Wikijambi
WIKIJAMBI Pohon Kepayang di Sarolangun 'Idola' Turuntemurun, Biji Diolah Jadi Minyak Goreng Kemasan
Sudah lama, buah kepayang juga sudah dimanfaatkan masyarakat, selain bertani karet yang menjadi mata pencaharian utama.
Penulis: Wahyu Herliyanto | Editor: Duanto AS
WIKIJAMBI Pohon Kepayang di Sarolagun 'Idola' Turuntemurun, Biji Diolah Jadi Minyak Goreng Kemasan
TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Pohon kepayang ( Pangium edule) satu di antara jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan buahnya.
Di Sarolangun, pohon ini menjadi 'idola' masyarakat.
Pohon berbuah yang biasa disebut kluek oleh masyarakat, ini masih ada dan lestari di Kasawan, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun.
• WIKIJAMBI Di Jambi Barongsai Tidak hanya Tampil Saat Imlek, Lihat Penampilannya
• WIKIJAMBI Produksi Nanas Berlimpah, Petani di Tanjab Timur Olah Nanas Jadi Dodol dan Sirup
Sudah lama, buah kepayang juga sudah dimanfaatkan masyarakat, selain bertani karet yang menjadi mata pencaharian utama.
Buah kepayang atau kluek ini sudah secara turun-temurun dimanfaatkan masyarakat Batang Asai dengan mengolahnya menjadi minyak yang dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari.
Sebenarnya, masyarakat batang Asai gunakan minyak ini sudah lama. Namun umumnya terbatas untuk keperluan sehari-hari.
Pemanfaatan biji buah kepayang atau kluek ini pertama dilakukan di Desa Sungai Bemban, Kecamatan Batang Asai pada 2015.

Setelah berkembang, beberapa desa di sekitarnya ikut mengolah biji tersebut hingga sekarang.
Dalam pengolahan itu, pertama masih dalam satu varian yaitu minyak untuk memasak yang jumlahnya terbatas.
"Minyak kepayang ini cukup lama, masyarakat Kabupaten Sarolangun di wilayah Batang Asai sudah menggunakan minyak kepayang sebelum ada minyak goreng kemasan," kata Misriadi, Kepala KPH Limau Sarolangun.
Dulu, selain menjadi minyak goreng, warga memanfaatkan sebagai minyak urut dan minyak penghilang rasa sakit.
Lanjutnya, setelah dipelajari, memang minyak goreng dari biji kepayang tersebut rasanya sangat enak.
Minyak yang sangat enak itu belum ada yang memroduksi di Indonesia maupun dunia.
Pihak KPH lalu mengembangkan minyak kepayang itu dengan cara memberdayakan masyarakat sekitar penghasil buah.
Cara itu dilakukan agar mendukung pelestarian dan pemanfaatan tanaman kepayang.
Masyarakat secara langsung mendapat manfaat dari hasil hutan, tanpa harus merusak alam. Sehingga, masyarakat menyadari untuk menjaga hutan agar tetap asri.

Di samping itu juga, buah itu bisa mendongkrak ekonomi masyarakat sekitar.
Untuk meningkatkan produk minyak tersebut, KPHP juga memberikan bantuan alat yang sebelumnya sangat sederhana dengan alat pres yang lebih modern, lebih efektif dari sisi waktu, sehingga memungkinkan hasil minyak yang akan diproses.
Saat ini, ada 23 kelompok tani masyarakat penghasil kepayang. Puluhan kelompok tani itu bisa mengolah kepayang mencapai 500 kg minyak kepayang setiap kali panen, yang mana, pohon kepayang itu berbuah 3 kali setiap tahun.
Untuk pengolahan, dari buah kepayang, terlebih dahulu buah diambil dan dipisahkan bijinya, kemudian direndam selama 1 minggu hingga dua minggu
Satu kilo daging buah kepayang jika di pres menghasilkan 0,3 gram minyak kepayang. 10 kilo daging kepayang menghasilkan 3 Kg minyak kepayang. (Wahyu Herliyanto)
• Limbad Digugat Istri Keduanya, Anak Kandung Endang Sampai Diancam Saudara Tiri? Begini Kronologinya
• Fakta: Durian Mengandung Senyawa Alkohol! Hati-hati Mengkonsumsinya, Ketahui Dampak dan Manfaatnya
• Geger Usai Keraton Agung Sejagat, Kini Muncul Kesultanan Selaco di Tasikmalaya Begini Kondisinya