Ratusan Hektar Lahan di Bungo Rusak Akibat PETI, DLH Ungkap yang Jadi Pemodal

Sekitar 480 hektar lahan di 20 titik yang terdapat di Kabupaten Bungo rusak akibat PETI.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Teguh Suprayitno
Tribun Jambi/Darwin
Lahan bekas PETI di Bungo. 

TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BUNGO - Sekitar 480 hektar lahan di 20 titik yang terdapat di Kabupaten Bungo rusak akibat penambang emas tanpa izin (PETI).

Aktivitas penambang illegal di Kabupaten Bungo berdampak pada rusaknya muka lahan, kebersihan air sungai dan ekosistem hutan.

Berdasarkan data yang diperoleh Tribunjambi.com dari Dinas Lingkungan Hidup Bungo, terdapat ratusan lahan yang rusak.

Jumlah yang mencapai 480 hektare tersebut terdapat sekitar 20 titik yang tersebar di beberapa kecamatan.

Identitas Pelaku PETI di Bungo Sudah Dikantongi Polisi, Kapolres Minta Pelaku Menyerahkan Diri

Sopir Kaget Ada Lubang, Truk Pengakut Batu Bata Terjun ke Sungai Batang Bungo

BREAKING NEWS 25 Orang Pedagang di Kota Jambi Terindikasi Positif Covid-19, Hasil Rapid Test

Yuddi, selaku Plt Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Bungo menyampaikan dalam tiga hingga empat tahun tahun terakhir pelaku menggunakan mesin dompeng untuk menambang, sehingga luasan yang didampakkan lebih luas. Namun belakangan ini aktivitas tambang dibantu dengan alat berat.

"Data terahir kita sekitar 480 hektar yang sudah terdampak terhadap kegiatan PETI, di luar luas aktivitas penambang belakangan ini," ujarnya kepada Tribunjambi.com, Rabu (13/5/2020).

Dia menyampaikan bahwa aktivitas PETI tersebut diantaranya Kecamatan Pelepat Ilir, Limbur Lubuk Mengkuang sekitar Dusun Sungai Ipuh, Pelepat sekitar Dusun Batu Kerbau, daerah ulu Rantau Pandan, Tanah Tumbuh, Bathin III Ulu.

Ditinggalkannya lahan tersebut dikarenakan terbatasnya areal yang akan ditambang dengan kebun masyarakat, sehingga berpindah ke tempat lain.

Dia mengatakan untuk areal PETI yang terbaru belum diketahui luasannya, namun dia memperkirakan mencapai 50 hektar.

Pihaknya pun terus berupaya mengimbau masyarakat melalui kecamatan dan datuk rio (kepala desa) menegaskan konsekuensi hukum setiap pelanggar kerusakan lingkungan. Diantar upaya dengan melakukan pembinaan, pengawasan dan penertiban. Meski demikian, dia mengharapkan semua pihak dibutuhkan dalam penangangan aktivitas illegal mining itu.

7 Ibu Rumah Tangga di Aceh Terjerat Prostitusi Online Dengan Tarif Rp 500 Ribu Setiap Kencan

Inilah Asal 25 Pedagang Kota Jambi yang Terindikasi Positif Corona

Sementara untuk cara penambangannya, Yaddi mengatakan lebih didominasi berada di darat daripada di sekitaran sungai. Sebab apabila di tepi sungai, maka akan lebih cepat diketahui lantaran kondisi air sungai yang keruh dan masyarakat cepat melaporkannya.

Dia juga mengungkapkan bahwa pekerja dalam usaha tambang illegal tersebut merupakan orang luar, sementara pemodalnya merupakan warga daerah Jambi, khususnya Bungo. (Tribunjambi.com/ Darwin Sijabat)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved