Mantan Kades Tanjung Pauh Terancam Pidana Kasus Fee Jual Beli Tanah Untuk Kas Desa
Terdakwa menjalani persidangan kasus dugaan korupsi dana kas desa di Pengadilan Tipikor Jambi pada Rabu (8/4/2020).
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Gara-gara fee jual beli tanah, Sumartono mantan Kepala Desa Tanjung Pauh, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muarojambi kini terancam pidana penjara.
Terdakwa menjalani persidangan kasus dugaan korupsi dana kas desa di Pengadilan Tipikor Jambi pada Rabu (8/4/2020).
Pada persidangan itu, jaksa Kejari Muarojambi menghadirkan dua orang saksi. Yakni Rusmin, mantan kepala dusun selaku pemilik tanah serta Suhaimi selaku pihak pembeli tanah.
• Bank Perdana Memberikan Hand Sanitizer Gratis Hingga 20 April
• Glenn Fredly Meninggal Dunia, Sang Istri Unggah Foto Mesra, Tepat 40 Hari Setelah Melahirkan
• Kronologi Perampokan Rumah Mewah Pemilik Pempek Selamat, Ponakan Pengusaha Jambi Ditembak
Dipersidangan yang dipimpin Erika Sari Emsah Ginting saksi Rusmin menjelaskan nilai tanah yang ia jual kepada saksi Suhaimi sebesar Rp 1,8 miliar.
Dari hasil penjualan tanah itu disepakati fee 5 persen masuk ke kas desa. Namun bukannya dipergunakan untuk kas desa, uang senilai Rp 50 juta tersebut justru digunakan untuk pribadi terdakwa Sumartono.
"Seperti kebiasaan yang sudah-sudah. Kalau ada jual beli tanah, ada fee 5 persen untuk desa. Ya saya juga kasih ke kades 5 persen," ujar saksi Rusmin.
"Saya iklas memberi uang tersebut, tapi ikhlasnya untuk kas desa, bukan kades," sambung Saksi Rusmin.
Sementara itu, saksi Suhaimi dalam persidangan tidak tahu soal adanya uang fee 5 persen penjualan tanah seperti yang dijelaskan saksi.
Namun karna alasan untuk kas desa, saksi menitipkan uang tersebut kepada saksi Rusmin yang waktu itu menjabat sebagai kepala dusun.
"Saya tidak kenal dan tidak pernah bertemu kades. Jadi fee Rp 50 juta itu saya kasih melalui pak Rusmin waktu itu dia kepala dusun, katanya untuk khas desa," katanya.
Saksi suhaimi sempat mengajukan protes di persidangan karena ternyata tanah yang seharusnya empat hektar setelah diukur tidak sesuai dengan faktanya.
"Saya mau kasih tau dalam sidang ini. Bahwa ternyata setelah saya ukur, tanah saya kurang 4 hektar. Jadi saya rugi. Saya mau laporkan ini biar tahu bagaimana sebenarnya," kata saksi dengan nada keras. Hingga hakim pun terpaksa mengetuk palu, untuk menghentikan ketetangan saksi.
Sementara terdakwa dalam sambungan video membantah menggunakan uang kas desa. Ia beralasan fee sebesar Rp 50 juta itu adalah jatah untuknya selaku kepala desa, bukan untuk dana kas.
"Uang itu memang untuk saya (bukan untuk khas desa,red)," kata terdakwa menyanggah keterangan saksi.
Sidang digelar secara daring, dimana terdakwa mengikuti persidangan dari Lapas Klas IIA Jambi. Sementara di ruang sidang, terdakwa hanya diwakili oleh penasehat hukumnya. (Dedy Nurdin)