Keluarga Pasien di RS Arafah Mengeluh Tak Bisa Pakai BPJS, Wiwit: Tidak Masuk Kriteria Gawat Darurat
Penilaian kegawatdaruratan dan prosedur penggantian biaya pelayanan gawat darurat, ada enam kriteria di antaranya, mengancam nyawa, adanya gangguan...
Penulis: Miftahul Jannah | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Keluarga Pasien di RS Arafah Mengeluh Tak Bisa Pakai BPJS, Wiwit: Tidak Masuk Kriteria Gawat Darurat
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Keluarga pasien di Rumah Sakit (RS) Arafah Kota Jambi, mengeluh lantaran tak bisa menggunakan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Abang ipar pasien, Syafrizal mengatakan, saat itu, Sabtu (14/3/2020) sekira pukul 22.00 WIB, dirinya membawa adik iparnya ke Rumah Sakit Arafah.
"Dibawa ke RS Arafah jam 10 malam langsung masuk IGD dan ditindak lanjuti oleh dokter," kata Syafrizal, Kamis (19/3/2020).
Lalu, dirinya mendaftar melalui BPJS, namun perawat di IGD mengatakan bahwa tidak bisa menggunakan BPJS.
Ia dianjurkan mendaftar lewat umum, karena penyakit adik iparnya (Ikbar) tidak masuk dalam kategori BPJS.
"Masuk rumah sakit tidak bisa menggunakan BPJS, karena dak masuk kriteria emergency kegawatdaruratan, kata perawatnya," ujarnya.
Sementara, dokter mengatakan kriteria yang bisa menggunakan BPJS adalah penyakit yang bisa mengancam nyawa.
"Memang ditindak lanjuti, tapi tidak bisa menggunaka BPJS, karena tidak masuk kriteria tertentu," kata dia.
Syafrizal menjelaskan, saat itu dokter sudah menyuntik adik iparnya.
• Jadi Mobil Rusak Bekas Kecelakaan Termahal, Mobil Honda Genio Nike Ardilla Dibeli Sosok Ini
• Potret Cantik Paramitha Rusady, Sahabat Nike Ardilla Semasa Remaja, Tetap Menawan Usia Kepala 5 Ya!
• Rumah Sakit Sungai Gelam Tak Terima Klaim BPJS, Ini Penjelasan Kepala Dinas Kesehatan Muarojambi
Saat itu dokter mengatakan satu jam kemudian akan hilang rasa sakitnya, tetapi setelah ditunggu hingga 2 jam adik iparnya masih merasa sakit.
"Karena dia masih merasa sakit, terpaksa saya ambil tindakan rawat inap, karena tidak mungkin saya bawa pulang sedangkan dia masih dalam keadaan sakit," tuturnya.
Namun Manager Humas RS Arafah, Wiwit menjelaskan, sudah ada regulasi no 1 tahun 2018 tentang kegawatdaruratan.
"Jadi pasien tersebut diperlakukan sebagai pasien umum, karena tidak memasuki kriteria kegawatdaruratan," jelasnya.
Lanjutnya, pasien juga sudah diedukasi dan menandatangani format menjadi pasien umum, karena tidak masuk kriteria gawat darurat dan keluarga pasien meminta dirawat APS (Atas Permintaan Sendiri).
Penilaian kegawatdaruratan dan prosedur penggantian biaya pelayanan gawat darurat, ada enam kriteria di antaranya, mengancam nyawa, adanya gangguan jalan pernafasan, sirkulasi, dehidrasi, adanya penurunan kesadaran, adanya gangguan hemodinamik memerlukan tindakan segera yaitu satu kondisi yang harus ditangani agar tidak melewati golden period yang kurang dari 6 jam.
Apabila melewati akan menyebabkan kerusakan organ permanen atau kematian, gejala psikotik akut yang membahayakan atau kegawatdaruratan lain di bidang psikiatri.
"Jelas tidak masuk ke enam kriteria itu pada pasien tersebut dan dia dirawat atas keinginan sendiri," kata dia.
Sementara Humas BPJS Kota Jambi, Anggi mengatakan, dirinya sudah berkoordinasi dengan pihak RS Arafah, namun pihak rumah sakit mengatakan kasus pada saat itu bukan emergency.
"Penggunaan kepesertaan program JKN KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) prosedurnya, apabila kasusnya itu non-emergency itu pasien atau peserta bebannya ke fasilitas kesehatan tingkat pertama terlebih dahulu, dalam hal ini bisa Puskesmas, klinik, atau dokter umum, atau dokter keluarga, yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan," ujarnya.
Dirinya mengatakan kondisi kegawatdaruratan itu dapat dideteksi setelah diperiksa oleh dokter.
"Kriteria kegawatdaruratan tersebut sudah tercantum dalam peraturan menteri kesehatan, bagaimana standarnya, masalah yang dinyatakan itu kondisinya seperti apa, itu udah dicantumkan dan jelaskan semua,"jelasnya.
Untuk kasus Ikbar lanjutnya, sudah diberikan pengobatan dan penjelasan oleh dokter IGD kepada pasien atau keluarga pasien, bahwa kasus ini bukan emergency, namun keluarga pasien yang minta untuk dirawat sedangkan dalam program jkn-kis jika permintaan sendiri itu tidak di jamin.
"Bapak Rizal kalau nggak salah dari disnaker yang kakak iparnya, beliau juga yang yang bawa si pasien itu ke rumah sakit, saya udah jelasin sama beliau bahwasan nya memang setelah diperiksa dokter, karakter penyakitnya tidak termasuk dalam keadaan emergency," tuturnya.
Anggi menegaskan, Kalau memang tidak dalam keadaan emergency, rumah sakit memiliki dua opsi, mengembalikan ke puskesmas, atau klinik.
"Pihak keluarga juga sudah menghubungi pihak rumah sakit, sudah mendapatkan penjelasan yang sama, hanya dia itu tidak bisa digunakan karena, bukan keadaan amergency, terus kok dikenakan biaya, karena pasien yang minta dirawat, padahal tidak perlu dirawat," tandasnya.
(Tribunjambi.com/ Miftahul Jannah)