Miris, Tak Mampu Beli Susu, Bayi 14 Bulan Minum 5 Gelas Kopi Sehari Kondisinya Kini
Orangtua Tak Mampu Belikan Susu, Balita Ini Diminumi Kopi Tubruk Tiap Hari. Hal mengejutkan terjadi setelah bayi itu punya kebiasaan minum kopi tubru
TRIBUNJAMBI.COM- Orangtua Tak Mampu Belikan Susu, Balita Ini Diminumi Kopi Tubruk Tiap Hari.
Hal mengejutkan terjadi setelah bayi itu punya kebiasaan minum kopi tubruk tiap harinya.
Seorang bayi perempuan berusia 14 bulan di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Hadijah Haura, menghabiskan lima gelas atau setara 1,5 liter kopi setiap hari.
Baca: Latar Belakang Keluarga Ariel Tatum Terlacak, akhirnya Terungkap Penyebab Mundur dari Dunia Sinetron
Baca: Revisi UU KPK Segera Disahkan Jadi Undang-undang, Bagaimana Nasib KPK? Mati Suri? Lumpuh?
Baca: Meski Murah Meriah, Ini Deretan Manfaat Tahu Untuk Cegah Penyakit, Kanker Payudara, Gejala Menopause
Kebiasaan menyeruput kopi tubruk ini dilakoni bayi itu sejak ia berusia 6 bulan.
Kedua orangtuanya beralasan terpaksa menyuguhi kopi tubruk ke anaknya lantaran tak mampu membeli susu.
Hal mengejutkan terjadi.
Semula ada kekhawatiran bayi ini mengalami hal tak diharapkan karena minum kopi tiap hari yang selazimnya bukan minuman bayi.

Baca: Kai EXO Jadi Ambassador Pertama Gucci dari Korea, Dipasangkan dengan Ni Ni dari Cina
Baca: Jadwal Liga Champions 2019-2020 Babak Fase Grup - Dortmund vs Barcelona, Napoli vs Liverpool
Baca: Revisi UU Pemasyarakatan, Jika Rampung Napi Boleh Momong Anak di Penjara
Nyatanya, balita ini baik-baik saja, dan sehat.
Pertumbuhannya juga normal, aktivitasnya tetap enerjik.
Meski mengonsumsi kopi, pertumbuhan fisik bayi itu seperti anak normal lainnya.
Hadijah tergolong anak super aktif.
Meski usianya baru 14 bulan, Hadijah sudah mahir berjalan sendiri, hingga aktif bermain bersama teman-teman sebayanya.
Anak pertama pasangan Sarifuddin dan Anita dari Desa Tonro Lima ini bahkan kerap membuat kedua orangtuanya tak bisa tidur lantaran bocah ini aktif bermain sendiri.
Baca: Daftar Harga Toyota Calya dan Daihatsu Sigra Bekas, Mulai Rp 90 Jutaan
Anita mengaku kerap memberikan kopi karena ia tak mampu membeli susu.
Upah Rp 20.000 sebagai buruh kupas kopra bersama suaminya, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur kecil keluarganya.
"Ya mau diapalagi, pendapatannya tidak cukup untuk membeli susu.
Terpaksa setiap hari hanya diberi dot berisi kopi.
Bahkan ia tak bisa tidur kalau tidak minum kopi. Biasa merengek minta kopi sebelum tidur,” jelas Anita saat ditemui wartawan di rumahnya, Sabtu (14/9/2019).
Menurut Anita, Ia dan suaminya Sarifuddin hanya menggantungkan hidup dari upah bekerja sebagai pengupas kopra.
Saat musim panen, Sarifuddin kerap beralih profesi menjadi buruh angkut padi di sawah karena upahnya lebih besar.
Namun usai panen, ia kembali menekuni profesi sebagai buruh kupas kopra.
Selama sehari bekerja, maksimal ia mendapatkan penghasilan bersama suaminya hingga Rp 40.000.
Itu pun jika ada kelapa yang bisa diolah jadi kopra.
Saat bahan bakunya habis ia kerap beristirahat sampai ada bahan baku terkumpul untuk diolah.
Meski khawatir dengan perkembangan kesehatan buah hatinya yang terus menerus disuguhi kopi, Anita mengaku tidak punya banyak pilihan karena alasan pendapatan rumah tangga.
Kalau ada upah setiap hari itu biasanya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari, itu pun kadang tidak cukup.
• Balita Ini Harus Menjalani Operasi Mata Setelah Kecanduan Gawai, Kenal iPad Sejak Umur 2 Tahun
Selama ini Anita mengaku tak pernah mendapatkan bantuan susu atau asupan gizi dari dinas kesehatan untuk anaknya.
Kabid Bina Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Polman mengatakan, pihaknya telah mengunjungi anak tersebut dan memberi bantuan berupa biskuit dan susu.
Dinkes juga telah memberikan pemahaman kepada orangtua anak tersebut agar tidak lagi memberi kopi.
"Karena kalau lama kelamaan nanti ada efeknya karena mengandung kafein dan mengandung banyak gula," jelasnya. (Kompas.com/ Junaedi)
Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul Orangtua Tak Mampu Belikan Susu, Balita Ini Diminumi Kopi Tubruk Tiap Hari, Hal Mengejutkan Terjadi
Editor: Agung Budi Santoso