YLBHI Catat 16 Kasus Perampasan Lahan Saat Pandemi Virus Corona, Dua Kasus Terjadi di Jambi
Kasus dugaan perampasan lahan masyarakat masih terjadi, sekalipun saat ini sedang pandemi Covid-19.
Ia mengatakan kasus perampasan tanah masyarakat di Indonesia masih terus berlangsung.
"Saat ini kasusnya masih bertambah dan tetap kami catat. Khusus yang kami paparkan hari ini terhitung sejak 2 Maret lalu," katanya.
Lebih lanjut Era mengungkapkan, tidak ada pola baru dalam perampasan lahan yang terjadi di masa pandemi ini. Sektor-sektor yang terdampak pun masih seputar perkebunan, kehutanan, infrastruktur, pertambangan dan pariwisata.
Akibat perampasan tersebut, saat ini sedikitnya ada 70 keluarga yang telah kehilangan lahan dan lebih dari 900 keluarga akan kehilangan tanahnya dalam situasi pandemi saat ini.
"Ada 40 keluarga yang merupakan masyarakat adat Suku Anak Dalam di Jambi dan masyarakat adat di Minahasa terdampak. Selain itu ada korban meninggal dunia, misalnya yang terjadi du Sumatera Selatan," paparnya.
Merujuk pada penjelasan di atas, Era mengungkapkan ada sejumlah hak masyarakat yang dilanggar, antara lain hak atas lahan, hak atas kesehatan, hak hidup, hak atas pangan, hak atas pemulihan dan hak tempat tinggal.
Era menggarisbawahi masa pandemi Covid-19 yang seolah jadi momentum oknum perusahaan mempercepat proses perampasan lahan masyarakat.
"Sebab kalau kita lihat kasus perampasan lahan ini, tak ada yang baru. Jadi sebenarnya ini adalah konflik-konflik lama yang ada dan masa pandemi dilihat sebagai peluang," ujarnya.
"Mengapa? Karena di saat ini gerak masyarakat terbatas, pemerintah sedang menerapkan pembatasan sosial dan pihak eksternal seperti media dan NGO saat ini memiliki keterbatasan untuk memberi support kepada masyarakat," tambah Era. (*)