Kisah Polisi Jujur

Tak Takut Usut Kasus Pemerkosaan Melibatkan Anak Pejabat, Mendadak Kapolri Jujur Dicopot Soeharto

TRIBUNJAMBI.COM - Korp Bhayangkara pernah memiliki satu di antara tokoh kepolisian yang menjadi

Editor: ridwan
Kolase
Hoegeng dan Soeharto 

 

TRIBUNJAMBI.COM - Korp Bhayangkara pernah memiliki satu di antara tokoh kepolisian yang menjadi kebanggaan. Dia adalah, Jenderal Hoegeng Imam Santoso

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke-5 yang bertugas dari tahun 1968 - 1971.

Pada masa jabatannya terjadi perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya.

Misalnya sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).

Baca: Pansel Belum Ambil Putusan Terkait Surat Permohonan PKB dan Hanura

Baca: 7 Pegulat Smackdown Ini Lama Tak Bertarung, Ternyata Sudah Meninggal Dunia, No 3 Paling Tragis

Kemudian sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol.

Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol.

Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif.

Baca: Ayah Ani Yudhoyono Sampai Disingkirkan Soeharto, Padahal Mertua SBY Miliki Banyak Jasa: Apa Salahku!

Baca: Kalimat Mesra Ayu Ting Ting Saat Kepergok Makan Bareng di Resto Mewah dengan Pria: Luv my Baby

Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Hoegeng merupakan sosok Jenderal polisi yang melegenda karena bersih, sederhana, jujur dan tegas.

Namun, keberanian Hoegeng malah membuatnya diberhentikan dari jabatan Kapolri.

Semasa bertugas Hoegeng rela hidup pas-pasan demi menjaga integritas tidak mau menerima suap dan gratifikasi.

Aditya S Hoegeng dalam tulisannya, Saya Bangga Menjadi Anak Pak Hoegeng menyebutkan, meski pernah menjabat sebagai Kapolri berpangkat Jenderal, setelah pensiun Hoegeng tidak punya rumah pribadi.

Baca: Ditangkap Saat Transaksi Ekstasi di Depan Mall, Kurniawan dan Den Anan Divonis 5 Tahun

Baca: Pendaftaran Cawagub Jambi, Partai Koalisi Minta Perpanjangan Waktu Tiga Hari

Hanya ada rumah dinas di Jalan Muhammad Yamin, Jakarta mobil pribadi Dia juga tak punya.

Bahkan Kapolri pengganti Hoegeng hingga para Kapolda yang merasa iba kepada Hoegeng berusaha menyediakan rumah dan membelikan mobil kepada Hoegeng.

Keberanian Hoegeng Imam Santoso ternyata yang mengantarkannya dicopot dari jabatan Kapolri.  

Berikut rangkuman kisahnya.

Banyak kisah heroik menumpas kejahatan di Indonesia, seperti kisah Kopassus dan Polisi atau yang lainnya.

Namun, di antara berbagai kisah heroik polisi menumpas kejahatan, ada satu kisah yang bisa jadi menggetarkan hati Anda.

Baca: Titip Surat Lewat Satpam, PKB Minta Perpanjangan Pengajuan Cawagub Jambi

Baca: Hindari Razia Gabungan, PSK Online Layani Tamu di Hotel Bintang: 1 Kamar Digilir 2-3 PSK

Kisah ini muncul di balik mendiang perwira tinggi polisi, Jenderal Hoegeng.

Jenderal Hoegeng adalah aparat penegak hukum yang menjabat sebagai Kapolri sejak 9 Mei 1968.

Namun, saat duduk di puncak kariernya, Jenderal Hoegeng justru harus menelan pahitnya kenyataan.

Jabatan Jenderal Hoegeng tiba-tiba dicopot Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971.

Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas.com, sebelumnya, Jenderal Hoegeng sempat ditawari menjadi duta besar Swedia dan Belgia.

 

Namun, tawaran itu ia tolak mentah-mentah.

Baca: Warga Banyu Asin Ditahan di Jambi, Didakwa Bersalah Miliki 1.860 Butir Ekstasi

Baca: Siap Menanti Gerhana Matahari Cincin? Ini Wilayah yang Bisa Melihat Fenomena Alam, Catat Waktunya!

 

Jenderal Hoegeng bersikukuh ingin mengabdikan dirinya di tanah air.

Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum.
Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum. (KOMPAS/Hendranto)

Namun, fakta berkata lain.

Usianya yang masih 49 tahun harus digantikan senior yang berusia empat tahun lebih tua, Jenderal Moh Hasan.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng terpaksa pensiun dini pada usia yang masih produktif.

Mencuat pertanyaan banyak pihak mengapa Jenderal Hoegeng pensiun dini.

Ternyata, sebelum dipensiunkan dini oleh Presiden Soeharto, Jenderal Hoegeng rupanya tengah mengusut tuntas kasus pemerkosaan.

Kasus pemerkosaan ini dikenal sebagai kasus Sum Kuning.

Kasus pemerkosaan ini menimpa seorang gadis berusia 18 tahun, Sumarijem.

Baca: Pengakuan Mengejutkan Ade Rai Soal Agung Hercules Idap Kanker Otak Stadium 4, Masih Lakukan Hal Ini

Baca: Andika Eks Kangen Band Laporkan Wanita ke Polisi: Lampung Provinsi Gue Dihina Kayak Gitu

Baca: Kebijakan Anggaran Jokowi Dikeluhkan 02, Dua Pakar Hukum Sebut Itu Keuntungan Petahana

Baca: Kisah Epy Kusnandar Premen Pensiun Sembuh Kanker Otak Cara Alternatif, Kini Diidap Hercules

 

Melansir dari Intisari, Sumarijem adalah seorang penjual telur.

Pada 21 September 1970, Sum diseret oleh sejumlah pria tak dikenal.

Ia dimasukan ke dalam mobil, kemudian dibius.

Ia lalu diperkosa di kawasan Klaten secara bergilir oleh sejumlah pria tak dikenal itu.

Puas melampiaskan hasratnya, sejumlah pria tak dikenal tersebut lengsung menelantarkan Sum di pinggir jalan.

Sum tak mau tinggal diam, ia lantas melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian.

Baca: Kesal Tak Dipinjami Uang, Supir Manager Trona Nekat Curi Uang Kasir Lalu Senang-senang ke Pucuk

Baca: Siapakah Arief R Wismansyah yang Berseteru dengan Menkum HAM, Yasona Laoly hingga Laporkan ke Polisi

 

Dengan dalih mencari keadilan.

Namun, Sum justru balik diserang pihak berkuasa.

Jenderal Hoegeng
Jenderal Hoegeng (Kolase Tribun Jabar)

Ia malah dijadikan tersangka atas tuduhan laporan palsu.

Sum bahkan dituding sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Ia dituntut tiga bulan penjara dan satu tahun masa percobaan.

Namun, majelis hakim menolak tuntutan itu karena tak terbukti membuat laporan palsu.

Akhirnya, Sum pun dibebaskan dari hukuman.

Baca: Pemkot Jambi Waspadai Penyakit Zoonosis pada Hewan Kurban

Baca: Kesal Lihat Mantan Dibonceng Cowok, Hamdani Kejar Lalu Tabrak dengan Mobil

 

Namun, polisi justru menunjukkan sosok yang disebut orang yang telah memerkosa Sum.

Ia bernama Trimo, seorang penjual baso. Namun, Trimo justru mengelak semua tuduhan tersebut.

Kemudian, terkuak pula fakta lain dari hasil putusan sidang.

Rupanya, Sum mengalami hal memilukan di dalam tahanan.

Sambil dianiaya, Sum dipaksa mengakui pelakunya adalah Trimo.

Tidak hanya Sum yang dianiaya, Trimo pun mengalami hal yang sama saat diperiksa polisi.

Baca: Datangi Rumah Novel Baswedan & 2 Orang Menunggu Diatas Motor, TGPF Curigai 3 Orang Penyiram Novel

Baca: LPPM Unja Invovasi Sambal Ikan Patin dengan Sentuhan Teknologi

 

Melihat peliknya kasus ini, Jenderal Hoegeng pun turun tangan.

Setelah Sum bebas, Jenderal Hoegeng memerintahkan Komjen Suroso mencari orang yang mengetahui fakta dibalik pemerkosaan Sum.

Ia bahkan membentuk tim khusus yakni Tim Pemeriksa Sum Kuning.

“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” ujar Jenderal Hoegeng, seperti dikutip Intisari.

Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa.

Jenderal Hoegeng Iman Santoso saat menjabat Kapolri.
Jenderal Hoegeng Iman Santoso saat menjabat Kapolri. (Istimewa)

Tersiar pula bahwa pelakunya adalah sejumlah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi.

Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.

Baca: Jambi Tuan Rumah Kegiatan Simposium Nasional Ikan dan Perikanan Perairan Daratan (SNIP2D)

 

Baca: Pergelaran Seni dan Sastra “Cahaya Tanah Pilih” Jambi Persembahan Sanggar Seni Granada Pada 20 Juli

Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah. Kasus ini dinilai guncangkan stabilitas nasional.

Akhirnya, ia memerintahkan penghentian kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.

Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum.

Polisi pun mengumpulkan 10 tersangka.

Namun, mereka bukanlah anak penjabat yang Sum tuduhkan.

Mereka bahkan membela diri dan menyebut siap mati demi menolak tuduhan itu.

Baca: Polwan Berpangkat Kompol yang Beri Servis Dortin Felix akan Segera Diadili, Ini Kelakuannya

Baca: Siapa Sebenarnya Paulus Panjaitan? Karir Militer Anak Luhut Panjaitan, Dibandingkan dengan AHY

Baca: Menguak Den Harin Pasukan Super Indonesia yang Misterius, Hanya Prajurit Pilihan TNI-Polri

Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik karena dipensiunkan dini.

Kariernya yang tiba-tiba merosot, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.

Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.

Momen ini dituliskan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan seperti yang dikutip Intisari.

"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.

 Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.

"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi unjuk gigi memberantas kejahatan.

Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.

Melansir dari Kompas.com, putra Heogeng, Aditya Soetanto sempat blak-blakan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.

Heogeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya.

Ia menjelma menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.

Baca: Siapakah Arief R Wismansyah yang Berseteru dengan Menkum HAM, Yasona Laoly hingga Laporkan ke Polisi

Baca: Prajurit Kopassus Hilang 18 Hari di Papua, Diikuti Sosok Tak Terlihat: Alami Kejadian di Luar Nalar

Namun, hasil penjualan dari lukisan tak seberapa.

Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.

Ia harus banting tulang karena tak memiliki aset mahal dan berharga.

Setelah bertahan 10 tahun, akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.

Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.

Berani Selidiki Kasus Perkosaan Kapolri Jujur Dicopot Soeharto, Saat Pensiun Para Kapolda Sampai Iba

Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Berani Selidiki Kasus Perkosaan, Kapolri Jujur Dicopot Soeharto, Saat Pensiun Para Kapolda Iba

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved