Dari Awal Novel Baswedan Tidak Percaya Proses Persidangan Dua Terdakwa Penyiraman Air Keras

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengaku sudah ragu sejak awal terkait persidangan kasusnya.

Editor: Rahimin
Tribunnews/Herudin
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberikan kesaksian dalam sidang kasus penyiraman air keras terhadapnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020) 

TRIBUNJAMBI.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengaku sudah ragu sejak awal terkait persidangan kasusnya.

Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (11/6/2020).

Novel mengungkapkan sejak awal bahkan ia tak percaya dengan proses persidangan terhadap dua terdakwa.

Diketahui, dua terdakwa itu adalah tersangka dari kasus penyiraman air keras berupa cairam asam sulfat yang melukai mata kiri Novel. Peristiwa ini terjadi sudah tiga tahun lalu, tepatnya di bulan April tahun 2017.

Setelah berhasil ditangkap dan menjalani persidangan, pengadilan memutuskan dua terdakwa dihukum penjara selama satu tahun.

Bersiap Menuju New Normal, Tim Gugus Covid-19 Cek Kesiapan Tempat Wisata dan Ponpes di Muarojambi

Penyiram Air Keras Terhadap Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun, Anggota DPR: Melukai Rasa Keadilan

Mendadak Ahmad Dhani Bertemu Prabowo Curi Perhatian, Penampilan Suami Mulan Jameela Jadi Sorotan

Tuntutan tersebut jelas tidak bisa diterima oleh Novel. Bahkan ia merasa putusan tersebut semakin memperjelas keraguannya terhadap persidangan para terdakwa.

Mengetahui putusan itu membuat Novel bingung dan tak bisa memberikan komentar apapun.

"Memang begini, sejak awal saya sudah memberikan tanggapan bahwa saya tidak percaya dengan proses persidangan ini," terang Novel.

 

"Justru sekarang ini membuat hal itu semakin jelas."

"Terlepas dari itu semua saya bingung lagi mau mengomentari apa," tambahnya.

Novel merasa persidangan kasusnya seperti lelucon besar dan kemudian sengaja dipertontonkan kepada masyarakat luas.

Di mana persidangan disiarkan secara langsung melalui akun YouTube Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Ia mengaku kecewa dengan tuntutan yang diberikan kepada dua terdakwa, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis. Tak hanya itu, karena sudah ragu sejak awal, Novel hingga bisa memprediksi akhir dari kasusnya.

"Cuma yang ingin saya katakan bahwa ini seperti lelucon besar yang dipertontonkan," ungkap Novel.

"Kalau dibilang kecewa, sejak awal saya memang ragu jadi saya sudah prediksi," imbuhnya.

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mewakilkan hak-hak korban. Seperti halnya dengan Novel yang diwakilkan oleh JPU dalam persidangan tersebut.

Penyidik KPK Novel Baswedan sedang diskusi di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/04/2019). Acara tersebut memperingati 2 tahun atas penyerangan Penyidik KPK Novel Baswedan hingga sekarang kasusnya belum terungkap.
Penyidik KPK Novel Baswedan sedang diskusi di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/04/2019). Acara tersebut memperingati 2 tahun atas penyerangan Penyidik KPK Novel Baswedan hingga sekarang kasusnya belum terungkap. (TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH)

Namun setelah putusan keluar, Novel merasa dirinya tidak terwakilkan dengan JPU. Ia pun mengatakan JPU tidak berperan untuk berpihak pada Novel yang diketahui sebagai korban dalam kasus ini.

"Apabila kita melihat sistem peradilan pidana di negara kita, semua hak-hak dari korban itu diwakili oleh jaksa penuntut," jelas Novel.

"Dan jaksa penuntut sedang tidak memerankan berpihak kepada saya sebagai korban," lanjutnya.

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, JPU menilai dua terdakwa terbukti melakukan penganiayaan.

Di mana penganiayaan tersebut sudah direncanakan dan mengakibatkan luka berat.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dengan pidana selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," tutur JPU pada Kamis (11/6/2020) kemarin yang dikutip dari Kompas.com.

Ditanya Soal Ayah Kandungnya, Nikita Mirzani Kaget Azka Jawab Ini, Padahal Nggak Ada yang Ngajarin

Uang Kertas Pecahan Rp 100 Tahun 1992 Jadi Buruan Kolektor, Apa Istimewa & Mitos yang Beredar?

Seorang terdakwa, yakni Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan kepada Novel. Sementara Rony dianggap terlibat dalam proses penganiayaan dan membantu Rahmat menjalani aksinya.

Keduanya dinilai melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.

(Tribunnews.com/Febia Rosada, Kompas.com/Ardito Ramadhan)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Novel Baswedan Sudah Ragu Sejak Awal hingga Bisa Prediksi Akhir dari Kasusnya: Ini Lelucon Besar

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved