Pelemahan Rupiah

Kurs Rupiah Rp16.556/dollar per-Senin (6/4), Emiten dengan Utang Dollar AS Kian Waspada

Perusahaan penerima pemasukan dalam bentuk rupiah, namun memiliki utang berdenominasi dollar AS kian waspada.

Editor: Fifi Suryani
ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A
Mata uang rupiah dan dollar. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Perusahaan penerima pemasukan dalam bentuk rupiah, namun memiliki utang berdenominasi dollar AS kian waspada.

Pasalnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih bertengger dikisaran Rp16.000.

Mengacu data Bank Indonesia (BI), Senin (6/4), kurs rupiah berada di Rp16.556 per dollar AS.

Jika perusahaan menerima pemasukan dalam bentuk rupiah namun memiliki beban utang berdenominasi dollar AS, kondisi saat ini tentunya bisa menjadi persoalan bagi perusahaan tersebut. Ambil contoh PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Tahun ini saja, LPKR telah dua kali merilis surat utang berdenominasi dollar AS.

Pada Januari 2020, Lippo Karawaci menerbitkan obligasi senilai US$ 325 juta yang jatuh tempo 2025. Kemudian, LPKR mengeluarkan tap issue dari obligasi itu sebesar US$ 95 juta. Seluruh dana dipakai Lippo Karawaci untuk membayar obligasi jatuh tempo pada 2022.

Selasa (7/4) Rupiah Menguat di Level Rp 16.380 per Dolar, Emas Antam di Harga Rp 963.000 per Gram

CEO Lippo Karawaci John Riady menyatakan, pihaknya telah melakukan tindakan preventif sehingga dampak pelemahan rupiah dapat tertangani dengan baik.

"Tentu dampaknya ada, tapi dapat tertangani dengan baik," jelas John melalui pesan singkat ke KONTAN, Senin (6/4).

Lippo Karawaci saat ini telah memegang seluruh uang kasnya dalam denominasi dollar AS dan dollar Singapura dengan nilai total setara Rp3,5 triliun.

Selain itu, Lippo Karawaci telah melakukan hedging sampai dengan Rp17.500 per dollar AS. Lagi pula, LPKR juga tidak memiliki utang yang harus segera dilunasi hingga tahun 2025 dengan penerbitan obligasi pada tahun ini.

Dollar AS Menguat Setelah Penurunan Tajam, Berbalik Arah dengan Harga Emas

John menyatakan, Lippo Karawaci sudah menurunkan utang di tahun 2019 sehingga net debt to equity ratio menjadi 21%. "Ini paling rendah di industri. Di luar itu, jatuh tempo utang yang berikutnya di tahun 2025," jelas John.

Bila melihat laporan keuangan kuartal III-2019, utang obligasi yang sudah dilunasi, adalah obligasi yang diterbitkan oleh entitas anak Theta Capital dan jatuh tempo pada 2020. Theta Capital menerbitkan obligasi sebanyak dua kali masing-masing sebesar US$ 150 juta dan US$ 260 juta dengan bunga tetap 7%.

Dari total dana US$ 410 juta itu, sebanyak US$ 149,3 juta sudah dibayarkan pada Maret 2019, sehingga tersisa US$ 260 juta. Namun, Lippo Karawaci tercatat masih memiliki total beban bunga yang harus dibayar sebesar US$ 19,75 juta.

 4 Bank Pelat Merah Telah Restrukturisasi Kredit Rp28,7 Triliun bagi Debitur Terimbas Covid-19

Menjalankan hedging

Nada optimisme diutarakan Director Corporate Communication and Investor Relation PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) Catharina Widjaja. Dia yakin perusahaannya mampu mengurangi dampak negatif dari pelemahan rupiah dengan hedging yang sudah dijalankan dan natural hedging dari pendapatan ekspor.

"Hedging sudah dijalankan dalam skema pembayaran pokok pinjaman sindikasi. Perusahaan juga menghasilkan pendapatan ekspor dalam dollar AS, yang mengurangi dampak negatif dari menguatnya dollar AS," jelasnya kepada KONTAN, Senin (6/4).

Dia menambahkan, Gajah Tunggal berusaha meminimalkan risiko pelemahan ekonomi makro ini dengan meningkatkan efisiensi dalam proses produksi. GJTL juga tak memiliki rencana ekspansi besar yang butuh pendanaan jumbo.

Sejumlah Pembatasan Sosial Diberlakukan, Analis Sarankan Hindari Saham-saham Ini

Namun menurut catatan Moody's, dari utang jangka panjang Gajah Tunggal per 30 September 2019 senilai US$ 397 juta, hanya US$ 184 juta yang di-hedging. Hedging tersebut hanya melindungi pokok sampai batas Rp 14.811 sementara biaya bunga utang tidak mendapat perlindungan nilai.

Gajah Tunggal juga sangat bergantung pada pinjaman modal kerja jangka pendek, yang sebagian besar akan jatuh tempo Agustus 2020. Tidak stabilnya pasar modal, memperburuk risiko pembiayaan kembali atas pinjaman itu.

Sementara Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro bilang, Medco menegaskan akan tetap berhati-hati. Salah satunya meninjau kembali rencana pengeluaran tanpa mengorbankan keselamatan kerja dan lingkungan.

Kucuran Dana Segar BLT hingga Surat Utang, Mampukah Bikin Indonesia Bertahan dari Pelemahan Ekonomi?

Adapun pada laporan keuangan kuartal III-2019, Medco Energi tercatat memiliki kas dan setara kas pada akhir periode sebesar US$ 313,85 juta. Sementara itu, total utang Medco tercatat mencapai US$ 4,85 miliar. Dari jumlah tersebut, utang jangka pendek emiten energi ini tercatat sebanyak US$ 1,06 miliar.

Hilmi menyatakan, pihaknya memiliki kas lebih dari US$ 1 miliar. Dana itu cukup untuk membayar kewajiban dan membayar utang hingga tiga tahun ke depan. "Jadi kami berada dalam posisi yang kuat di tengah badai ini dan Moody's mengakui hal itu," kata Hilmi.

Berita ini sudah tayang di laman Kontan.co.id dengan judul: Rupiah Melemah, Emiten yang Punya Utang Dollar AS Kian Waspada

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved