Polisi Ungkap Prostitusi Online, 7 Mucikari Bawa Anak Buahnya dari Bandung dan Diinapkan di Surabaya
Mucikari asal Bandung, Jawa Barat, membawa anak buahnya ke Surabaya, untuk menjalani prostitusi online atau via jejaring sosial.
TRIBUNJAMBI.COM, SURABAYA - Mucikari asal Bandung, Jawa Barat, membawa anak buahnya ke Surabaya, untuk menjalani prostitusi online atau via jejaring sosial.
Hal itu diungkap Subnit Vice Control (VC) Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya, di salah satu hotel di Surabaya Timur.
Ada tujuh wanita anak buah mucikari tersebut yang dibawa dari Bandung. Mereka diinapkan di beberapa kamar hotel di wilayah Surabaya Timur.
Terbongkarnya prostitusi online itu setelah mucikari memasarkan anak buahnya lewat aplikasi Mi Chat dan twitter.
Mereka mempromosikan anak buahnya yang dibawa dari Bandung siap menemani berikut beberapa foto anak buahnya.
Dari operasi secara diam-diam, petugas menggerebek salah satu kamar hotel yang disediakan untuk melayani lelaki hidung belang.
Dari penangkapan salah satu PSK online asal Bandung, akhirnya terungkap jika yang mengendalikan ada tujuh orang mucikari.
Mereka ternyata menginap di satu hotel yang digerebek. Seketika itu PSK yang tertangkap disuruh menunjukkan kamar yang dipakai menginap para mucikari itu.
• Berstatus Ibu Rumah Tangga, 7 Wanita Ini Jalankan Bisnis Sambilan Prostitusi Online
• Sering Layani Pejabat Pelat Merah, Prostitusi Online yang Sediakan 600 Cewek Seksi Terbongkar
Tujuh muncikari yang kini diamankan di Polrestabes adalah, Edwin Mariyanto alias Edwin (21) dan Aziz Haryanto (27), warga Jalan Asep Berlian Gang Saluyu, Kecamatan Cibeunying Kidul Bandung, Selvia Andriani (29), Kampung Rancalame, Kelurahan Tegal Luar, Kecamatan Bojongsoang Bandung.
Juga Akmal Muyassar Rahman alias Akmal (19), warga Sindangsari III, Kelurahan Antapani Wetan, Kecamatan Antapani Bandung, Diah Nuraeni (24), warga Jalan Baranang Siang, Kelurahan Kebonpisang, Kecamatan Sumur Bandung, Dadan (20), warga Bandung dan Edi Wiyono (30), warga Trenggalek.
Sementara tujuh PSK online yang dibawa para tersangka sudah dipulangkan ke Bandung. Usianya raya-rata 25 tahun.
Kanit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya, Iptu Agung Kurnia Putra mengatakan terbongkarnya kasus porstitusi online itu bermula saat anggotanya menemukan sebuah akun yang menawarkan jasa layanan seks melalui aplikasi Mi chat.
"Sistemnya tersangka menawarkan jasa layanan seks melalui Mi chat. Ketika ada pelanggan yang chat ke akun, mereka menawarkan korban melalui foto berikut rate tarif layanan hubungan badan," kata Agung, Kamis (14/5/2020).
Tarif sekali kencan, tersangka membanderol harga antara Rp 500.000 hingga Rp 800.000. Mucikari mengambil untung 20 hingga 30 persen dari hasil yang didapatkan anak buahnya.
"Sehari bisa 4 sampai 5 pelanggan. Satu tersangka memiliki satu anak buah," tandasnya.
• Prostitusi Online di Surabaya, Polisi Temukan Foto 600 Wanita di Handphone 3 Mucikari, Ada yang SPG
• Cerita Prostitusi Online, Wanita Ini Pernah Diajak ke Hotel Mobil Plat Merah, Sekali Dapat Segini
Expo di Beberapa Kota
Ketika penggerebekan berlangsung, para tersangka mengaku sudah sepekan expo di Surabaya. Sesuai rencana, mucikari menjajakan anak buahnya selama dua pekan di Surabaya.
Wilayah Surabaya dipilih mucikari karena setiap expo cukup ramai konsumen dibanding kota lain.
"Sehari bisa melayani 4 sampai 5 orang tamu," jelas Kanit Jatanras Iptu Agung.
Dari keterangan para tersangka, menggeluti muncikari sudah lebih dari enam bulan lalu. Setiap bulannya, tersangka bisa meraup keuntungan antara Rp 5 juta hingga 10 juta.
Dalam pemeriksaan juga terungkap, tujuh mucikari setiap bulannya keliling kota-kota besar di Indonesia. Di antaranya, Surabaya, Jakarta, Bandung, Bali dan Makassar untuk menawarkan jasa zina.
"Anak buah para tersangka ini dibawa dari Bandung. Ada pula dari mulut ke mulut. Terkadang di tempat singgah itu, mereka mencari wanita yang bersedia untuk ditawari menjadi anak buahnya," jelas Iptu Agung Kurnia Putra.
Untuk memasarkan anak buahnya lewat jejaring sosial, tersangka menerapkan sistem down payment (DP) via rekening untuk mengunci slot layanan anak buahnya.
"Para pelanggan harus mentransfer sejumlah uang dulu sesuai tarif dan kesepakatan antara pelanggan dan muncikari," tandasnya.
Dalam kasus ini, para mucikari terancam pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 dan atau pasal 269 KUHP dan atau pasal 506 KUHP tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sebelumnya, Unit Jatanras Satreskrim Polreatabes Surabaya, menangkap janda asal Sidoarjo, Mami Lisa atau Lisa Semampaw yang mengendalikan 600 cewek atau PSK dari berbagai kota di Indonesia.
Gadis yang disediakan mulai dari Surabaya, Bandung, Semarang dan Jakarta serta kota lain.
Tarif yang dipatok mulai Rp 2,5 juta sampai Rp 25 juta.
Harga tersebut tergantung dari penampilan wajah, tinggi badan atau bodi dan layanan.
Anak buah Mami Lisa mulai dari pekerja kantor, mahasiswi dan SPG freelance.
Foto 600 cewek yang disiapkan cukup menggoda karena tampilannya berbagai pose.
Kok bisa sampai memiliki anak buah sebanyak 600?
"Kenalnya dari teman, yang ada di luar kota. Aku yang tawari mereka yang sudah memiliki anak buah," kata Lisa.
Perempuan yang juga punya toko di kawasan Pasar Atom Surabaya ini mengaku awal menggeluti dunia mucikari setelah cerai dengan suaminya.
"Awalnya saya bingung mau cari uang darimana setelah cerai sama suami. Cuma ada satu toko saja di Pasar Atom. Dari sana saya mulai coba-coba menggeluti dunia mucikari via online. Cari perempuannya ada yang dari teman terus diteruskan dari mulut ke mulut. Itu saya juga kasih uang ke orang yang mencarikan perempuan kalau memang sudah berhasil layani tamu," tambah janda tersebut.
Lisa tak menyangka jika bisnis haramnya itu membuahkan banyak peminat.
"Ya akhirnya punya teman di Semarang, Bandung dan Jakarta mau join. Ya sudah saya giliran cari pelanggan atau cari perempuan.
Kalau ada pesanan di Surabaya dari Semarang, teman saya telepon saya suruh nyiapin. Begitu juga sebaliknya," terangnya.
Namun kehebatan Mami Lisa dalam memasarkan cewek berakhir di tangan Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya.
Mami Lisa dan dua mucikari lainnya ditangkap.
Kedua mucikari yang juga ditahan di Mapolres Surabaya adalah Kusmanto (39) asal Semarang, Jateng dan Dewi Kumala (44) warga Wiyung, Surabaya.
Terbongkarnya prostitusi yang dijajakan lewat media sosial setelah polisi melakukan penyelidikan dan undercover buy untuk memastikan praktik tersebut benar-benar ada. Pasalnya, tawaran lewat grup facebook itu banyak direspons oleh banyak kalangan.
Tawaran yang dilakukan oleh Mami Lisa juga lewat WhatsApp grup. Tentunya tidak semua orang bisa masuk untuk bergabung.
Syarat utamanya, pengelola baru bisa memasukkan ke grup setelah konsumen mengajak keluar dua kali anak buahnya.
"Pengelola grup WhatsApp ini tersangka LS.
Anggota yang bisa masuk menjadi member, minimal sudah dua kali transaksi dengan mucikari ini," kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran didampingi Kanit Jatanras AKP Iwan Hari Purwanto yang saat itu dijabaf, Selasa (14/4/2020).
Dalam aksinya, Lisa dan dua mucikari lainnya saling berkomunikasi. Mulai dari penyiapan cewek hingga siapa yang mengajak dan lokasinya mana.
"Anak buah mereka sudah tersebar dimana-mana. Misalnya, ada orang Semarang, Surabaya atau Jakarta butuh layanan, sudah ada. Tinggal kontak tersangka dan spesifikasi yang diminta seperti apa," terangnya.
Tersangka juga bisa menyediakan perempuan untuk melayani satu laki-laki dengan dua atau tiga perempuan dalam sekali permainan. Tarif yang ditentukan tentu beda dengan layanan biasa.
"Kalau layanan dua sampai tiga cewek Rp 10 juta - Rp 25 juta," tambahnya.
Dari hasil kerja anak buahnya itu, tersangka Lisa, Kusmanto dan Dewi Kumala memotong sebesar 10 hingga 20 persen, tergantung kesepakatan.
Dari ketiga tersangka yang dijerat Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, penyidik menemukan 600 nama dan foto perempuan. Nama dan foto itu disimpan di ponsel ketiga tersangka.
"Dari 600 foto anak buah tersangka, menonjolkan pose tertentu. Ya tujuannya agar konsumen tergiur," ujar AKP Iwan.
Dari penyelidikan dan pengakuan tersangka, dari 600 perempuan memiliki latar belakang profesi berbeda.
"Ada yang pekerja kantor, SPG freelance, dan mahasiswi. Mereka itu tersebar mulai dari Surabaya, Semarang, Jakarta dan kota lain di Indonesia," tandas Iwan.
Sumber : Surya.co.id