Milenials
Nasib UU KPK dan RKUHP, Begini Tanggapan Mahasiswa di Jambi
Juga mengenai UU KPK, ada beberapa point yang dianggap krusial dan menurunkan indepedensi dari lembaga KPK
Penulis: Nurlailis | Editor: Deni Satria Budi
Nasib UU KPK dan RKUHP, Begini Tanggapan Mahasiswa di Jambi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Permasalah di negara Indonesia tercinta akhir-akhir ini, bertubi-tubi. Belum selesai masalah yang satu, muncul lagi masalah baru. Ibarat luka yang belum sembuh, harus merasakan luka ditempat baru.
Seperti Rancangan Kitab UU Hukum Pidana ( RKUHP ) yang memuat pasal-pasal karet yang tidak jelas dan cenderung dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok berkepentingan.
RKHUP juga banyak memuat pasal-pasal karet sehingga hal tersebut akan memberikan kewenangan terhadap aparat penegak hukum untuk melakukan menindaklanjuti terhadap pelanggar hukum tanpa mengetahui batasan-batasan yang pasti.
Juga mengenai UU KPK, ada beberapa point yang dianggap krusial dan menurunkan indepedensi dari lembaga KPK. Seperti pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Berikut adalah beberapa pendapat dari mahasiwa di Jambi mengenai RKHUP dan UU KPK.
Deby Silviani, Mahasiwa
Seperti yang masih hangat-hangatnya terjadi, yaitu mengenai hukuman terhadap perempuan yang menggugurkan kandungan atau meminta orang lain untuk menggugurkan kandungannya.
Yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah ketika hukum tersebut tidak memuat pengecualian dan melihat dari segi darurat medis terhadap korban pemerkosaan.
Juga ada pasal yang masih dianggap ngawur, yaitu pasal yang mengatur tentang gelandangan. di pasal 432 dimana gelandangan dikenai pidana dan denda Rp 1 juta rupiah.
Sementara UUD mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. jadi disini dapat dilihat antara RKUHP dan juga UUD sangat bertolak belakang.
Mengenai Aksi yang terjadi dalam penolakan RKUHP saya rasa sah-sah saja tergantung dengan tuntutan aksi tersebut.
Adanya pertemuan tertutup dalam pembentukan RKUHP antara DPR dan pemerintah yang sebenarnya mendorong masyarakat untuk turun aksi dan mengkritik hal tersebut. karena bagaimanapun keputusan yang dibuat pasti akan berpengaruh dan berdampak untuk kemaslahatan umat.
Baca: Revisi UU KPK Dinilai Ngebut, ICW Sebut Pemerintah-DPR Punya Dendam dengan KPK
Baca: Perjalanan Panjang Imam Narawi, Berawal dari Saksi Berubah Jadi Tersangka KPK Kasus Suap Rp 26,5 M
Baca: Mahasiswa Jambi dan Walhi Aksi Tuntut Pemerintah Selesaikan Masalah Kabut Asap
Baca: Ketua KPK Serukan Upaya Berantas Korupsi Tak Boleh Berhenti, Beri Pesan Ini ke Masyarakat
Apabila hasil dari perumusan tersebut cenderung ngawur atau dapat dikatakan sebagai pasal karet. Tentu saja itu akan berdampak buruk di masyarakat. adanya ketakutan ditengah masyarakat dan mahasiswa terhadap pengesahan RKUHP yang dinilai sangat cepat tanpa pertimbangan.
Seperti UU KPK, penyadapan harus seizin tertulis dewan pengawas yang kemudian dipertanggungjawabkan ke pimpinan KPK.
Dalam point ini, saya beranggapan bahwa hal ini sangat tidak efesien, mengingat bahwa KPK merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk memberantas Korupsi, tapi ketika dalam proses penyadapan untuk mencari barang bukti harus meminta izin dengan dewan pengawas, proses ini cenderung bertele-tele apalagi untuk suatu permasalahan yang krusial, karena nantinya bisa saja ada kecurangan-kecurangan dalam proses penyadapan, seperti penghilangan barang bukti sebelum penyadapan dilakukan.
Dari beberapa point di atas dapat saya simpulkan bahwa UU tersebut cenderung mengekang dan memperlambat proses kinerja KPK dalam menangani kasus Korupsi.
Arif, Mahasiwa

Kita melihat RKHUP ini sangat prematur sekali untuk disahkan. Beberapa pasal masih menjadi perdebatan bahkan beberapa pasal dibahas secara diam-diam.
Pasal-pasal yang disoroti seperti korban pemerkosaan yang akan dipidana apabila melakukan aborsi, ada juga penghinaan presiden, pelaku santet, dan pasal lainya yang masih prematur sekali.
Kita tetap harus merevisi pasal tersebut, secara tidak langsung kita bisa lebih kejam dari Belanda karena tidak memperhatikan hak asasi manusia.
UU KPK juga sangat melemahkan KPK dan merupakan kemunduran untuk pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebagai mahasiwa kami tidak menyetujui hal itu.
Melihat apa yang dilakukan beberapa kampus yang melakukan aksi, kami didaerah sangat mendukung penolakan RKHUP dan UU KPK.
Di Jambi, masih fokus pada isu lokal seperti penyelesaian kabut asap, penindakan terhadap oknum dan perusahaan yang membakar, dan membantu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Sebelumnya juga kami melakukan aksi menuntut pemerintah Provinsi Jambi dapat menyelesaikan permasalah kabut asap ini. Tapi bukan berarti tidak peduli terhadap RKHUP dan UU KPK.