Editorial
Memeluk Korban Karhutla
kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terus terjadi di Jambi. Petugas masih terus berjibaku memadamkan api.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih terus terjadi di Jambi.
Petugas masih terus berjibaku memadamkan api. Mereka berkeringat untuk mewujudkan langit biru, meninggalkan keluarga, menembus bahaya yang jelas-jelas terlihat di depan mata.
Bisa saja mereka celaka di sana.
Seiring dengan masih terjadinya karhutla yang menghasilkan kabut asap yang begitu menyiksa, masyarakat umum juga makin banyak yang jadi korban.
Apalagi anak-anak dan yang lanjut usia, mereka paling rentan jadi korban akibat hirup udara yang sudah tak lagi sehat.
Kita tidak tahu angka pasti, berapa banyak yang saat ini sakit karena kabut asap ini. Pasti jumlahnya tidak sedikit.
Mungkin karena itu pula data penderita ISPA dan penyakit lain yang terdampak karhutla sulit diperoleh media.
Di setiap daerah, dipastikan jumlahnya tak sedikit, sebab kabut asap merata di Jambi.
Baca: Udara Kota Jambi Berasap, Ini Cara Membuat Alat Penjernih Udara Sederhana
Baca: Mengenang Mendiang Junaidi T Noor Masih Diminta Tunjuk Ajar Sebelum Wafat
Baca: Cerita Orangtua di Batanghari yang Anaknya Dirawat Akibat ISPA, Diduga Terpapar Asap Karhutla
Persoalan korban kabut asap ini menjadi penting untuk jadi perhatian bersama.
Apakah mereka sudah mendapatkan fasilitas dan layanan yang sesuai?
Apakah para korban ini bisa mendapat layanan kesehatan dengan mudah dan gratis atau setidaknya murah? Hal ini yang perlu jadi perhatian para pemangku kebijakan.
Kita tidak ingin anak-anak dan lansia jadi semakin menderita karena sulitnya bagi mereka mengakses kesehatan. Apalagi ini sudah memang kewajiban pemerintah daerah menyediakannya.
Di daerah yang selama ini menjadi

'pusat' karhutla perlu untuk disiapkan fasilitas yang mudah dijangkau.
Selain itu yang paling rentan menjadi korban karhutla dari sisi kesehatan ialah ibu hamil. Mereka butuh ruang untuk bisa mendapatkan udara bersih, agar janin yang dikandungnya tetap sehat.