Heldy Cinta Terakhir Soekarno 'Dituduh Pacaran', Ramalan Mbok Nong yang Akhirnya Terbukti
Ia menunduk, membiarkan pinggang kecilnya dipeluk Bung Karno yang terus-menerus menatapnya. “Siapa namamu?” tanya Bung Karno sambil berbisik.
Tamat sekolah dasar (waktu itu disebut Sekolah Rakyat), Heldy melanjutkan ke SMP Gunung Pedidi di Jln. Rondong, Demang, Tenggarong. Menjelang naik ke kelas 3, terjadi proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda.

Ayah Heldy yang bekerja di perusahaan Belanda Oost Borneo Maatschapij (OBM) pun berhenti. Dalam rangka mencari pekerjaan, H. Djafar memboyong keluarganya pindah ke Samarinda. Heldy pun meneruskan kelas 3 SMP-nya di sebuah sekolah Katolik di Samarinda.
Setelah lulus SMP, Heldy yang sudah tumbuh menjadi remaja putri 16 tahun dan berperawakan mungil itu pun pergi mengikuti jejak kakak-kakaknya ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Cita-citanya menjadi desainer interior.
Dari Samarinda naik kapal menyusuri sungai menuju Balikpapan, lalu dari Pelabuhan Semayang, Balikpapan, naik kapal laut Naira yang besar. Heldy ditemani Milot dan Izhar, iparnya, serta bayi satu bulan anak terkecil Milot, Achmad Rizali Noor.
Berlayar sepanjang malam menuju Surabaya, dan dari sana disambung naik kereta api sehari semalam ke Jakarta.
Barisan Bhinneka Tunggal Ika
Heldy tinggal di rumah Erham yang saat itu telah berkeluarga dan memiliki tiga anak, di Jln. Ciawi III No. 4 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di sana juga ada dua keponakan istri Erham, Sofini dan Maryati. Ada pula dua sepupu Heldy yakni Kartini dan Nur, juga Johan, kakak laki-laki Heldy.
Heldy banyak membantu kakak iparnya di dapur. Ia juga pandai menjahit baju. Erham yang bekerja di sebuah bank swasta punya penghasilan besar, jadi tidak masalah menampung banyak kerabat di rumahnya. Sementara Yus, salah satu kakak Heldy yang kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tinggal di Asrama Mahasiswa Kalimantan Timur di Jakarta Pusat.
Yus seorang aktivis. Ia Ketua Perhimpunan Mahasiswa Kalimantan Timur, akrab dengan pelbagai kalangan. Dalam suatu acara ia mengajak Heldy yang saat itu sekolah di Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP) – kemudian berubah menjadi Sekolah Kepandaian Keputrian Atas (SKKA) dan sekarang menjadi Sekolah Menengah Kepandaian Keputrian (SMKK) – di daerah Pasar Baru.
Rupanya kecantikan Heldy menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa.
Adji, salah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, bahkan menyatakan cintanya. Padahal ada beberapa pemuda yang juga naksir. Guru kimia yang mahasiswa Fakultas Kedokteran, Zulkifli TS Tjaniago, misalnya. Atau guru pelajaran tekstil, Arnauly, juga sering memberi perhatian besar dan mengunjungi Heldy.
Selain cantik, Heldy juga pernah memenangi lomba mengenakan kebaya. Ia luwes, terbiasa mengenakan busana tradisional Kalimantan. Majalah Pantjawarna menampilkannya pada cover.
Karena jejaring aktivitasnya Yus juga dipercaya pihak protokol Istana Negara untuk menyiapkan barisan Bhinneka Tunggal Ika. Barisan yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno itu terdiri atas remaja putra-putri dari pelbagai provinsi. Mereka bagian dari protokol Istana, selalu berdiri berjajar sebagai pagar ayu dan pagar bagus di setiap acara.
Heldy yang saat itu kelas 2 SKKA terpilih mewakili Kalimantan. Demikian juga sepupunya dan keponakan istri Erham.
Suatu hari pada 1964, Heldy berdiri berjajar di tangga Istana Merdeka bersama anggota barisan Bhinneka Tunggal Ika. Ia mengenakan kebaya warna pink dengan kain lereng, berselendang, dan rambutnya disanggul hasil penataan Minot, kakak perempuannya. Hari itu Presiden akan menyambut tim bulutangkis yang baru merebut Piala Thomas.