5 Kejanggalan Penyiraman Novel Baswedan Kata Pukat UGM - Pasal hingga Dalang & Motif Tak Terungkap
lima kejanggalan dalam tuntutan yang diajukan oleh jaksa kepada terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
3. JPU lebih mempertimbangkan keterangan terdakwa
Sementara itu, jaksa yang seharusnya bertugas untuk membuktikan kebenaran materil dan keadilan, menurut Pukat justru memilih untuk lebih mempertimbangkan keterangan terdakwa sebagai bukti.
Padahal, terdakawa dalam memberikan keterangannya tidak disumpah, sehingga memiliki hak ingkat.
Selain itu, jaksa juga mengabaikan adanya barang bukti semisal air keras yang digunakan oleh terdakwa maupun rekaman rekaman CCTV dan saksi kunci yang pernah diperiksa oleh Tim Pencari Fakta atau Komnas HAM.
4. Tuntutan tidak logis
Dalam pasal yang termuat dalam dakwaan subsider, jaksa memiliki opsi menuntut maksimal tujuh tahun penjara.
Alil-alih mengambil pilihan itu, jaksa justru menuntut hukuman hanya satu tahun penjara. Hal ini dinilai Pukat mencederai keadilan karena bertentangan dengan adagium hukum restitutio in integrum, yaitu hukum seharusnya menjadi instrumen untuk memulihkan kekacauan di masyarakat.
Tuntutan ringan dalam kasus penyerangan terhadap aparat penegak hukum yang menangani kasus-kasu antikorupsi dapat menimbulkan ketakutan kepada aparat penegak hukum lain yang berusaha menegakkan keadilan.
Pihaknya menilai, tuntutan jaksa pada kasus Novel tersebut tergolong sangat ringan dibandingkan kasus penyiraman air keras lain.
Dalam kasus Lamaji yang menyiram air keras ke pemandu lagu di Mojokerto pada 2017, misalnya, dakwaan JPU menggunakan alternatif gabungan dengan tuntutan 15 tahun penjara.
• Karena Cemburu pada Mantan Istri, Pimpinan Yakuza Ini Bunuh 2 Anaknya Lalu Bunuh Diri
• Jadwal Masuk Tahun Ajaran Baru 2020 Mulai Kapan? Kemendikbud Putuskan Awal Juli untuk Zona Hijau
5. Aktor intelektual dan motif tidak diungkap
Seperti diketahui, terdakwa menyatakan bahwa tindakannya dilandasi rasa tidak suka terhadap Novel karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Polri.
Menurut Zaenur, motif tersebut tidak kuat. Sebab, terdakwa tidak memiliki hubungan dan tidak pernah bertemu dengan Novel.
Di sisi lain, Novel pun tak pernah menangani kasus yang melibatkan terdakwa. Atas dasar itu, muncul dugaan adanya aktor intelektual di belakang kasus ini, mengingat jejak Novel sebagai penyidik KPK dalam menangani kasus-kasus besar.
"Berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta setidaknya terdapat enam kasus yang dinilai berpotensi menimbulkan balas dendam terhadap Novel. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berhasil diungkapkan dalam proses persidangan," kata Zaenur.