Berita internasional
Presiden Xi Jinping Dinilai Sebagai Diktator oleh Mantan Gubernur Hongkong
Presiden China XI Jinping, disebut sebagai seorang yang diktator oleh mantan Guburnur Hongkong Chris Patten, yang angkat bicara terkait kisruh di wil
TRIBUNJAMBI.COM - Presiden China XI Jinping, disebut sebagai seorang yang diktator oleh mantan Guburnur Hongkong Chris Patten, yang angkat bicara terkait kisruh di wilayah yang pernah di pimpinnya.
Mantan Gubernur Hongkong terakhir yang ditempatkan Inggris ini menilai, Presiden Xi Jinping sangat gugup dengan posisi partai komunis China sehingga ia mempertaruhkan perang dingin baru dan membuat posisi Hongkong sebagai pusat keuangan di ujung tanduk.
Tindakan keras Xi Jinping di Hongkong kata Patten, berisiko memicu arus keluar modal dan orang-orang dari Hongkong yang menyalurkan sebagian besar investasi asing ke daratan China.
• Akhirnya Terbongkar! China Akui Virus Corona Bukan dari Pasar Hewan, Sosok Penting Ini Angkat Bicara
• Siagakan Militernya, Xi Jinping Lakukan Kesalahan Besar Jika Serang India yang Punya Senjata Nuklir
"Kami telah lama melewati tahap dimana tanpa menginginkan perang dingin lainnya, kami harus bereaksi terhadap fakta bahwa Xi Jinping sepertinya menginginkannya sendiri," kata Patten seperti dikutip Reuters.
Patten menyebut Xi Jinping sebagai seorang diktator yang "gugup" tentang posisi Partai Komunis di Tiongkok setelah mengkritik penanganan awal wabah virus corona dan dampak ekonomi dari ketidaksetujuan perdagangannya dengan Amerika Serikat (AS).
"Salah satu alasan Xi Jinping memunculkan semua perasaan nasionalis tentang Hong Kong ini, tentang Taiwan dan tentang masalah-masalah lain, adalah bahwa ia lebih gugup daripada pejabat mana pun yang mengizinkan posisi partai komunis di China," katanya.
• Sri Mulyani Bantah Anggapan Pemerintah Lebih Mementingkan Ekonomi Dibanding Kesehatan
• VIRAL! Capek Tagih Hutang, Pria Ini Umumkan Utang 10 Temannya Senilai Rp 16.450.000 Lunas
Kedutaan China di London tidak segera menanggapi permintaan komentar soal pernyataan Patten ini.
Patten, yang kini berusia 76 tahun, menyaksikan bendera Inggris diturunkan di atas Hongkong ketika koloni itu dikembalikan ke China pada tahun 1997 setelah lebih dari 150 tahun di bawah kekuasaan Inggris.
Otonomi Hong Kong dijamin berdasarkan perjanjian "satu negara, dua sistem" yang diabadikan dalam Deklarasi Bersama China-Inggris tahun 1984.
Belakangan ribuan pengunjuk rasa Hongkong turun ke jalan menentang undang undang keamanan nasional.
Parlemen China pada minggu ini telah menyetujui keputusan untuk membuat undang-undang bagi Hongkong yang bisa mengekang hasutan, pemisahan diri, terorisme, dan campur tangan asing.
"Xi Jinping membenci hal-hal yang dijanjikan Hong Kong di bawah 'satu negara, perjanjian dua sistem' yang diajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dengan sengaja dia langgar," kata Patten. "Apa yang dia harap bisa dia lakukan adalah untuk menghancurkan Hongkong."
Patten mengatakan, tindakan Xi Jinping telah menempatkan posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional utama Asia kini dipertanyakan.
"Apa artinya? Ini berarti tanda tanya yang serius bukan hanya tentang masa depan Hong Kong sebagai masyarakat bebas, tetapi juga tentang kemampuan Hong Kong untuk terus berlanjut sebagai pusat keuangan internasional utama di Asia,” kata Patten.
Ia menambahkan, banyak orang akan mencoba meninggalkan Hongkong dan arus modal juga akan mengalir keluar.