Koalisi Prabowo-Sandi Bubar, PKS Sebut Ada Partai Kelamin Tak Jelas, Sindir PAN dan Demokrat ?

Koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Koalisi Adil Makmur resmi dibubarkan. Koalisi Adil Makmur terdiri lima parpol yakni Gerindra,

Editor: andika arnoldy
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kanan) usai memberikan keterangan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terkait perolehan suara Pilpres 2019 di kediaman Prabowo Subianto di Jakarta, Kamis (27/6/2019) malam. Dalam keterangannya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menerima hasil keputusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan Pilpres 2019. 

Keadilan Sejahtera ( PKS) yang akan tetap menjadi oposisi pemerintah.

Pasalnya, pasca-pembubaran koalisi parpol pendukung Prabowo-Sandiaga, PAN dan

Demokrat disebut berpeluang besar bergabung ke koalisi pendukung pemerintah periode 2019-2024.

"Peluang PAN dan Demokrat (pindah koalisi) lebih besar daripada PKS," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).

Menurut Hendri, elektabilitas PKS cenderung meningkat jika menjadi oposisi ketimbang bergabung dalam pemerintahan.

Pada Pemilu 2009, PKS mendapat perolehan suara sebanyak 8.206.955 suara atau 7,88 persen.

Saat itu, PKS mendukung pasangan capres-cawapres terpilih Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Pada Pemilu 2014, perolehan suara PKS turun menjadi 8.480.204 atau 6,79 persen.

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, PKSm posisi sebagai oposisi pemerintah.

Suara PKS meningkat tajam pada Pileg 2019, yakni dengan perolehan 11.493.663 suara atau 8,21 persen.

"Sejarahnya PKS kalau ada di luar pemerintahan itu elektabilitasnya justru naik. Kalau dia di posisi oposisi elektabilitasnya pasti naik," kata Hendri.

"Feeling politik saya kemungkinan besar yang tidak masuk ke dalam koalisi pemerintahan justru hanya PKS," ujar dia.

Sementara itu, lanjut Hendri, Partai Gerindra memiliki peluang bergabung dengan pemerintah.

Namun hal itu tergantung dari keputusan Prabowo sebagai ketua umum.

Di sisi lain, tidak mudah bagi Partai Gerindra untuk menjadi oposisi terus menerus selama 15 tahun.

"Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah. Pasti ada kader kader ataupun simpatisan Gerindra yang 'dahaga' (kekuasaan)," ucap Hendri.

(Tribunnews.com/Daryono/Kompas.com/Kristian Erdianto)

Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved