Pemulung di Malang Jeli Lihat Peluang Budidaya Porang, Tiga Tahun Kemudian Duitnya Miliaran

Awalnya Paidi bukan apa-apa, hanya pemulung biasa. Namun suatu hari matanya terbuka dan melihat peluang besar. Akhirnya Paidi kini memiliki omzet mili

Editor: Duanto AS
(KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi)
Umbi porang - Paidi, warga Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun menunjukkan umbi porang yang akan diekpsor ke luar negeri. Paidi sukses mengembangkan porang hingga mengubah nasibnya pemulung menjadi milyader. 

Di rumah temannya, Paidi dikenalkan tanaman porang yang dibudidayakan warga setempat.

"Setelah saya cek, ternyata porang menjadi bahan makanan dan kosmetik yang dibutuhkan perusahaan besar di dunia," ungkap Paidi.

Setelah belajar dari temannya, Paidi kemudian mencari berbagai informasi tentang porang di internet.

Dari pencariannya di dunia maya, Paidi menyimpulkan porang merupakan kebutuhan dunia.

Melihat peluang itu, Paidi mulai memutar otak.

Sebab, tanaman porang yang dikembangkan di Saradan rata-rata tumbuh harus di bawah naungan pohon lain.

Kondisi itu menjadikan panen tanaman porang memakan waktu yang lama hingga tiga tahun.

Saat hendak mengembangkan porang di kampung halamannya, Paidi mengalami kendala lantaran kondisi lahan pertaniannya berbukit-bukit.

UMBI PORANG?Paidi, warga Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun menunjukkan umbi porang yang akan diekpsor ke luar negeri. Paidi sukses mengembangkan porang hingga mengubah nasibnya pemulung menjadi milyader.
UMBI PORANG?Paidi, warga Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun menunjukkan umbi porang yang akan diekpsor ke luar negeri. Paidi sukses mengembangkan porang hingga mengubah nasibnya pemulung menjadi milyader. ((KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi))

Padahal, rata-rata petani porang di wilayah lain mengembangkan tanaman itu di bawah naungan pohon keras seperti pohon jati.

Berbekal pencarian di Google, Paidi mendapatkan banyak ilmu tentang bagaimana mengembangkan porang di lahan pertanian terbuka.

Ternyata Ini Alasan Pilu Teddy dan Putrinya Angkat Kaki dari Rumah Lina, Singgung Suratan Takdir

Hasil pencarian itu lalu dikumpulkan dalam satu catatan yang dinamai sebagai revolusi tanam baru porang.

"Menanam porang rata-rata harus di bawah naungan. Di sini, menanam tanpa harus naungan. Kami menggunakan revolusi pola tanam baru," kata Paidi.

Paidi mengatakan, dengan revolusi tanam baru, hasil panennya berbeda jauh dengan pola tanam konvensional yang mengandalkan di bawah naungan pohon.

Ia membandingkan kalau menggunakan pola tanam konvensional, satu hektare dapat menghasilkan panen tujuh sampai sembilan ton.

Sementara dengan revolusi pola tanam intensif, satu hektar bisa mencapai panen 70 ton.

"Kalau pakai pola tanam konvensional, panennya paling cepat tiga tahun. Sementara dengan pola tanam baru bisa lebih cepat panen enam bulan hingga dua tahun dan hasilnya lebih banyak lagi," ujar Paidi.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved