Kisah Sniper
KISAH Lyudmila Pavlichenko, Sniper yang Habisi 300 Tentara Jerman dan Sekutunya di Perang Dunia II
TRIBUNJAMBI.COM – Pada Perang Dunia II melahirkan banyak drama, pahlawan, dan ragam kisah legendaris
TRIBUNJAMBI.COM – Pada Perang Dunia II melahirkan banyak drama, pahlawan, dan ragam kisah legendaris di pihak-pihak yang berperang.
Pertempuran Stalingrad boleh disebut salah satu arena perang paling berdarah sepanjang sejarah perang modern di dunia. Beribu-ribu korban tewas, sipil maupun kombatan.
Ini adalah perang besar antara kekuatan Nazi Jerman dan komunis Uni Soviet. Hitler ingin mengubur semua bangsa paria di Eropa Timur, terutama Rusia.
Sebaliknya, bangsa Rusia sebagai tulang punggung kekuatan Soviet, juga tak ingin menyerah. Segala daya dikerahkan, termasuk pengerahan kaum perempuan di garis depan tempur.
• Bagaimana Bisa Seorang yang Terjangkit Virus Corona Tidak Menunjukkan Gejala? Ahli Beri Penjelasan
Secara perlakuan gendera, Soviet jauh lebih maju ketimbang barat. Kaum perempuan diberi banyak porsi peran.
Sesudah perang pun, ada lebih banyak dokter wanita, insinyur, mandor pabrik, dan ilmuwan di Soviet daripada di Barat, setidaknya sampai tahun 1970-an.
Front timur dari Perang Eropa memberi pengalaman jauh berbeda ketimbang di front barat. Pertama, Hitler bertekad membunuh bangsa Slavia di Eropa Timur dan Uni Soviet.
• UPDATE Perkembangan Covid-19 Provinsi Jambi Jumat (10/4), Angka ODP 694 PDP 7 Orang
Diperkirakan lebih kurang 20 juta warga Soviet kehilangan nyawa mereka, kebanyakan bukan tentara. Ribuan ribu desa dibumihanguskan, harta bendanya dijarah. Kota demi kota di Soviet pun dihancurkan.
Gempuran tiada tara Nazi Jerman ini membuat setiap keluarga di Uni Soviet pasti kehilangan seseorang dalam perang, yang oleh Rusia dinyatakan sebagai "Great Patriotic War”.
Sejarah kaum perempuan Soviet di garis depan pertempuran diwakili kisah penembak jitu paling sukses dari palagan Perang Dunia II. Dialah Lyudmila Pavlichenko.
• Mendikbud Gandeng TVRI Agar Pelajar Bisa Belajar di Rumah Saat Wabah COVID-19, Dimulai Hari Senin
Ia satu dari sekitar 350.000 hingga 400.000 wanita di Tentara Merah yang berjuang di garis depan. Sejumlah wanita yang tak terhitung lainnya turut bertempur bersama para partisan di belakang garis musuh.
Lyudmila Pavlichenko telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional berkaitan sumbangsih dan kontribusinya bagi Soviet.
Selama perang, dia membunuh 309 tentara Jerman atau Axis (Italia, Hongaria, Rumania). Reputasinya memang masih jauh di bawah penembak jitu terkenal Stalingrad, Vasili Zaitsev.
Tapi total pembunuhannya secara signifikan lebih tinggi ketika perang berakhir. Lahir 12 Juli 1916 di ibukota Ukraina, Kiev, pada usia remaja awal, ia sudah menunjukkan hobi menembak yang tidak biasa.
• VIDEO: PSBB Mulai Diterapkan di Jakarta, Semua Pusat Perbelanjaan di Ibu Kota Tidak Beroperasi
Dia bergabung dengan klub menembak lokal dengan tekad kuat. Kebetulan juga kemudian ia bekerja di pabrik senjata.
Lyudmila menikah dan memiliki seorang putra di usia remaja, meskipun pernikahannya tak berlangsung lama.
Pada 1937, tanda perang besar tampaknya sudah dekat. Lyudmila adalah seorang mahasiswa sejarah di Universitas Kiev dan terdaftar di sekolah menembak paramiliter.
Pada 1941 ketika perang mulai berkobar, dia yakin keterampilannya menjadi aset berharga bagi Tentara Merah.
• Puluhan Rumah Warga di Dusun Bedaro Kabupaten Bungo Terendam Banjir
Tapi dia ditolak saat mendaftar untuk ditugaskan di garis depan. Soviet saat itu menempatkan semua wanita di jajaran pendukung.
Ketika perang semakin besar dan Hitler membidik Rusia, segala cara dilakukan para pemimpin Soviet untuk bertahan. Kaum wanita pun diizinkan masuk jajaran tempur.
Lyudmilla mula-mula diperintahkan bergabung sebagai perawat, tetapi ia terus memohon kepada petugas perekrutan untuk diizinkan bergabung sebagai penembak jitu.
Akhirnya ia diberi kesempatan bergabung, lalu dikirim ke front depan. Namun saat pertama, ia hanya diperintahkan menggali parit, karena senapan sangat terbatas.
• Tweet Dirinya di Twitter Soal Corona Disentil Roy Suryo, Maia Estianty: Sumpah, Ini Geli Aku Bacanya
Terkadang prajurit di garis depan tidak pegang senjata, dan ia akan mendapatkannya dari rekannya yang tertembak.
Lyudmila bertahan dengan perannya. Ia memiliki satu granat untuk melawan "kaum fasis" seperti yang sering disebut Nazi.
Hingga kemudian seorang rekannya mendapatkan senapan dan memberikan ke Lyudmila. Dua minggu kemudian, ia mengklaim mendapatkan korban pertamanya.
• SNIPER Cantik Dewi Kematian ISIS, Joanna Palani Kepalanya Dihargai Rp14 Milliar: Sedang Diburu ISIS
Dua tentara Rumania ia tembak dari jarak seperempat mil jauhnya. Setelah ini, para prajurit pria di unitnya menerima Lyudmila sebagai bagian penting dari tim mereka.
Pavlichenko bertempur di bagian selatan Front Timur, mundur kembali melalui Ukraina melalui Moldovia dan Odessa ke kota pelabuhan Sevastopol di Semenanjung Krimea.
Di sini, pertempuran/pengepungan mengerikan terjadi antara Oktober 1941 dan Juli 1942. Di benteng Maxim Gorki di luar kota, 1.000 tentara Rusia menahan serangan Jerman selama berminggu-minggu.
Dari 75 orang yang bertahan, 50 orang akhirnya jadi tawananJerman. Sebanyak 25 prajurit menolak ditangkap, meledakkan diri mereka dalam pertempuran.
• Balasan Menohok Maia Estianty ke Roy Suryo, Usai Disebut Ada Motif Terselubung saat Bahas Corona
Di Sevastopol inilah Lyudmila Pavlichenko mengukir sejarahnya. Dia telah menembak mati hampir 200 musuh selama pertempuran di dekat Odessa, dan sisanya di Krimea.
Pada Mei 1942, dia diangkat menjadi Letnan. Di antara 36 penembak jitu yang dimiliki Tentara Merah di front ini,Lyudmila Pavlichenko dikenal sebagai seorang pemburu.
Pada Juni 1942 dia terluka, dirawat dan tadinya berharap akan kembali ke garis depan. Namun, otoritas Soviet percaya Lyudmila bakal lebih berharga sebagai alat rekrutmen dan propagandis di luar negeri.
• #PertaminaSiagaCovid19, Beri Bantuan dan Dukungan pada Jurnalis
Pada musim gugur 1942, ia pergi ke AS pada tur publisitas. Saat berada di sana, dia tinggal di Gedung Putih dan dijamu Ibu Negara Eleanor Roosevelt dan jadi teman baik sesudah perang.
Sementara Ny. Roosevelt tidak sejelas Lyudmila, ia juga blak-blakan, dan keduanya menjadi teman seumur hidup - Roosevelt bahkan mengunjunginya di AS setelah perang.
Ada banyak cerita lucu dialami Lyudmila selama tur di AS. Ia kerap ditanya dan diremehkan oleh para jurnalis Amerika karena posisinya sebagai perempuan penembak jitu.
Seragam roknya yang panjang juga kerap dikritik. Ia juga ditanya apakah wanita Tentara Merah bisa memakai make-up.
• JANGAN Sepelekan Ruam Popok, Siapa Sangka Bayi Ini Idap Meningitis Seperti Glenn, Berakhir Tragis
Dia menjawab, "Tidak ada aturan yang melarangnya, tetapi siapa yang punya waktu untuk memikirkan hidungnya yang mengkilat ketika pertempuran sedang berlangsung?"
Saking jengkelnya, Lyudmila akhirnya menceramahi wartawan yang menemuinya. "Tuan-tuan, saya berusia 25 tahun dan saya telah membunuh 309 penjajah fasis sekarang. Tidakkah Anda berpikir, Tuan-tuan, bahwa Anda telah bersembunyi terlalu lama di belakang saya?'"
Lyudmila mengakhiri kariernya sebagai perwira pelatihan penembak jitu, setelah mencapai pangkat utama.
• Kumpulan Ucapan Selamat Paskah 2020, Lengkap Bahasa Indonesia Cocok untuk Whatsapp dan Facebook
Setelah perang ia menyelesaikan gelar master dan memulai karier baru sebagai sejarawan. Dia meninggal pada 1974, menghabiskan sisa hidupnya dengan damai.(Tribunjogja.com/Thevintagenews/xna)