DPR AS Memakzulkan Donald Trump Melalui Voting, Jadi Presiden ke-3 AS yang Dibawa ke Senat

Voting pemakzulan oleh DPR AS ini digelar pada Rabu (18/12) malam setelah melewati perdebatan panjang antara Partai Demokrat dan Partai Republik yang

Editor: Suci Rahayu PK
Instagram @realdonaldtrump
Presiden AS, Donald Trump 

DPR AS Memakzulkan Donald Trump Melalui Voting, Jadi Presiden ke-3 AS yang Dibawa ke Senat

TRIBUNJAMBI.COM, WASHINGTON DC - Hasil voting untuk memakzulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah digelar Rabu (18/12) waktu setempat.

Donald Trump dimakzulkan House of Representatives (HOR) atau DPR AS.

Hasilnya menunjukkan mayoritas anggota DPR AS yang didominasi Partai Demokrat setuju untuk memakzulkan Trump.

Seperti dilansir AFP dan New York Times, Kamis (19/12/2019), voting digelar terhadap dua dakwaan pemakzulan yang dijeratkan terhadap Trump, yakni penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres AS.

Voting pemakzulan oleh DPR AS ini digelar pada Rabu (18/12) malam setelah melewati perdebatan panjang antara Partai Demokrat dan Partai Republik yang menaungi Trump. "Hari ini, kita di sini untuk membela demokrasi bagi rakyat," tegas Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, saat membuka perdebatan.

Pada Rabu waktu setempat (18/12/2019), Presiden Donald Trump bakal menjalani sidang pemakzulan di DPR AS.

Menteri Erick Thohir Bakal Bersih-bersih Sederet Perusahaan BUMN Ini, Ada Mafia Belum Tersingkir?

Pelecehan Seksual di Jepang - Jadi Korban Pekosaan, Wartawati Menang Gugatan & Ganti Rugi

DPR yang dikuasai Demokrat bakal melakukan sidang paripurna untuk memutuskan dua pasal yang disangkakan.

Trump dijerat dengan pasal pemakzulan, yakni menyalahgunakan kekuasaan serta sengaja menghalangi penyelidikan Kongres.

Voting digelar dua kali, dengan voting pertama dilakukan terhadap dakwaan penyalahgunaan kekuasaan.

Trump didakwa atas 'tindak kejahatan dan pelanggaran hukum tinggi' dengan menyalahgunakan kekuasaannya untuk menekan Ukraina agar mengumumkan penyelidikan yang mendiskreditkan rival politiknya.

Dari total 435 anggota DPR AS yang mengikuti voting, 230 suara menyetujui dakwaan penyalahgunaan kekuasaan terhadap Trump.

Sekitar 197 suara lainnya menolak dakwaan tersebut.

Satu anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Tulsi Gabbard, memilih abstain.

Usai voting untuk dakwaan penyalahgunaan kekuasaan, DPR AS langsung melanjutkan voting kedua untuk dakwaan menghalangi Kongres AS dalam menyelidiki upaya menekan Ukraina untuk menyelidiki mantan Wakil Presiden AS Joe Biden, rival politik Trump yang berpotensi jadi penantangnya dalam pilpres 2020 mendatang

Voting untuk dakwaan menghalangi Kongres juga dimuluskan oleh DPR AS, dengan perolehan 229 suara mendukung dan 198 suara menolak.

Donald dan Ivanka Trump
Donald dan Ivanka Trump (The Times of Israel)

Dengan disetujuinya dua dakwaan pemakzulan ini maka Trump resmi menjadi Presiden AS yang ketiga dalam sejarah yang dimakzulkan oleh DPR AS.

Namun proses pemakzulan belum selesai di sini. Karena selanjutnya dua dakwaan pemakzulan ini akan diteruskan kepada Senat AS untuk disidangkan.

Diketahui bahwa untuk bisa memakzulkan Trump secara sepenuhnya, dibutuhkan sedikitnya dua pertiga suara dukungan di Senat AS.

Jika Demokrat mendominasi DPR AS, maka Republikan mendominasi Senat AS.

Senator Republikan yang mendominasi Senat AS diperkirakan akan membebaskan Trump dari seluruh dakwaan dalam persidangan yang akan digelar mulai Januari tahun depan.

Atau dengan kata lain, kecil kemungkinan Trump akan dimakzulkan sepenuhnya dari jabatannya sebagai Presiden AS.

Sempat Kepergok Ngamar Bareng Om-om dan Jadi Musuh Vanessa Angel, Kini Artis ini Berurusan Sama KPK

Bayi Satu Tahun Ditemukan Selamat Disamping Jasad Ayah dan Dua Kakaknya, Truk Mundur Tabrak Rumah

Yang Perlu Diiketahui dari Pemakzulan Donald Trump

Jika DPR AS meloloskan, dia bakal menjadi presiden ketiga AS setelah Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998) yang dibawa ke Senat.

Jelang sidang pemakzulan itu, berikut yang perlu Anda ketahui seperti dirangkum dari AFP:

1. Si Pelapor

DPR AS yang dikuasai Demokrat memutuskan untuk melakukan penyelidikan buntut adanya pengakuan dari seorang pelapor.

Keluhan itu disampaikan pada 12 Agustus, dengan si pelapor disebut merupakan sosok yang berada dalam lingkungan intelijen AS.

Dalam laporannya, sosok itu menuturkan Trump "menggunakan kekuasaannya untuk memperkuat posisi politik jelang Pilpres AS 2020".

Si pelapor merujuk kepada percakapan telepon antara Trump dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli.

2. Percakapan Telepon

Disebutkan dalam percakapan itu, Trump meminta Zelensky untuk "mengawasi" calon rivalnya di Pilpres AS 2020, Joe Biden, dan anaknya Hunter.

Trump dituduh sengaja menahan bantuan militer Ukraina senilai 391 juta dollar AS (Rp 5,4 triliun) sebagai ganti penyelidikan Kiev.

Sang presiden bersikukuh dia tidak bersalah. Namun Demokrat menyatakan meminta investigasi dari negara asing saja sudah menyalahgunakan jabatam.

Sebagai respons, pada 25 September Gedung Putih merilis transkrip rekaman percakapan Trump dan Zelensky yang menjadi masalah.

3. Bapak dan Anak Biden

Seperti sudah disinggung, Trump meminta Zelensky supaya membantunya dalam menginvestigasi Joe Biden beserta putranya, Hunter.

Hunter Biden, pada 2014 hingga 2019, masuk sebagai anggota direksi perusahaan Ukraina bernama Burisma, yang dituding menjalankan praktik korupsi.

Sebagai wakil dari Presiden Barack Obama, Biden dan sejumlah pemimpin Barat lainnya meminta supaya jaksa penuntut Viktor Shokin disingkirkan.

Alasannya, Shokin dianggap tidak teguh dalam memberantas korupsi.

Trump menuding Biden melakukannya demi melindungi anaknya. Namun, tudingan tersebut disebut terbantahkan dengan tidak ada bukti bahwa bapak dan anak Biden melakukan praktik ilegal di Ukraina.

Sempat Kepergok Ngamar Bareng Om-om dan Jadi Musuh Vanessa Angel, Kini Artis ini Berurusan Sama KPK

Sempat Bikin Geger, 4 Selebritis Ini Menikah dengan Orangtua Angkat Bahkan Ada yang 4 Kali Selingkuh

4. Sidang Pemakzulan

Komite Intelijen DPR AS telah menginvestigasi puluhan saksi, baik terbuka maupun tertutup, di lingkungan Kementerian Luar Negeri hingga Badan Keamanan Nasional.

Gedung Putih memutuskan menolak permintaan komite untuk menghadirkan John Bolton yang saat itu Penasihat Keamanan Nasional, dan Kepala Staf Mick Mulvaney.

Setelah melakukan sidang terbuka, Komite Yudisial mengumumkan menyepakati dua pasal pemakzulan. Yakni penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan.

5. Jajak Pendapat

Sejumlah media AS seperti CNN dan Fox News melakukan jajak pendapat, untuk melihat seperti publik menyikapi pemakzulan itu.

Berdasarkan polling dari Fox News, sebanyak 50 persen mendukung supaya Trump dimakzulkan, dengan 41 persen sisanya menolak.

Sementara di CNN, sebanyak 45 persen responden menyebut Trump layak untuk dipecat, dengan 47 sisanya menolak.

6. Voting di Level DPR AS

Dari 435 anggota House of Representatives, Demokrat menguasai 233 di antaranya, dengan 197 dipegang oleh Republik.

Dengan sistem pemungutan mayoritas sederhana, oposisi bakal mempunyai cukup dukungan untuk meneruskan proses pemakzulan Trump.

Sementara para politik Republik sama sekali tak tertarik mendukung Demokrat. Nantinya, sidang bakal berlanjut di Senat.

7. Sidang di Senat

Hakim Mahkamah Agung John Roberts bakal memimpin sidang Senat pada Januari 2020, dengan Republik menjadi mayoritas dengan 53-47.

Nantinya, perwakilan dari DPR AS bakal menjadi jaksa penuntut, dengan tim kuasa hukum Gedung Putih bakal melakukan pembelaan.

Dibutuhkan dua per tiga dukungan untuk meloloskan pasal tersebut.

Kecuali ada Republikan yang melakukan perbuatan kontroversial, Trump bakal lolos di tahap ini.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jelang Pemakzulan Trump, Ini yang Perlu Anda Ketahui dan Sumber Lain
https://internasional.kompas.com/read/2019/12/18/17551361/jelang-pemakzulan-trump-ini-yang-perlu-anda-ketahui?page=all

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved