Inspirasi Belajar Mencintai dari BJ Habibie dan Ainun yang 'Galak', Cinta yang Sederhana

Ini bisa menjadi kisah yang menginspirasi, kisah BI Habibie dan Ainun yang akhirnya difilmkan.

Editor: Duanto AS
Repro foto BJ Habibie dan Hasri Ainun Besari yang dipamerkan di acara Habibie Festival di Museum Nasional, Jakarta, Kamis (11/8/2016).(Kompas/Wisnu Nugroho) 

"Jawa, gendut, jelek. Kamu kok hitam kayak gula jawa," kenangnya di acara Rosi.

Namun Ainun tidak pernah marah meski Habibie memakinya dengan ucapan-ucapan rasial semacam itu. Habibie pun perlahan merasa malu.

Delapan tahun setelahnya, selulusnya dari ITB dan sesudah mengeyam banyak ilmu dari bangku kuliah di Jerman, Habibie akhirnya pulang.

Sang Ibu mengajaknya untuk ke rumah Ainun. Pikirannya carut, mengingat ungkapan-ungkapan pada Ainun yang harusnya tidak dia katakan.

Malu, pasti.

Dan pada saat itulah Habibie kembali berjumpa dengan Ainun setelah sekian lama. Setelah makian itu. Hingga kemudian ia menyadari bahwa ada sesuatu yang menyala di dalam dadanya.

Gula Jawa yang hitam telah menjelma gula pasir. Atau semacam cahaya terang yang menghidupkan hal-hal tabu yang beku dan mati di dalam hatinya.

Cinta adalah perkara yang paling tidak logis. Yang terkadang membuat penganutnya tidak memerlukan alasan untuk menyukai seseorang.

Presiden Ke 3 RI BJ Habibie hadir.
Presiden Ke 3 RI BJ Habibie hadir. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Waktu mengupas benci hingga menjadi sangat runcing dan tajam. Menghujamkannya tepat di sela-sela rusuk Habibie. Si Jawa-Hitam-Gendut-nya telah bermetamorfosa menjadi kepingan pelengkap hidup yang tidak pernah ia bayangkan.

Habibie menikahi Ainun pada 12 Mei 1962, menghabiskan bulan madu dari Yogyakarta sampai Ujung Pandang. Berbahagia dan sejahtera hingga dikaruniai dua anak serta enam orang cucu.

Empat puluh delapan tahun setelah pernikahan, Ainun harus terbaring di mesin MRI yang digunakan untuk mendiagnosa berbagai macam penyakit di dalam tubuh.

Di waktu yang sama, di balik telepon, Habibie sudah merencanakan keberangkatan secepat mungkin dari Jakarta menuju Munchen demi menemani masa-masa sulit yang mulai memeluk istrinya.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya kanker ovarium stadium 3-4," kata Habibie mengenang sambil menirukan ucapan Ainun. Sudah tidak ada yang bisa disembunyikan. Mereka sama-sama terdiam.

Sejak saat itu Ainun meminta untuk kembali di berangkatkan ke Indonesia. Ia hanya tidak ingin meninggal di tanah orang. Terlebih karena Ainun juga ingin berhadir di sebuah acara rapat organisasi yang bergerak di bidang donor mata bagi tunanetra.

Di sisi lain Ainun juga harus menjalani serangkaian operasi dalam kurun waktu sebulan. Sebelum operasi pertama, Habibie membantu Ainun untuk membersihkan tubuhnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved