Berjuang di Pedalaman Papua, Dokter Soeko Tewas Dibacok Massa Saat Kerusuhan di Wamena!
Pahlawan di bidang kesehatan, dokter Soeko Marsetiyo (53) menjadi salah satu korban tewas kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua
TRIBUNJAMBI.COM - Pahlawan di bidang kesehatan, dokter Soeko Marsetiyo (53) menjadi salah satu korban tewas kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Selama lima tahun terakhir, dokter Soeko bertugas di Kabupaten Tolikara, sesuai dengan keinginannya melayani masyarakat di pedalaman.
"Korban meninggal akibat cedera kepala berat dengan luka bacok di kepala bagian belakang dan luka bakar di bagian punggung, serta sudah ditemukan meninggal," ujar Kabid Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal, di Jayapura, Kamis (26/9/2019).
Setelah jenazahnya ditemukan, aparat kemudian mengevakuasinya ke RSUD Wamena.
Kamal menyayangkan aksi anarkistis massa yang membuat dokter Soeko tewas, karena yang bersangkutan merupakan sosok dokter yang memiliki penggilan jiwa untuk mengabdi di wilayah pedalaman.
Sebelumnya, Informasi mengenai tewasnya dokter Soeko Marsetiyo juga mendapat perhatian khusus dari Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua.
Baca: Ini Kata Sekda Batanghari Soal Karhutla Setelah Ketemu Mahasiswa
Baca: Kantor Bupati Batanghari Digeruduk Puluhan Mahasiswa, Desak Cabut Izin Perusahaan Terkait Karhutla
Baca: Heboh Ambulans Bawa Batu dan Bensin Saat Unjuk Rasa di DKI Jakarta, Siapa Pelakunya?
Profesi dokter Soeko sebagai seorang pekerja kemanusiaan seharusnya bisa mendapat perlindungan lebih dari semua pihak.
Karenanya, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Fritz Ramandey menganggap tewasnya dokter Soeko saat kerusuhan Wamena sebagai sebuah kejahatan yang tidak biasa.
"Jadi, kalau ada kejahatan ditujukan kepada para guru, tenaga medis, ini kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan, karenanya ini kategorikan kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan," tutur dia.
Dari sedikitnya jumlah pekerja kemanusiaan yang dengan suka rela meminta bertugas di wilayah pedalaman, tewasnya dokter Soeko menjadi duka bagi seluruh masyarakat Papua.
"Sangat disayangkan, dan Komnas HAM menyampaikan turut berdukacita," kata Fritz, yang saat ini tengah berada di Wamena.
Korban tewas akibat kerusuhan yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, terus bertambah. Pada Rabu (25/9/2019), aparat TNI-Polri kembali menemukan 4 jenazah yang terbakar saat terjadi amukan massa.
Baca: BACAAN SURAT YASIN LENGKAP Dilengkapi Arti Dalam Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Indonesia dan Doa!
Baca: TAMPARAN Atta Halilintar Usai Bebby Fey Ungkap Skandal Bersamanya, Udah Puas? Sekarang Giliran Saya!
Baca: Ada 10 Warga Suku Anak Dalam, Diantara 43 Tersangka SMB yang Dilimpah ke Jaksa Penuntut Umum
"Total sudah 32 korban tewas sampai malam ini. Yang ditemukan hari ini terbakar, ditemukan di puing-puing rumah," ujar Komandan Kodim 1702/Jayawijaya Letkol Candra Dianto, melalui sambungan telepon, Rabu (25/9/2019) malam.
Ia mengakui, sebagian besar korban tewas ditemukan dalam keadaan hangus terbakar, yang lainnya ada yang terkena sabetan benda tajam, panah, dan juga luka akibat benda tumpul.
Candra menyebut, belum semua lokasi amukan massa pada 23 September 2019 lalu telah disisir oleh aparat.
"Sementara sudah 75 sampai 80 persen yang disisir, banyak sekali kerusakan," katanya.
Oleh karena itu, ia meyakini masih ada korban tewas yang belum ditemukan.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Papua Lukas Enembe menyampaikan duka yang mendalam atas peristiwa itu.
"Pemerintah Papua dan masyarakat Papua mengucapkan bela sungkawa atas kejadian yang terjadi pada hari Senin (23/9/2019)," ujar Lukas setelah mengunjungi para korban kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Rabu (25/9/2019).
Aksi unjuk rasa siswa di Kota Wamena, Papua, Senin (23/9/2019), berujung rusuh.
Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, PLN, dan beberapa kios masyarakat.
Unjuk rasa yang berujung rusuh itu diduga dipicu oleh perkataan bernada rasial seorang guru terhadap siswanya di Wamena.
Sementara Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja memastikan bahwa alasan massa melakukan aksi anarkistis di Wamena adalah karena mereka termakan kabar tidak benar atau hoaks.
Rudolf mengklaim kepolisian sudah mengkonfirmasi isu tersebut dan memastikannya tidak benar.
Pascakerusuhan yang terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada 23 September lalu, sebanyak 5.000 warga mengungsi.
Baca: BACAAN SURAT YASIN LENGKAP Dilengkapi Arti Dalam Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Indonesia dan Doa!
Baca: TAMPARAN Atta Halilintar Usai Bebby Fey Ungkap Skandal Bersamanya, Udah Puas? Sekarang Giliran Saya!
Baca: Ada 10 Warga Suku Anak Dalam, Diantara 43 Tersangka SMB yang Dilimpah ke Jaksa Penuntut Umum
Gubernur Papua Lukas Enembe yang pada Rabu (25/9/2019) menemui para pengungsi meminta mereka untuk menghilangkan rasa takut dan kembali ke rumahnya masing-masing.
"Kami harap mereka ibu-ibu yang sakit dan anak-anak boleh mengungsi, tapi yang lain kita tidak boleh mengungsi dan takut. Kita ini Indonesia, berada di wilayah Republik Indonesia," tutur dia.
Namun, Lukas juga menyatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua akan mengakomodir kebutuhan warga selama mereka masih mengungsi.
Bagi korban yang kehilangan tempat tinggal, Lukas memastikan Pemprov Papua akan memberikan bantuan.
"Kami akan bantu mereka yang rumahnya terbakar, namun kami menunggu pendataan termasuk pembangunan kantor pemerintah," kata dia.
Lukas juga meminta agar para korban yang sebelumnya memiliki tempat usaha bisa kembali melakukan aktivitasnya seperti semula.
"Saya harapkan distribusi barang dan makanan bisa terjadi dengan dibukanya tempat usaha," ucap dia.
Hingga Rabu, kerusuhan Wamena telah menyebabkan 30 orang tewas dan 76 luka-luka.
Dari sisi kerugian material, 80 kendaraan roda empat, 30 kendaraan roda dua, 150 rumah dan pertokoan, dan 5 kantor pemerintahan hangus terbakar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dokter Soeko Wafat Saat Terjebak Kerumunan Massa di Kerusuhan Wamena"