Virus Corona

Apa Itu Herd Immunity, Apabila Diterapkan akan Berakibat Seperti Ini di Indonesia

Secara garis besar, HI dapat tercipta apabila virus terus menyebar sehingga banyak orang terinfeksi dan ketika sebagiannya sembuh, banyak orang akan..

Editor: Duanto AS
Tribunjambi/Hanif Burhani
Jambi melawan virus corona. 

TRIBUNJAMBI.COM - Istilah herd immnunity menjadi pembicaraan hangat di dunia maya.

Herd immunity naik dalam pencarian Google dan menjadi tren pada pekan terakhir Maret 2020.

Mengapa akhir-akhir ini banyak yang memperbincangkan perihal herd immnunity (HI) atau kekebalan komunitas?

Dilansir dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, HI atau kekebalan komunitas adalah keadaan di mana sebagian besar masyarakat terlindungi atau kebal terhadap penularan penyakit tertentu.

Sukses Tekan Angka Kematian Virus Corona, Begini Cara Jerman meski Kasusnya Tertinggi ke-5 di Dunia

Bupati Morowali Utara Meninggal, Pemakaman Aptripel Tumimomor sesuai Protokol Pasien Covid-19

Padahal Positif Kena Virus Corona, Detri Warmanto Nekat Temui Saat Dikarantina Anaknya: Saya Bandel

Secara garis besar, HI dapat tercipta apabila virus terus menyebar sehingga banyak orang terinfeksi dan ketika sebagiannya sembuh, banyak orang akan kebal.

Dengan begitu wabah akan hilang dengan sendirinya karena virus sulit menemukan host atau inang.

Dosen dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, dr. Muhamad S. Hakim, dalam Webinar yang diselenggarakan Kamis (2/4/2020) menjelaskan, HI adalah konsep yang ada dalam vaksinologi.

"Tujuannya untuk mencapai berapa proporsi masyarakat minimal yang harus mendapat vaksin agar infeksi penyakit itu bisa dikendalikan transmisinya," ujarnya.

Dia melanjutkan, konsep dasar HI adalah resistensi yang ada dalam sebuah komunitas atau sekeompok orang terhadap penyakit infeksi tertentu. Baik itu disebabkan virus atau bakteri.

"Kalau kita ingin mengeradikasi suatu penyakit infeksi dengan vaksinasi, kita tidak perlu memvaksinasi 100 persen populasi. Akan tetapi cukup melakukan vaksinasi pada level tertentu yang pada level ini sudah cukup menimbulkan resistensi atau kekebalan dalam masyarakat tersebut," tegasnya.

Orang yang sengaja dipilih untuk tidak mendapat vaksinasi adalah golongan yang akan mengalami kontraindikasi dengan vaksin, misalnya orang-orang yang sedang mengonsumsi imunosupresan (obat untuk mencegah atau mengurangi reaksi imun tubuh).

Muhamad menambahkan, orang yang tidak mendapat vaksin juga akan memeroleh manfaat.

"Namanya indirect effect (efek tidak langsung). Karena penularan atau transmisi penyakit akan terblok. Orang yang tidak memiliki kekebalan akan ikut terproteksi," tukasnya.

Meskipun demikian, lanjut Muhamad, hingga kini di dunia belum ditemukan vaksin virus SARS-CoV-2 atau virus penyakit Covid-19. Maka, HI lewat jalan vaksinasi belum dapat dilakukan.

"Herd immunity bisa didapatkan lewat dua cara. Pertama, herd immunity dengan vaksinasi. Kedua, herd immunity alami dan ini memiliki risiko yang mengerikan bila tidak dibarengi pembatasan maksimal," tandasnya.

Dalam kasus Covid-19, ujarnya, basic reproduction number atau angka reproduksi dasar dari virus SARS-CoV-2 yang disebut Ro adalah 3.

Artinya satu orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 dapat menularkan virus kepada tiga orang lainnya. Semakin tinggi Ro semakin tinggi penyebaran.

Dengan Ro ini, dapat dihitung proporsi populasi yang harus kebal atau vaccination coverage (VC). Dengan Ro 3, VC atau proporsi populasi yang harus kebal adalah 80 persen.

"Maka, jika menggunakan angka penduduk Indonesia katakanlah yang harus terinfeksi berjumlah 200 juta orang. Jika angka kematian kasus ini 5 persen, maka ada 10 juta orang meninggal," tandas Muhamad.

"Belum lagi 20 persen dari yang terinfeksi mengalami gejala berat sehingga perlu mendapat layanan kesehatan dalam waktu yang bersamaan. Ini bisa menimbulkan angka kematian yang lebih besar lagi. Ini hanya terjadi jika kita tidak melakukan intervensi pembatasan apa pun," sambungnya.

Namun, hal itu bisa dihindari apabila suatu populasi melakukan mitigasi atau pencegahan. "Dengan adanya mitigasi kita sebenarnya tidak memutus mata rantai penularan. Namun, penularan yang terjadi tidak sebanyak kalau kita tidak melakukan apa pun," bebernya.

Dia melanjutkan, mitigasi dilakukan untuk menurunkan angka Ro. Sebab, Ro sangat ditentukan oleh transmisi infeksi antar individu, jumlah kontak infeksi potensial, dan durasi seseorang menginfeksi orang lain.

"Hal itu bisa dicegah dengan mencuci tangan, pembatasan fisik, isolasi, dan karantina," ungkapnya.

Muhamad menambahkan, bisa saja kita melakukan kontrol mitigasi dalam waktu lama sampai Ro yang semula 3 berkurang menjadi <1.

"Itu hanya terjadi jika kita melakukan pembatasan maksimal atau dikenal dengan lock down. Baik targeted lock down seperti di Belanda atau pun random lock down seperti di Wuhan. Atau kita memiliki cara sendiri," ungkapnya.

Lockdown akan menekan puncak epidemi dalam waktu lebih lama. Namun, lanjutnya, kasus lebih rendah dan bisa tertangani dalam sistem layanan kesehatan yang tersedia.

"Dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan oleh pemerintah saat ini, pada waktu tertentu ini sudah tepat, tapi masih banyak hal yang harus dilakukan," pungkasnya.

Bagaimana jika diterapkan?

Melansir Grid.id, beberapa waktu lalu Kepala BNPB sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo melalui video yang diunggah di akun Twitter @BNPB_Indonesia, menyatakan Presiden Jokowi telah memberikan interuksi kepada dirinya untuk tidak mengambil langkah lockdown.

"Sekali lagi saya tegaskan, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang juga telah memberikan interuksi kepada kepala gugus tugas tidak akan ada lockdown," ujar Doni dalam unggahan video di akun Twitter Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Agus Wibowo, Minggu (22/3/2020).

Kebijakan non-lockdown juga diterapkan di Inggris dan Belanda. Dua negara ini sengaja membiarkan populasinya terpapar dan kemudian tercipta individu yang memiliki antibodi natural (natural immunity) dalam jumlah besar.

Dengan demikian transmisi penyebaran Covid-19 terputus dan akhirnya membuat Covid-19 tidak lagi tersebar. Istilahnya dikenal dengan herd immunity.

Mengutip tulisan pengamat kebijakan publik, Ahmad Nur Hidayat yang berjudul Kebijakan Anti Lockdown Indonesia Dan Skenario Herd Immunity yang dimuat di gelora.co.id (21/03/20), herd immunity (kekebalan kawanan) adalah suatu bentuk perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika sebagian besar populasi menjadi kebal terhadap infeksi, baik melalui infeksi sebelumnya atau vaksinasi.

Istilah herd immunity pertama kali digunakan pada tahun 1923 dan diakui sebagai fenomena alami di 1930 saat sejumlah anak menjadi kebal terhadap campak dan akhirnya diikuti jumlah infeksi baru menurun berdasarkan penelitian AW Hedrich.

AW Hedrich menerbitkan penelitian tentang epidemiologi campak di Baltimore yaitu setelah banyak anak menjadi kebal terhadap campak, jumlah infeksi baru kemudian menurun, termasuk tidak tertular di antara anak-anak yang rentan tidak punya antibodi.

Meskipun kita memiliki pengetahuan ini, upaya untuk mengendalikan dan menghilangkan campak tidak berhasil sempurna sampai vaksinasi massal menggunakan vaksin campak dimulai pada 1960-an. Setelah itu campak dianggap penyakit punah.

Dalam populasi di mana sebagian besar individu memiliki kekebalan, orang kebal tidak dapat berkontribusi pada penularan penyakit, rantai infeksi menjadi kecil dan akhirnya memperlambat penyebaran penyakit.

Semakin banyak jumlah individu yang kebal dalam suatu komunitas, semakin kecil kemungkinan individu yang tidak kebal akan tertular sehingga membantu melindungi individu yang tidak kebal dari virus.

Dalam opsi kebijakan herd immunity, individu yang rentan dan tidak memiliki kekebalan alami akan menjadi korban pertama.

Orang lanjut usia, anak bayi yang belum diberi vaksin apa pun, individu yang kena HIV/AIDS, Limfoma, Leukemia, kanker sumsum tulang, gangguan limpa atau pasien kemoterapi dan radioterapi termasuk individu dengan kelainan sistem kekebalan tubuh adalah yang paling rentan dari metode herd immunity tersebut.

Jika metode herd immunity diterapkan dalam satu komunitas, individu dengan respons imun yang kuat akan mencegah transmisi ke yang lain.

Jika individu yang imun jumlahnya banyak maka transmisi Covid-19 akan menemui jalan buntu dan akhirnya penyebaran Covid-19 terhenti.

Bila benar herd immunity dianggap efektif, maka pemerintah harus menyiapkan hal-hal berikut untuk memastikan tidak menimbulkan korban yang banyak.

Pertama, memberikan perhatian khusus kepada kelompok yang paling terancam dari Covid-19 yaitu orang-orang lanjut usia, anak-anak rentan, individu yang kena HIV/AIDS, Limfoma, Leukemia, kanker sumsum tulang, gangguan limpa atau pasien kemoterapi dan radioterapi termasuk individu lain dengan kelainan sistem kekebalan tubuh.

Mereka semua tidak memiliki kekebalan yang diharapkan dari paparan Covid-19 sebagai konsekuensi menghindari lockdown. Jumlah mereka mencapai 10 hingga 15% dari populasi.

Selain social distancing, pemerintah pusat perlu membuat kampanye larangan sosial vertical (vertical interdiction) untuk bertemu orang di atas 65 tahun dari keluarga mereka.

Ini yang disebut menghindari vertival transmission Covid-19 karena mereka yang paling rentan bila terpapar.

Individu yang memiliki masalah ketahanan tubuh khususnya para penderita penyakit HIV/AIDS, Limfoma, Leukemia, kanker sumsum tulang dan lain-lain harus diberi fasilitas karantina khusus yang dijauhi dari individu lain meski individu tersebut memiliki kebal alami dari Covid-19.

Bila dua hal ini sulit bahkan tidak dikerjakan, bukan saja herd immunity gagal, banyak yang meninggal dunia korban dari orang tua dan individu rentan hingga vaksin Covid-19 ditemukan.(*)

Dikompilasi dari artikel Tribunjogja.com berjudul Herd Immunity Alami Jalan Berantas Covid-19, Perlu Dibarengi Pembatasan Maksimal dan Grid.id

7 Artis Cantik Pemeran Bibi Lung di Film Mandarin Return of The Condor Heroes, Penampilan Beda

10 Artis Mandarin Terpopuler 1990-an yang Masih Cantik, dari Maggie Cheung s/d Si Gadis Naga Kecil

Daftar Film Jackie Chan Sejak 1970-an s/d Sekarang, Ini Penyebab Selalu Booming saat Rilis

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved