Info BPJS Kesehatan
Pengalaman Iskandar, Sehat itu Murah, Sakit itu Mahal Apabila Tanpa JKN KIS
Angina pectoris atau serangan jantung, diagnosa tersebut yang dibaca oleh dokter yang kemudian diinformasikan pada anak Iskandar saat itu.
Pengalaman Iskandar, Sehat itu Murah, Sakit itu Mahal Apabila Tanpa JKN KIS
TRIBUNJAMBI.COM - Datangnya sakit tidak melihat usia, profesi dan jenis kelamin seseorang. Bahkan, seseorang yang beberapa jam lalu masih dalam keadaan sehat walafiat bisa menjadi seorang pasien beberapa saat kemudian.
Masih jelas dalam ingatan, Iskandar (64) pada sore itu (28/1/2018) sedang bercengkrama dengan cucunya yang telah lama tidak bertemu. Cucunya berdomisili di Payakumbuh dan Iskandar sendiri di Jakarta.
Kala itu Iskandar menemui cucunya di Payakumbuh dan sedang asik bercengkrama bersama. Tiba tiba Iskandar merasakan sakit yang luar biasa pada dada sebelah kiri beliau.
"Sangat sakit, sampai cucu saya itu menjerit memanggil ibunya, mami mami opung sakit, teriak cucu saya," kata Iskandar.
"Seingat saya, waktu itu saya langsung dibawa oleh anak saya ke RSUD yang ada di Payakumbuh dan langsung dirawat inap di rumah sakit tersebut, karena perawatnya bilang butuh pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa penyakit saya, namun saya masih tetap merasakan nyeri pada dada saya," kenang Iskandar.
Iskandar merupakan seorang purnawirawan TNI AL, sudah tentu memiliki kepesertaan program JKN. Pada saat kejadian tentu keluarga memanfaatkan kepesertaan JKN milik Iskandar.
Angina pectoris atau serangan jantung, diagnosa tersebut yang dibaca oleh dokter yang kemudian diinformasikan pada anak Iskandar saat itu.
Karena waktu disampaikan tidak tampak raut khawatir di wajah anak Iskandar, tentu dia pun tidak merasakan kekhawatiran yang berlebih.
"Selain itu nyeri dada saya sudah tidak terasa sama sekali jadi saya kira penyakit ini adalah penyakit ringan. Ah hanya serangan jantung biasa," ujarnya pada sang anak kemudian.
Kemudian Iskandar melanjutkan kisahnya dengan sedikit terisak.
Kepada team Jamkesnews, Iskandar menuturkan kemudian serangan jantung yang dialami itu membawa kepada jenis penyakit yang lebih menyakitkan untuk dibayangkan.
Dokter spesialis jantung di RSUD Dr Adnan WD Payakumbuh menerbitkan surat rujukan yang ditujukan kepada RS M Djamil Padang.
"Saat itu dokter menyebutkan bahwa saya memiliki penyumbatan pada salah satu pembuluh jantung sehingga dibutuhkan catheterisasi sehingga dirujuk ke RS M Djamil Padang. Yang saya ketahui saat itu bahkan biaya ambulans yang membawa saya dari Payakumbuh ke Padang pun dijamin oleh BPJS Kesehatan, dan saya didampingi oleh dua orang perawat," tuturnya.
Perjalanan perawatan iskandar ternyata berlanjut kembali. Proses chateterisasi yang dilakukan di RSU M Djamil Padang malah membuka jalan baru untuk diagnosa lainnya yang terlihat pasca chateterisasi.
"Salah satu pembuluh darah saya, kalau pembuluh darah aorta ada yang sobek. Itu yang disampaikan oleh dokter, sehingga saya harus kembali lagi dirujuk ke RS Harapan Kita," kata Iskandar.
Operasi untuk tindakan perbaikan pembuluh darah aorta yang sobek tersebut dijadwalkan pada Agustus 2018.
Menjelang tindakan operasi tersebut dilaksanakan, Iskandar diperbolehkan pulang ke rumah dengan tetap rutin melaksanakan chek up.
"Kalau ditotal, jumlah hari rawat inap saya sejak di Payakumbuh hingga di RS Harapan Kita Jakarta, sekita empat bulan lamanya. Dari Payakumbuh ke Padang, kemudian Padang ke Jakarta, saya kembali pulang ke kota saya berdomisili, namun tidak dalam keadaan sehat," ujarnya.
Penjadwalan operasi yang semula dijadwalkan pada Agustus, dipercepat di pertengahan Juli, setelah lebaran Idul Fitri.
"Alhamdulillah operasi tersebut berjalan lancar. Hanya saat ini saya sedang dalam masa pemulihan, sedikit after effect operasi tersebut adalah kedua kaki saya dalam keadaan sedikit lumpuh. Hal itu saya maklumi mengingat operasi yang saya lakukan tergolong operasi besar," katanya.
"Betapa tidak, dada saya serta jantung saya dibuka untuk kemudian menjahit pembuluh darah yang sobek tersebut, namun menurut dokter akan bisa berfungsi seperti sedia kala setelah menjalani fisiotheraphy," tutur Iskandar.
Benar, Iskandar masih harus menjalani satu fase perawatan lagi untuk pulih seperti sedia kala.
"Iseng saya bertanya dengan perawat yang melakukan perawatan saya, tentang biaya yang dihabiskan untuk pengobatan saya selama ini, dan perawat menjawab. Secara nominal saya kurang lebih bisa Rp 170 jutaan, pak, kalau operasi seperti bapak. Belum yang lain lain pak," ujarnya.
"Yang benar saja, nilai segitu dan saya beserta keluarga tidak mengeluarkan uang satu rupiah pun," kata Iskandar dengan senyum.
Iskandar menceritakan bahwa tidak pernah terbayangkan olehnya akan memanfaatkan program JKN KIS ini.
Niat awalnya, Iskandar hanya ingin beramal dengan menjadi peserta yang rutin membayar iuran melalui potongan gaji tiap bulannya. Namun, siapa yang menyangka kini Iskandar menjadi salah satu yang turut memanfaatkan program ini.
"Bahkan sampai dengan hari ini (10/2/2019), saya masih terus rutin fisioteraphy di rumah sakit," tutur Iskandar. (adv)