Nasib Hutan Pematang Damar Pacsa Kebakaran Gambut, Habitat Anggrek Alam yang Terlupakan

Hutan Pematang Damar, sempat menjadi pembicaraan karena pesona puluhan jenis anggrek yang ditemukan di hutan desa seluas 240 hektare pada 2013 lalu.

Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Teguh Suprayitno
Tribunjambi/Deddy Nurdin
Kondisi hutan Pematang Damar pasca kebakaran. 

Hutan Pematang Damar, Habitat Anggrek Alam yang Jadi Korban Kebakaran Gambut Kini Nasibnya Terlupakan

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Hutan Pematang Damar, sempat menjadi pembicaraan hingga ditingkat nasional, kehebohan ini muncul lantaran pesona puluhan jenis anggrek yang ditemukan di hutan desa seluas 240 hektare pada 2013 lalu.

Komunitas Gerakan Muarojambi Berzakat (GMB) mencatat ada sekitar 84 jenis anggrek ditemukan hidup liar di belantara hutan desa yang dikeramatkan itu.

Belum lagi populasi kalong yang hidup nyaman di hutan, dan kerap menjadi pemandangan yang unik saat senja ribuan kalong beterbangan mencari makan dari hutan Pematang Damar dan kembali keperaduannya pada dinihari.

Suara berbagai jenis burung, kura-kura air tawar yang beratnya bisa mencapai 100 kg kerap dijumpai di dalam kawasan hutan pematang damar. Keindahan anggrek menebar pesona ditemani kantong semar juga menjadi hal yang menjadikan hutan ini dilirik banyak orang.

Baca: Ini yang Akan Terjadi di Pemerintahan Jokowi 5 Tahun ke Depan, Diantaranya Menteri Muda 25 Tahun

Baca: Ungkapan Kisah Gadis Asal Semarang Bersalaman dengan Paus Fransiskus, Niat Katakan Ini Namun Gagal

Baca: Ngaku Ingin Gabung ke Jokowi, Ferdinand Hutahaean: Tak Ada Partai yang Didirikan untuk Jadi Oposisi

Baca: Sambut 21 Personel Sabhara BKO Jakarta, Polres Tanjab Timur Langsung Kasih Cuti 4 Hari

Bagi masyarakat di tiga desa di Kecamatan Muaro Sebo yakni Desa Jambi Tulo, Desa Mudung Darat dan Desa Bakung. hutan ini dikeramatkan dengan berbagai cerita legenda.

"Saya usia 67 tahun dari umur 10 tahun sudah dipesankan supaya dak sembarangan masuk ke sana (pematang damar.red), banyak cerita mistis dan di tiap desa beda-beda, menurut saya begitu lah arifnya orang tua kami dulu melindungi supaya hutan itu tidak dirusak," kata Haji Jalaluddin dibincangi pada Senin (1/7/2019).

Ia melanjutkan ceritanya, sejak dahulu hutan Pematang Damar tak pernah kering meski di wilayah lain mengalami kemarau ekstrem. Termasuk disaat kebakaran hutan tahun 1997 kawasan hutan dan persawahan di sekitar Pematang Damar tak pernah kering.

Pematang Damar tak hanya menyimpan keindahan dan kekayaan alam di dalamnya. Namun, menjadi sumber utama air untuk mengairi sawah di tiga desa sekitarnya.

Bahkan hutan Pematang Damar juga diyakini menyimpan segala kebutuhan masyarakat. "Orang nak mencari ikan ke sano larinya, mencari rotan, rumbai untuk bikin kerajinan ado. Jadi memang warisan leluhur nian hutan tu, makanya dak boleh dirusak," katanya.

Bukan hanya itu saja di Pematang Damar kata Haji Jalaluddin juga banyak ditemui pohon sialang dan lebah madu liar yang bersarang di hutan Pematang Damar.

"Pohon di dalam itu waktu saya kecil dak ada yang kecil, tapi lama kelamaan mulai ditebang karena orang lah mulai kenal duit," katanya.

Baca: Warga Keluhkan Jalan Berlubang di Pusat Kota Sungai Penuh

Baca: Timnas U-19 Indonesia Terbebas Dari Grup Neraka Piala AFF U-18 2019, Fakhri Husaini Panggil 33 Nama

Baca: Sengaja Pasang Harga Mahal, Pemilik Merpati di Bandung Tak Menyangka Burungnya Dibeli Rp1 Miliar

Baca: Arief Poyuono Sebut Ada yang Ingin Pertikaian antara Jokowi dan Prabowo, Nama SBY & Demokrat Disebut

Mengenai penamaan Pematang Damar sendiri menurut haji Jalauddin dikarenakan kawasan Pematang Damar dulunya adalah lembah yang lama kelamaan menjadi hutan dan di sepanjang pematangnya pernah ditumbuhi pohon damar.

"Dulu pernah digali di pinggir memang ada ketemu kayak siso-siso kayu damar. Didalam tu ada kanal kuno juga. Lokasi dekat dengan candi, mungkin itu lah makanya orang dulu ngasi nama Pematang Damar," sebutnya.

Namun keindahan dan kekayaan alam yang tersimpan di Pematang Damar kini sirnah karena keserakahan. Haji Jalaluddin meyakini jika hutan Pematang Damar sengaja dibakar.

"Kalau titik api sampai 30 tiap 30 meter ketemu titik api macam mano mungkin dak dibakar. Ado yang apinya hidup ado yang idak, rombongan Adi samo pemerintah mano sanggup madaminya, titik api sebanyak itu," katanya.

Senin sore kemarin, Tribunjambi.com bersama jurnalis kilasjambi.com bersama Adi Isnanto dari komunitas GMB, komunitas yang selama ini konsen menyuarakan konservasi Pematang Damar melakukan tracking ke hutan Pematang Damar.

Untuk menuju hutan yang di kelilingi sawah kuno itu kami melalui Desa Jambi Tulo, setelah berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer, tibalah di pematang sawah kuno.

Hamparan sawah yang tak lagi digunakan warga dan mengelilingi hutan Pematang Damar. Setelah berjalan melintasi sawah kuno dan kami coba berjalan masuk menuju lokasi patok segel berupa papan perigatan yang di pasang pihak Kementrian KLHK di tahun 2015 lalu.

"Kito seraso ziarah bae," kata Adi yang kemudian memancing kami tertawa. Papan segel itu tak bisa lagi terbaca karena kondisi spanduk yang menutupi papan sudah hancur.

Baca: Viral Oknum Polisi Acungkan Pistol ke Warga yang Atur Lalu Lintas, Saksi Sebut Ada 2 Suara Tembakan

Baca: Karni Ilyas Dikritik Warganet saat Umumkan Program ILC Kembali, Disebut Takut Hadapi Ombak Besar

Baca: Menghitung Peluang Prabowo Subianto Sandiaga Uno, Anies Baswedan Ramaikan Bursa Pilpres 2024!

Baca: Puji Arief Poyuono saat Beri Nasihat Padanya, Ali Ngabalin: Baru Ada Orang Gerindra Secerdas Ini

Namun papan itu menjadi penanda bawah kawasan tersebut tak boleh digarap oleh perusahaan maupun pihak lainnya selagi dalam proses penyelidikan.

Namun empat tahun pasca kebakaran hebat itu, tak ada titik terang dari proses hukum yang dilakukan pihak kementrian. Pun pengajuan status agar hutan Pematang Damar seluas 240 hektare itu agar masuk dalam kawasan konservasi juga masih gantung.

Adi Isnanto menujuk jauh ke sebuah batang kayu yang yang menjulang tinggi sekira delapan meter, sepintas kayu itu tetap berdiri bersama beberapa pohon yang kondisinya sama, terlihat hitam serupa arang yang menandakan jika api pernah melahap pohon hingga ketiggian 8 meter.

"Di pohon itu dulu ada angrek, di bawahnya juga kami ketemu anggrek. Itu sekarang jadi pohon arang tegak begitu be tapi dak tumbang, masuk ke dalam lebih banyak lagi," katanya.

"Pasca kebakaran kami masuk dulu ketemu kura-kura air tawar yang mati terpanggang bobotnya sekitar 100 meter, bisa dinaekin. Banyak hewan yang terpanggang termasuk ular, kalau yang kaki empat termasuk beruang larinya cepat pasti bisa menyelamatkan diri," sambungnya.

Adi juga menyebutkan jika di tahun 2016 pasca kebakaran seorang peneliti asal Jerman bersama dengan peneliti gambut melakukan penelitian di dalam hutan Pematang Damar.

Hasilnya Pematang Damar merupakan hutan gambut yang terbentuk di atas danau purba. Dengan ketinggian gambut dua hingga tiga meter. Dengan usia diperkirakan 6.000 sampai 8.000 tahun.

"Hasil penelitiannya pasca kebakaran gambutnya turun satu sampai 1,5 meter. Hasil penlitiannya kami di komunitas GMB dikasi tau," kata Adi.

Baca: Polri Akan Beberkan Hasil Investigasi Kerusuhan 21-22 Mei

Baca: Mengerikan. Detik-detik Balita Jatuh ke Kandang Buaya, Tinggal Tengkorak, Ibu Sibuk Lakukan Ini

Baca: 121 Mahasiswa Fakultas Hukum Unja Magang di Pemprov Jambi

Baca: Prakiraan Cuaca BMKG Rabu 3 Juli 2019, Jambi dan Ambon Alami Hujan Lokal Malam Hingga Dini Hari!

Namun ironisnya kawasan hutan Pematang Damar tak masuk dalam agenda rehabilitasi dan revegetasi yang dicanangkan oleh pemerintah.

Meski saat ini potensi Anggrek yang pernah ditemukan mencapai 84 jenis, kini tak lagi bisa ditemukan. Namun Adi dan komunitas GMB berharap agar hutan Pematang Damar tetap dimasukkan dalam kawasan konservasi.

"Setidaknya mengembalikan fungsi hutan Pematang Damar sebagai daerah resapan. Kami juga berharap agar kanal yang dibuat perusahaan Agro Bumi Lestari di dalam kawasan Pematang Damar ditutup," katanya.

"Memang perusahaannya sudah tidak ada tapi kanalnya masih ada dan kanal ini awalnya menyebabkan hutan Pematang Damar yang selalu basah dulunya kini menjadi kering dan menyebabkan kebakaran," pungkas Adi.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved