Sejarah Indonesia
Menguak Kebiasaan Soeharto, Seorang Presiden yang Selalu Bawa Makanan Murah Meriah Ini saat ke LN
Menguak Kebiasaan Soeharto, Seorang Presiden yang Selalu Bawa Makanan Murah Meriah Ini saat ke LN
Mungkin bukan pesan, tapi saran. Ini berkaitan dengan sebuah kesan yang saya peroleh selama berjam-jam menyaksikan Suharto dalam pembicaraan dengan Kanselir Kohl, juga dengan presiden dan menteri-menteri Jerman. Pihak Jerman, terutama Kanselir, banyak bertanya kepada Soeharto. Mereka ingin tahu tentang politik di Indonesia, tentang budaya Indonesia, tentang pandangan Pak Harto pribadi. Rasa ingin tahu mereka ternyata besar sekali. Sedangkan Suharto cuma menjawab, tidak tanya balik. Sepertinya tak ada rasa ingin tahu padanya.
Suharto memang bukan cendekiawan dalam arti biasa. Juga tidak pernah menerima pendidikan luas, dia bukan akademisi. Barangkali, satu-satunya keahlian yang sungguh ia mililiki adalah bidang kemiliteran. Sepertinya, ia berada dalam dunia yang relatif “kecil“, dunia budaya Jawa. Dan itu sudah mencukupi baginya. Sesungguhnya, karirnya cukup menakjubkan. Dengan bekal yang minim itu, ia berhasil menjadi pemimpin bangsa yang berhasil. Pasti ia memiliki akal sehat yang istimewa, sanggup menganalisis masukan para ahli, dan mengambil keputusan yang baik.
Nah, saran saya kepadanya akan seperti ini: Coba dong, Pak Harto, tingkatkanlah rasa ingin tahu, berupaya memperluas wawasan. Tentang dunia, juga tentang dunia ide. Bacalah banyak buku, buku sejarah dunia, buku filosofi. Baca juga karya sastra, termasuk karya sastra Indonesia modern.
Saya kan orang sastra, juga berupaya menyebarkan sastra Indonesia melalui terjemahan ke bahasa Jerman. Nah, dulu kepada Soeharto saya sarankan untuk mengadakan program resmi bersama pihak Jerman untuk pertukaran budaya, khususnya di bidang sastra dan bahasa. Saya ingat, betapa saya berusaha untuk meyakinkan dia bahwa penyebaran sastra Indonesia modern melalui penerjemahan sangatlah penting.
Reaksinya sama sekali tidak membuktikan bahwa ia terkesan oleh ide seperti itu, malah saya punya perasaan bahwa ia kurang memahami poin saya, karena jawabannya yang saya ingat cukup ngawur. Tapi ada asistennya yang mencatat saran saya, dan akhirnya hal itu menjadi topik dalam pembicaraan dengan Kanselir Kohl. Kanselir Jerman mengapresiasinya, dan akhirnya didirikanlah sebuah “Komisi Indonesia-Jerman untuk Bahasa dan Sastra”. Ternyata ada keuntungan khusus menjadi penerjemah Soeharto. Tapi, lepas dari itu, saya merasa beruntung sekali berkenalan secara dekat dengan tokoh yang memimpin bangsa Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa.
Interview dilakukan dengan:
Berthold Damshäuser, penerjemah yang ditunjuk pemerintah Jerman dalam pertemuan Suharto dengan pemimpin Jerman pada tahun 1991, 1993, 1995 dan 1996. Ia adalah Indonesianis dari Universitas Bonn/Jerman. Sejak 1986 mengajar di Jurusan Studi Asia Tenggara, Institut für Orient und Asienwissenschaften (Lembaga Kajian Asia). Pemimpin redaksi Orientierungen, sebuah jurnal tentang kebudayaan-kebudayaan Asia; anggota redaksi Jurnal Sajak. Publikasinya banyak di bidang sastra dan budaya. Editor buku “Wege nach – und mit – Indonesien“, penulis buku „Ini dan Itu Indonesia – Pandangan Seorang Jerman”. (dw indonesia)
• Beralas Daun Pisang, Remaja 16 Tahun Jadi Korban Rudapaksa di Areal Kuburan!
• Kecelakaan Tunggal di Kawasan Rajawali Tewaskan Dua Remaja, Ibu Korban Histeris
• Begini Ledekan Sule ke Andre Taulany Usai Pamit dari Ini Talkshow NET TV, Sebut Isi Acara TV Turki
• Polisi Muara Bulian Bingung Cara Ngomong dengan Penembak Wajah Pawit, Gangguan Jiwa
• BPBD Muarojambi Sosialisasi Penerapan New Normal, Pedagang Pasar Sengeti Diwajibkan Pakai Masker
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Sisi Lain Soeharto, Meski jadi Presiden Selalu Bawa Makanan Murah Meriah Ini saat Berkunjung ke LN,
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM: