Ternyata Niat Prabowo Subianto Ikut Jokowi Cuman Demi Ini, Azyumardi Azra Bahas Cacatnya Demokrasi
Menurut Azyumardi Azra, dugaan mengapa Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto berpindah kubu ke Jokowi karena ada maksud tak biasa
Ternyata Niat Prabowo Subianto Ikut Jokowi Cuman Demi Ini, Azyumardi Azra Bahas Cacatnya Demokrasi
TRIBUNJAMBI.COM - Ada niat terselubung dari Prabowo Subianto agar bisa ikut di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, hal ini diungkapkan langsung oleh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra.
Menurut Azyumardi Azra, dugaan mengapa Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto berpindah kubu ke Jokowi karena ada maksud tak biasa dalam Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Dikutip TribunWow.com, awalnya Azyumardi Azra mengatakan dirinya tidak memahami apa motif di balik langkah Prabowo yang setuju menerima tawaran menjadi Menhan Jokowi.
"Saya belum bisa memahami itu kenapa," kata Azyumardi Azra dalam acara 'SATU MEJA THE FORUM' KompasTv, Rabu (18/12/2019).
Ia kemudian menduga apa yang dilakukan oleh Prabowo Subianto adalah untuk mempersiapkan nanti di tahun 2024.
Karena menurut Azyumardi Azra dalam Pilpres 2024 Prabowo Subianto memerlukan ekspos media.
"Ini mungkin juga dalam rangka 2024, karena kalau berada dalam pemerintahan maka ekspos media akan tetap ada," jelasnya.
• Jangan Sembarangan Minum Antibiotik, Lakukan Ini untuk Lawan Batuk Pilek Karena Virus
• Janda Cantik di Tebo Memelintir Kemaluan Pemerkosa, DI (19) Mati Akibat Dihajar Massa
• Fakta Video Viral Wanita Pukuli Suami yang Stroke, Rupanya Istri Kedua & Dinikahi Siri
Azyumardi Azra mengatakan Prabowo memilih pilihan yang paling rasional, karena apabila dirinya tidak bergabung dengan pemerintah, maka dirinya kemungkinan besar tidak akan lagi menjadi perhatian publik dan kehilangan pengaruhnya.
"Tapi kalau tidak ikut dalam pemerintahan, mungkin akan menghilang, jarang dikutip oleh media, tidak terekspos ke media," katanya.
"Tentu saja ini enggak menguntungkan untuk persiapan 2024," tambahnya.
Demokrasi Indonesia cacat
Kemudian Azyumardi Azra membahas soal rusaknya demokrasi di Indonesia.
Menurutnya saat ini demokrasi di Indonesia semakin menurun.
"Tapi memang kalau dilihat penilaian orang luar yang mengamati Indonesia, memang demokrasi Indonesia menurun, disebut sebagai demokrasi yang tidak lagi flawless, tidak lagi tanpa cacat," kata Azyumardi Azra.
"Malah disebut sebagai flaw democracy (demokrasi cacat)," imbuhnya.
Ia kemudian menyebutkan apa saja indikator yang mengindikasikan cacatnya demokrasi di Indonesia.
Cacatnya demokrasi di Indonesia menurut Azyumardi Azra ditandai dengan munculnya politik identitas.
"Flaw democracy (cacat demokrasi) itu, pertama dia sebut misalnya kemunculan politik identitas, kemudian meningkatnya intoleransi, Kemudian ada kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak terselesaikan," paparnya.
"Jadi inilah yang mengakibatkan demokrasi di Indonesia tidak bisa berjalan dengan
sempurna."
"Kebebasan berekspresi, dan berserikat itu katanya semakin terpasung, mereka menyebut contohnya Perpu no 2 tahun 2017," lanjut Azyumardi Azra.
Video dapat dilihat di menit 6.25:
Rocky Gerung Sebut Prabowo Ingin Jadi Matahari di Pemerintahan
Pengamat politik Rocky Gerung memberikan tanggapan soal sosok-sosok di pemerintahan yang kini jadi sorotan.
Dilansir TribunWow.com dari YouTube realita TV, Rabu (4/12/2019), Rocky Gerung menyebut bahwa kini mata masyarakat dan sorotan kamera mengarah ke Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Rocky Gerung bahkan menyebut Prabowo seolah menjadikan ada dua matahari di pemerintahan, yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) jadi gelap.
Mulanya pembawa acara, Sarita menanyakan pada Rocky Gerung soal pernyataan Dewan Pakar PKPI Teddy Gusnaidi.
Di mana Teddy Gusnaidi menyebut bahwa kebijakan 'sampah' yang muncul dari pemerintah, itu karena menteri-menterinya.
Teddy Gusnaidi juga menyebut bahwa menteri-menteri yang menghasilkan kebijakan 'sampah' itu harus dicopot.
"Kalau menurut Kak Rocky, itu siapa yang harus diganti, Prabowo enggak?," tanya Sarita.
Menanggapi hal itu, Rocky Gerung tak mau menyebutkan nama.
"Buat saya, seluruh kebijakan saya ini kan bersumber pada rekrutmen," ucap Rocky Gerung.
"Dan dasar rekrutmen itu bukan karena presiden otonom, kan disodorin semua kan."
"Ini presidensialisme tapi tidak otonom, sehingga keluar orkestrasi yang tanpa partitur dari para menteri," sambungnya.
Tak Perlu Tunggu 100 Hari
Menurut Rocky Gerung, hal itulah yang membuat politik akhirnya menjadi bising.
"Politik jadi bising, bukan berirama, tapi bising," ungkapnya.
"Sehingga ide-ide aneh muncul," imbuh Rocky Gerung.
Oleh karena itu, menurut Rocky Gerung, tak perlu menunggu 100 hari untuk mengevaluasi menteri yang gagal.
"Enggak perlu 100 hari buat evaluasi mana menteri yang gagal, justru di awal-awal seperti ini ketahuan mana yang bermutu, mana yang tidak," ujarnya.
Pembawa acara kemudian kembali menanyakan, siapa menteri yang saat ini tidak bermutu.
"Gampang itu, begitu kita Google, keluar itu 3-4 nama yang sekarang jadi public enemy karena tidak mengerti cara bernegara, compang camping kebijakan," ungkap Rocky Gerung.
"Tiga nama itu siapa?," tanya pembawa acara.
Rocky Gerung yang enggan sebut nama malah tertawa dan bertanya pada Teddy Gusnaidi.
"Saya bukan enggak berani (sebut nama), tapi saya malas membayangkan lagi ke**ng**n," ucapnya.
"Prabowo termasuk enggak yang harus diganti," tanya pembawa acara lagi.
"Dari awal sudah bilang bahwa dia potensi, karena sorotannya terlalu banyak ke Prabowo," jawab Rocky Gerung.
"Seolah-olah nanti ada dua matahari, akibatnya semua menteri ingin jadi matahari."
"Lalu presiden jadi gelap karena disinari oleh semua matahari."
"Padahal presiden yang mustinya jadi mercusuar, untuk kasih sinyal, ke mana mustinya berlabuh, itu tidak terlihat itu," ungkapnya.
Rocky Gerung juga menyebut saat ini dunia internasional memberikan sorotan yang buruk ke Indonesia.
"Orang mau nunggu Pak Jokowi ngomong reshuffle itu nanti 100 hari pertama, tapi kemudian isu sudah berubah," tutur Rocky Gerung.
"Politik internasional sudah berubah, gradasi kita dalam demokrasi turun, macam-macam."
"Jadi membaca seluruh berita internasional, disorotkan pada Indonesia, pada hal-hal yang buruk."
"Dan itu memperlihatkan orkestra yang dipimpin oleh yang namanya Joko Widodo itu enggak jalan."
"Apa yang harus dilakukan? Ya ganti partitur, atau ganti pemain orkesnya," imbuhnya.
Pembawa acara lantas menanyakan soal Prabowo yang jadi matahari di kabinet.
Kritik Kinerja Juru Bicara
Rocky Gerung menyebut, bahwa ada menteri lain yang berupaya jadi matahari, tapi kalah dengan sinar Prabowo.
"Pak Mahfud berupaya itu, tapi kan kameranya ke Prabowo terus kan, Pak Nadiem berupaya, tapi kameranya ke Nadiem terus kan," kata Rocky Gerung.
"Jadi itu yang terjadi, nah itu harusnya di awal sudah bisa dibaca oleh presiden."
oleh presiden."
"Pembacaan itu disampaikan pada juru bicara presiden misalnya, lalu juru bicara melakukan misalnya public address," sambungnya.
Rocky Gerung kemudian mengkritik kinerja juru bicara istana.
"Tapi juru bicara juga gagu, karena enggak punya ide," ungkapnya.
"Kita enggak ngerti istana juru bicaranya siapa coba? Ya ada namanya, tapi dia enggak mampu mengolah public issues untuk bikin cover terhadap kebijakan itu."
"Diam-diam lakukan sesuatu dulu supaya Pak Jokowi punya kesempatan konsolidasi di dalam kan."
"Tapi ini juru bicara enggak berfungsi, padahal masyarakat nunggu itu," imbuhnya.
Simak selengkapnya dalam video di bawah ini mulai menit awal:
(TribunWow.com/Anung Malik/Lailatun Niqmah)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Azyumardi Azra Duga Prabowo Ikut Jokowi Demi Sorotan Media, Bahas Cacatnya Demokrasi Indonesia, https://wow.tribunnews.com/2019/12/20/azyumardi-azra-duga-prabowo-ikut-jokowi-demi-sorotan-media-bahas-cacatnya-demokrasi-indonesia?page=all.