atau usul tidak sepenuhnya pilkada dilakukan secara langsung beberapa waktu lalu.

Hal itu, menurut dia, perlu diusulkan untuk bisa meminimalisir dampak negatif dari pelaksanaan Pilkada langsung.

Dalam diskusi online bertajuk 'Mengapa Kita Butuh Kepala Daerah', Sabtu (20/6/2020), Tito sempat melontarkan hal itu. Tito Karnavian meminta semua pihak mempertimbangkan sarannya untuk melaksanakan pilkada asimetris.

"Saya sarankan pilkada asimetris mungkin perlu dipertimbangkan, bukan sesuatu yang aneh, kita tak perlu alergi. Pendapat saya karena ada juga sekarang daerah-daerah yang tidak lakukan pemilihan langsung," kata Tito.

Presiden Sangat Menghargai Kebebasan Berpendapat, Istana: Jika Masyarakat Diintimidasi Lapor Polisi

Kapal Terbalik di Perairan Dekat Gunung Anak Krakatau, 7 Penumpang Masih Dalam Pencarian

Netralitas ASN dan Politik Uang Masuk Indeks Kerawanan Pilkada 2020, Bawaslu Butuh Kerja Sama Cakada

Presiden Jokowi Putuskan Batal Ajukan Banding Kasus Blokir Internet Papua

"Contoh Yogya karena keistimewaannya maka Sri Sultan jadi Gubernur tanpa dipilih langsung rakyat. Kita lihat juga di DKI, wali kota, (bupati) Kepuluan Seribu dipilih Gubernur jadi dia tak ada beban untuk balikkan modal. Jadi asimetris itu sudah terjadi," ujar dia.

"Ada yang langsung dan tidak, untuk pilkada asimetris untuk kurangi dampak negatif kita harus lihat kedewasaan demokrasi, daerah betul-betul siap pilih pemimpun paham enggak mereka harus pilih pemimpin yang tepat," imbuhnya.

Tito menjelaskan, penentuan daerah yang melakukan pilkada langsung atau tidak langsung bisa dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM) setiap daerah.

Mulai dari tingkat pendidikan, kesehatan dan kemampuan rumah tangga. Ia melanjutkan, bagi daerah yang memiliki indeks IPM yang tinggi, maka dapat mengadakan Pilkada langsung.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat mengikuti rapat kerja dengan Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat mengikuti rapat kerja dengan Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019). (TRIBUNJAMBI/ANTARA)

"Sehingga ada kategori IPM tinggi artinya pendidikan baik, kesehatan baik mereka dewasa berdemokrasi," ungkapnya.

"Mereka mengerti memilih pemimpin penting. Kedua IPM sedang dan ketiga IPM rendah yang rendah kurang terdidik kurang sehat sehingga mudah dimanipulasi," lanjut Tito.

Faktor lainnya yang menentukan pelaksanaan pilkada langsung dan tidak langsung adalah dari kemampuan fiskal setiap daerah. Sedangkan faktor terakhir dalam sosial dan ekonomi daerah tersebut.

Tito mengatakan pelaksanaan pilkada tidak boleh memecah keharmonisan di daerah. "Katakan beberapa daerah di Papua di daerah pegunungan di mana sistem kekerabatan sangat tinggi yang dipilih kerabat daripada kualitas," ucap dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mendagri: Pilkada Asimetris Perlu Dipertimbangkan

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved