Sejarah Indoenesia

Misteri dari Peci Miring Soekarno yang Selalu Dipakainya, Terungkap Ada Masalah Ini di Kepalanya

Misteri dari Peci Miring Soekarno yang Selalu Dipakainya, Terungkap Ada Masalah Ini di Kepalanya

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Soekarno 

TRIBUNJAMBI.COM - Cerita akan Presiden RI pertama memang menarik untuk diketahui. Banyak kisah-kisah yang belum terungkap dari ayah Megawati Soekarnoputri itu.

Bahkan dalam cerita sejarah di saat Sang Proklamator kita duduk bangku sekolah.

Ir Soekarno merupakan sosok pemberani dan disebut 'Sang Fajar' serta bapak Proklamasi untuk Indonesia.

Soekarno sangat identik dengan baju safarinya, tongkat komando dan satu yang tak tertinggal, peci miringnya.

Banyak yang tidak mengetahui sejarah peci miring Soekarno.

Soekarno Cuma Tersenyum Saat Dua Sosok Pria yang Getarkan Markas TNI AL Muncul, Cikal Bakal Kopaska

Soekarno Pernah Hampir Ciptakan Perang Dunia III Lewat Ganyang Malaysia, Tapi Digagalkan Soeharto

Pengakuan Pasukan Elit Penjaga Soekarno Soal Tragedi G30 S PKI: Dapat Perintah Jemput Para Jenderal

Kisah Soekarno Sampai Mau Bersaing dengan Raja hingga Pangeran Demi Dapatkan Hati Gusti Nurul

Istri Soekarno, Ratna Sari Dewi Diberi Tiga Pilihan Mengejutkan oleh Soeharto Saat Tragedi G30 S PKI

Namun sebuah kisah mencuatkan alasan Soekarno atau Bung Karno suka mengenakan peci miring.

Semua diketahui oleh pohon beringin.

Kok pohon beringin?

Ya, pohon beringin menjadi saksi peristiwa dibalik alasan Soekarno memakai peci "bergaya" miring tersebut.

Anda sudah tentu pernah melihat foto Presiden Soekarno dengan peci miring.

Apa alasan Soekarno memakai peci miring?

Presiden Soekarno
Presiden Soekarno ((Dok. Kompas/Song))

Jawaban itu dapat ditemukan di 'Ndalem Pojok' di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.

"Rahasia mengapa Soekarno selalu memakai peci miring karena untuk menutupi luka di jidatnya akibat terjatuh ketika bermain di pohon beringin yang ada di depan rumahnya," kata RM Soeharyono keponakan RM Soemosewoyo yang juga bapak angkat Soekarno .

Namun sayang, pohon beringin yang menjadi saksi jatuhnya Soekarno itu telah ambruk sekitar tahun 1970-an karena diterjang angin.

Soekarno yang mempunyai banyak teman, sering mengajak teman-temannya main ke 'Ndalem Pojok' Wates, antara lain dr Soetomo, R Sosrokartono (kakak kandung RA Kartini) dan HOS Tjokroaminoto dan juga Muso, tokoh PKI asal Jagung, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.

LPJU Banyak Hilang Dicuri, Dinas Perkim Muarojambi Lapor Polisi

Bill Gates Beri Pernyataan Mengejutkan Soal Virus Corona, Sebut COVID-19 Belum Setengah Jalan

98 KK Miskin di Desa Suak Labu Terima Bantuan, Penyaluran Dibantu Pihak Polres

Asing Terus Lepas Saham Unggulan, Analis: Saat yang Tepat Berinvestasi

"HOS Tjokroaminoto melatih Soekarno berorasi ya di sini di bawah pohon beringin yang mengakibatkan luka pada jidatnya. Jadi gaya orasi Soekarno itu atas didikan Pak Tjokro yang juga mertuanya ketika kos di Peneleh Gang II/27 Surabaya," tambah Soeharyono.

Lokasi pohon beringin tempat di mana Soekarno berlatih orasi sekarang menjadi tiang bendera, di mana di setiap kegiatan hari besar nasional selalu diadakan upacara di 'Ndalem Pojok'.

Selain cerita tentang pohon beringin juga ada pohon yang menjadi saksi perjalanan cinta ayah Soekarno , R Soekemi, yakni pohon kantil raksasa.

Pohon yang ditanam sekitar tahun 1850 oleh RMP. Soemohadmodjo itu pernah dimanfaatkan sang ayah untuk memantapkan hatinya meminang sang pujaan hati Ida Nyoman Rai Srimben dari Bali.

"Tanaman mbah buyut saya masih ada sampai sekarang, dan kalau dipikir ini adalah tanaman pohon kantil terbesar yang pernah ada," pungkas R.

Koeshartono cucu keponakan RM Soemosewoyo yang juga ayah angkat Soekarno.

Bung Karno dan Bung Hatta
Bung Karno dan Bung Hatta (Ist)

Ini sebuah kisah tragis mantan Presiden Soekarno di masa akhir kepemimpinannya.

Kisah ini dicuplik dari buku berjudul "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno" terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti.

Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.

Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.” Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."

Dijawab, “Itu pun tidak ada.” Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”

Leo Wattimena, Pilot Jagoan TNI AU yang Berani Protes ke Para Jenderal soal Makanan Anak Buahnya

Belajar Dari Rumah Live TVRI Selasa 28 April SD, SMP dan SMA, Berikut Soal dan Materi Lengkapnya

Komunitas Honda Supra X Jambi Gelar Kopdar Online untuk Jaga Kekompakan

Tempat Memasok Ikan Mulai Berkurang, Pemilik Keramba Mengeluh

Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.” Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.

Maulwi Saelan, mantan ajudan dan kepala protokol pengamanan presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.

“Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu,” kata Bung Karno.

Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana.

Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, ”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”

Maulwi Saelan tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.

Ketika kekuasaan beralih, Maulwi Saelan ditangkap dan berkeliling dari penjara ke penjara.

Dari Rumah Tahanan Militer Budi Utomo ke Penjara Salemba, pindah ke Lembaga Pemasyarakatan Nirbaya di Jakarta Timur.

Sampai suatu siang di tahun 1972, alias lima tahun setelah ditangkap, dia diperintah untuk keluar dari sel.

Ternyata itu hari pembebasannya. Tanpa pengadilan, tanpa sidang, namun dia harus mencari surat keterangan dari Polisi Militer agar tidak dicap PKI.

“Sudah, begitu saja,” kenangnya. (Intisari.grid.id/Yoyok Prima Maulana)

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved