Kepsek di Jambi Ramai Gadaikan BPKB Untuk Talangi Gaji Guru, Imbas Dana BOS yang Terlambat
Bahkan dana BOS untuk triwulan I tahun ini pun belum cair. Padahal kabarnya beberapa hari lalu dari pusat sudah mencairkan dana tersebut.
Kepsek di Jambi Ramai Gadaikan BPKB Untuk Talangi Gaji Guru, Imbas Dana BOS yang Terlambat
TRIBUNJAMBI.COM - Kepala sekolah (kepsek) menjadi pihak yang dibuat pontang-panting imbas telatnya cair dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Beragam cerita muncul dari para kepala sekolah bagaimana mereka memutar otak. Walakin, kejadian yang berulang tiap tahun membuat mereka terbiasa menghadapinya.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala SMP 5 Muarojambi, Bustoni. Kata dia, dirinya beberapa kali harus membantu guru honorer atau stafnya yang mengeluh lantaran dana bos tidak kunjung cair.
Menurutnya sudah menjadi rahasia umum, bahwa pencairan dana BOS selalu terlambat.
"Itu udah cerita lama (pencairan dana bos terlambat), kadang TW (triwulan) 1 cairnya sampai bulan April. Adalah yang minjamkan, buat berobat atau apa, ya kita kasihlah, pinjamin uang pribadi kita," sebut Bustoni
Bahkan dana BOS untuk triwulan I tahun ini pun belum cair. Padahal kabarnya beberapa hari lalu dari pusat sudah mencairkan dana tersebut.
“Karena sistemnya sekarangkan langsung ke ATM (rekening) sekolah, kalau dulu dari kabupaten ke sekolah, ini kita dengar kabarnya sudah ditransfer, tapi kemarin kita cek belum ada juga masuk," sebut Bustoni, pekan lalu.
• BREAKING NEWS: Heboh Penculikan di Bungo, Polisi Klarifikasi Siapa Perempuan Tua Itu
• Sadis, Demi Desinfektan Penangkal Corona, Wanita Tua dan Anaknya Bersimbah Darah Ditikam di Swalayan
• Kejanggalan Kematian Nike Ardilla Akibat Kecelakaan Terbongkar, Kini Pakaiannya Masih Utuh di Kamar
• Sindiran Keras ke Meggy Wulandari, Kiwil Ngotot Tak Akan Bercerai Banyak Janda di Luar Cari Laki!
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Muarojambi, Ismianto tidak memungkiri kondisi ini. Kata dia, masih ada kepala sekolah yang menalangi gaji guru atau staf yang dibiayai dari dana BOS.
"Keterlambatan dana BOS itu sistem dari pemerintah pusat, untuk laporan itu tidak banyak. Memang ada sebagian kepala sekolah mencari dana, karena untuk menjaga kinerja guru yang ada,” terangnya.
Hal sama juga terjadi di Bungo. Tarmizi, Kepala SMPN 1 Muara Bungo mengaku acap menalangi kebutuhan operasional sekolah dengan uang pribadinya.
"Kita harus selalu mengusahakan sekolah dalam keadaan kondusif. Jadi, kalau memang terlambat, ditanggulangi dulu pakai uang pribadi," katanya, saat disambangi di ruang kerjanya, Jumat pekan lalu.
Selain itu, pihak sekolah juga berusaha mencari mitra. Adapun mitra yang dimaksudnya bertujuan untuk dapat membantu penalangan kebutuhan sekolah jelang dana BOS bisa dicairkan.
Misalnya, untuk pembelian ATK, ada beberapa toko atau pemasok yang bisa diajak bekerjasama.
"Kita bisa join dengan toko. Nanti kalau dananya sudah bisa dicairkan, langsung kita lunasi," terang dia.
Dia mengaku mau tidak mau harus memaklumi keterlambatan pencairan tersebut. Apalagi, proses pencairan dana BOS kini per caturwulan.
Dimisalkannya, untuk pencairan caturwulan kedua, pihak sekolah harus menuntaskan pertanggungjawaban caturwulan pertama.
Keterlambatan pencarian pada caturwulan pertama bisa memengaruhi pertanggungjawabannya, sehingga bisa saja memengaruhi pencairan pada caturwulan kedua.
Walakin, dia masih bersyukur, sejauh ini pihaknya masih menerima dana BOS sesuai kebutuhan. "Masih sesuai kebutuhan, alhamdulillah. Kendalanya mungkin ya, kadang terlambat. Tapi seperti yang saya bilang, begitulah kita menanganinya di sini," tandasnya.
Kisah getir para kepala sekolah ini juga terjadi di banyak daerah. Kepala SMPN 2 Garut, Jawa Barat, Budi Suhardiman contohnya.
Ia mengakui kisah pilu yang dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim itu.
Menurutnya, banyak para kepala sekolah di Garut yang rela menggadaikan BPKB mobil dan motor atau sertifikat demi kelangsungan belajar. Ada pula yang meminjam emas.
"Kalau sekolah di pinggiran, mereka susah mencari pinjaman ke pihak lain, akhirnya ya menggadaikan apa yang mereka punya dan berharga," kata kepala sekolah yang juga Ketua Asosiasi Kepala Sekolah Cabang Garut ini, Rabu pecan lalu.
Tak sedikit pula, kata Budi yang bergelar doktor ini, sekolah yang tak bisa apa-apa. Pinjam tidak bisa, karena berada di pinggiran, lalu kepemilikan harta pun terbatas, akhirnya seadanya, yang penting proses belajar berlangsung.
"Kalau di sekolah yang saya pimpin, meminjam ke komite sekolah, itu pun tidak cukup," tuturnya.
Pihak sekolahnya meminjam Rp23 juta. Uang tersebut terutama digunakan untuk keperluan membayar honor guru dan staf tata usaha sukarelawan, juga penjaga sekolah, yang totalnya berjumlah 16 orang.
"Kan keperluan mereka tak bisa ditunda-tunda, kasihan kalau sampai terlambat," katanya, sambil menyebutkan di sekolahnya ada 1.050 murid, dan menerima dana BOS Rp200 juta.
Guru SMAN 1 Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Dedi juga mengaku pusing dengan tradisi keterlambatan dana BOS tersebut, sementara pembayaran SPP untuk siswa digratiskan dan tidak ada pemasukan.
Kenyataan pahit itu pasti mengganggu kegiatan belajar mengajar,
"Utang bank, gadaikan properti, sertifikat tanah dan BPKB. Mau gimana lagi. SPP gratis, tapi BOS telat, terus bayar operasional KBM pakai apa," katanya saat dihubungi Tribun Network.
Di SMAN 1 Bandar, kata Dedi, keterlambatan bisa tiga sampai enam bulan, "Terlambat terus. Alasannya proses administrasi," ujarnya.
Dedi menuturkan, alokasi BOS hanya dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Untuk penggajian guru honorer tidak diambil dari BOS.
Upaya lain yang dilakukan saat BOS terlambat, lanjut Dedi yang lulusan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, ini adalah dengan meminta bantuan dari Komite Sekolah.
Ada pos bernama Bantuan Swadaya Masyarakat (BSM). Para wali murid yang tergabung dalam komite sekolah biasanya patungan uang sebesar Rp1,5 juta per orang dari kantong pribadi.
"Bisa juga pakai dana BSM. Kan dilarang kita pungut uang dari siswa," kata Dedi. (sul/are/tribun network)