Dokter FX Soedanto Dokter Seribu Rupiah dari Papua 40 Tahun Mengabdi Ucapan Terima Kasihpun Diterima
Dokter tersebut lekat dengan sebutan "dokter seribu" lantaran tiap kali merawat pasiennya hanya dikenakan biaya seribu rupiah.
"Sebelumnya, saya kenakan biaya Rp 500 per pasien. Jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 1.000, tetapi jika seseorang membayar saya Rp 500 atau hanya dengan ucapan terima kasih, saya akan menerimanya," katanya.
Biaya konsultasi untuk dokter umum di daerah biasanya sekitar Rp 25.000, sementara dokter spesialis sekitar Rp 50.000.
• Kenapa Kita Harus Konsumsi Timun Setelah Makan Sate? Karena Dibakar di Atas Bara Api?
• Ayah Rudy Hartono Baru Sadar 2 Tahun Kemudian, Kisah Juara All England 8 Kali yang Tak Terungkap
Profil singkat Soedanto
FX Soedanto lahir di Kebumen, Jawa Tengah, anak bungsu dari enam bersaudara.
Ayahnya, Umar, adalah kontraktor dalam pemerintahan kolonial Belanda dan ibunya, Mursila, adalah seorang perawat.
Soedanto pertama belajar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Gadjah Mada, tetapi ditinggalkan setelah satu tahun untuk mengikuti saran ibunya, sebagai gantinya ia mendaftar di Fakultas Kedokteran.
"Saya mengambil tes lain di School of Medicine. Mungkin ibu saya ingin salah satu dari anak-anaknya menjadi seorang dokter, untuk mengikuti jejaknya sebagai perawat," kata Soedanto.
Awal mula Soedanto jadi dokter di Papua
Setelah lulus pada tahun 1975, ia diwajibkan oleh peraturan pemerintah untuk melakukan pelayanan wajib di daerah pedesaan.
Kementerian Kesehatan memintanya untuk memilih provinsi di mana ia ingin ditugaskan. Soedanto muda memilih Irian Jaya, yang sekarang disebut Papua.
"Saya memilih Irian Jaya karena saya menyukainya. Selain itu, pada waktu itu, jika kita memilih provinsi lain seperti Sulawesi, Jawa atau Sumatra, kami harus membayar semacam suap kepada pejabat Kementerian. Saya tidak punya uang, sehingga saya memilih Papua, yang tidak mengharuskan saya untuk membayar suap."
Di Papua, Soedanto pertama kali ditugaskan untuk suku Asmat, sebelum dipindahkan ke Jayapura dimana ia bertugas di rumah sakit jiwa sampai ia pensiun beberapa tahun lalu.
Selama karirnya di Departemen Kesehatan, Soedanto menerima penghargaan untuk penggunaan obat generik terbanyak.
Soedanto biasanya meresepkan obat generik dan jarang memberitahu pasien untuk membeli obat bermerek.
"Mereka hanya membayar Rp 1.000 untuk biaya dokter - bagaimana kita bisa memberi mereka resep untuk obat yang mahal?" katanya.